Dan satu lagi, kenapa ia berpakaian begitu seksi? Dress pendek ketat sebatas paha dengan leher yang sangat rendah sehingga memperlihatkan gundukan di dadanya. Apa ia sengaja mau menggoda suamiku?
*** "Dek, ayo makan, aku sudah menyiapkan semua hidangan untuk makan malam di meja makan." panggil Mbak Sandra dari luar di depan pintu kamarku. Gegas aku ke luar dan mendapati Mbak Sandra yang sudah dalam keadaan segar bugar. ia seperti baru selesai mandi keramas terlihat dari rambut panjangnya yang basah tergerai sehingga membasahi mini dress yang dikenakannya. Aku jadi sangat heran, kok bisa dia mandi keramas pada hal cuacanya saat ini sangat dingin karena barusan diguyur hujan lebat. Di tengah malam seperti ini lagi? Apa dia nggak kedinginan? karena terlalu merasa curiga, aku pun langsung menanyakan padanya. "Mbak mandi keramas? Aneh, pada hal cuacanya sangat dingin karena baru saja diguyur hujan lebat tadi. Apa Mbak nggak merasa kedinginan?"tanyaku curiga. Dan satu lagi kenapa ia berpakaian begitu seksi? dress pendek ketat sebatas paha dengan leher yang sangat rendah sehingga memperlihatkan gundukan di dadanya. Apa ia sengaja mau menggoda suamiku? Mbak Sandra malah tersenyum. "Iya, Dek, memang aku sengaja keramas lagi tadi. Habis badanku rasanya gerah banget, keringatan pula. Nggak enak tuh tidur ditemani bau keringat yang menyengat." sahutnya sambil tersenyum. "Gerah? Pada hal cuacanya dingin banget loh saat ini, habis hujan lagi. Kok bisa Mbak San merasa gerah?!" aku hanya bisa menggeleng tak percaya mendengar alasan yang dikemukakannya. "Ya, namanya lain orang kan lain juga yang dirasakan. Kalau Dek Dewi merasa kedinginan, belum tentu aku juga merasakan hal yang sama, kan siapa tahu Dek Dewinya lagi sakit makanya dingin." Aku jadi terdiam. Apa benar yang dikatakan oleh perempuan ini? Apa memang aku saat ini lagi sakit makanya aku merasakan kedinginan yang teramat sangat. Tanpa menyahut dia, aku gegas menuju ke ruang makan. Betapa kagetnya aku saat mendapati suamiku Mas Hearfy yang sedang duduk di depan meja makan, rambutnya dalam keadaan basah, sama seperti Mbak Sandra. "Mas Hearfy! Ada apa dengan kalian berdua?! kenapa kalian bisa keramas bareng seperti ini? Sebenarnya apa sih yang sudah terjadi di rumah ini yang tidak aku ketahui?" tanyaku penuh dengan emosi yang menggelegak. Mas Hearfy yang sedang asik bermain ponsel seketika melirik ke arahku. "Emangnya kenapa kalau aku keramas? Kok kamu yang sewot? Tolong, mulai saat ini jangan ikut campur urusan pribadiku.!" bentaknya kasar. Seketika dadaku terasa nyeri. Ya ampun, di depan Kakak iparnya dia tega membentakku. Ia sangat tak menghargai perasanku sedikit pun. Apa yang sudah mereka lakukan di rumahku? Jangan sampai kecurigaanku ini memang benar. Soalnya ada gelagat- gelagat aneh yang kutangkap dari keduanya semenjak sore tadi. Aku duduk di sebelah Mas Hearfy dalam diam. Dia juga mulai asik dengan ponselnya tanpa menghiraukan kehadiranku yang ada di sampingnya. Aneh. Tidak biasanya ia seperti ini. "Boleh aku duduk, Dek?" sapa Mbak San ketika tiba di meja makan. Aku hanya mengangguk sekilas, mencoba bersikap ramah padanya. Ketika Mbak Sandra datang dan duduk di depanku dengan pakaian terbuka seperti itu seketika aku melirik ke sampingku ke Mas Hearfy. Lelaki itu menatap lekat pada Mbak Sandra terlebih pada bagian tubuh sensitifnya yang terbuka. Tak tahan dengan itu semua, gegas aku menyendokan makanan ke piringku sendiri. Aku ingin segera menghabiskan makananku karena tak mau berlama - lama dengan manusia bejad seperti mereka berdua. Seketika kulihat Mbak San bangun menyendokan makanan untuk Mas Hearfy lalu menyodorkan piring yang sudah berisi nasi dan lauk pauknya ke tangan Mas Hearfy. keduanya sempat bertatapan sambil tersenyum. "Silakan dimakan, Dek Hearfy. Dan Dek Dewi, Maaf, Mbak telah menyendokan makanan untuk suamimu ini. Habis nggak enak aku, kita makan dia enggak." Ya ampun, Mbak Sandra malah semakin berani padaku. Tak segan- segan dia melakukan itu rumahku sendiri. Berusaha tak menghiraukan mereka berdua, aku pun mulai menyuapi makanan ke mulutku, tapi baru saja makanan tersebut masuk ke dalam mulutku, segera memuntahkan kembali makanan itu karena terlalu merasa asin. Apa Mbak San sengaja menaruh garam banyak pada masakannya? "Dek Dewi, kenapa muntah? apa masakanku nggak enak?" Tanya Mbak Sandra. ketika melihatku memuntahkan makanan yang sudah masuk ke mulutku itu. "Cicipi saja sendiri!" ucapku kasar. Ia pun segera mencicipi makanan itu. "Wah, ternyata sayurnya asin sekali ya, Dek? kok bisa ya? apa mungkin tadi aku salah menaruh garam?" "Itulah, Mbak, jadi orang kalau nggak fokus dalam memasak. Di dapur itu tempatnya untuk masak bukan untuk main pijat pijatan seperti yang kalian lakukan tadi. Kalau kalian mau memijat, pergi saja ke tukang pijat atau panggil tukang pijat datang ke rumah, jangan di dapurku." "Maaf, Dek, habis tadi tuh aku nggak tahan pundakku rasanya pegal sekali, makanya aku minta Dek Hearfy memijat ku. Maafkan aku ya, Dek?" "Lagian Mbak juga nggak sopan banget. Di rumah orang mengenakan dress ketat dan pendek seperti itu. Apa memang Mbak sengaja mau menggoda Mas Hearfy?" "Ya enggaklah, Dek, Memang Mbak selalu seperti ini kok kalau malam. Habis cuacanya sangat gerah. Mbak nggak bus menahan panas." ucapnya dengan suara yang dibuatnya sangat halus. Ya ampun, dosa apa aku sampai bertemu dengan orang macam Mbak Sandra ini? Sudah tak tahu malu, keganjenan pula. Namun, Mas Hearfy malah asik menyantap makanannya. Ia seperti tak merasakan keasinan pada makanannya itu. "Enak, Dek?" tanya Mbak San pada suamiku itu. "Sangat enak seperti yang membuatnya." ucap Mas Hearfy memuji Mbak Sandra. keduanya saling tatap, saking melempar senyum seperti sengaja ingin membuat panas hatiku saja. Karena nafsu makan yang sudah hilang lenyap sedari tadi, tak menghiraukan keduanya aku meninggalkan ruang makan itu. Gegas aku menuju ke dapur untuk mengambil air minum. Namun, ketika aku tiba di dapur, betapa kagetnya aku saat melihat ada bercak putih yang sangat banyak berceceran di lantai. Aku segera menunduk untuk melihat bercak apa itu gerangan? Ya ampun! Apa yang sudah mereka lakukan di dapurku tadi? bercak Ini sepertinya.... Karena merasa begitu jijik, aku segera ke luar dari dapur untuk pergi ke kamarku. Namun, ketika aku mendekati ruang makan,aku mendengar Suara Mas Hearfy yang menegur Mbak Sandra karena masakannya yang asin. "Ini pasti karena kamu tak fokus sehingga tak tahu sudah menaruh garam apa belum, makanya makanannya jadi asin begini." ucap Mas Hearfy seperti memprotes masakan tersebut. Cara bicara mereka juga seperti tak ada jarak, keduanya seperti sudah sangat dekat dan akrab. "Bagaimana Mau fokus, habis tanganmu juga nakal, menggerayangi bagian sensitif tubuhku. Mana aku bisa fokus memasak kalau begitu?" 'Jadi benar kecurigaanku sejak tadi, keduanya keramas bareng karena habis melakukan tindakan tak bermoral di dapurku.' Apa yang harus kulakukan untuk membalas keduanya? seketika ide cemerlang muncul kepalaku. Mumpung kulihat belum ada air minum di meja makan itu. Aku tersenyum dan kembali masuk ke dapur.Apakah dia sangat menyayangi putraku? Kalau benar iya, aku merasa sangat bersyukur dan beruntung dipertemukan dengan nya dan bisa bersahabat dengannya...***"Kurang ajar! beraninya kamu berjaya begitu padaku. Dasar wanita miskin tak tahu diri. Muak aku sama kamu." Sandra kulihat melangkah kakinya untuk mengejar ku yang sudah mulai turun dari atas tempat pengantin, tapi nas, mungkin karena ia menginjak gaunnya sendiri, makanya ia langsung terjatuh hingga terdengar bunyi gedebuk dari arah belakangku. Aku segera menengok ke belakang, dan juga semua turut berdiri dan mendekat ke arah pengantin wanita yang terjatuh hingga gaun putih panjangnya belepotan debu dan tanah yang menimbulkan warna lain di gaunnya. "Mas, cepatan tarik aku dong, Mas, aku nggak bisa berdiri nih " seru Mbak Sandra. Bagaimana dia mau berdiri? sementara gaun panjangnya tertindih kakinya sendiri. Walau pun mendengar teriakan minta tolong dari Mbak Sandra, akan tetapi baik para tamu undangan atau pun kedua mertua
Akhirnya, pernikahan antara Hearfy dan Sandra pun dilaksanakan juga, walau pada dasarnya ia belum menceraikan Dewi secara sah. Pernikahan itu digelar sangat meriah, hanya lebih meriah pernikahan pertamanya dengan Dewi dulu saat ayahnya masih menjabat sebagai kepala desa di kampung itu. Akan tetapi, bagi ukuran warga desa itu, pernikahan keduanya ini pun tergolong sangat mewah dan meriah, ketimbang para warga lain yang hanya mengadakan resepsi kecil kecilan atau istilahnya ramah tamah sederhana. Dan seperti yang dikatakan Sandra, ia memang mengundang Dewi mantan istri Hearfy untuk menghadiri acara syukuran pernikahan itu. Dilihatnya kiri kanan, semua manusia yang berjubel memadati halaman rumahnya, tapi ia tak melihat Dewi ada di situ. "Kurang ajar! Berani benar dia nggak menghargai undangan ku. Sudah miskin tapi belagu. Awas dia!" ia menggerutu sendiri. Hearfy yang berdiri di sebelahnya pun menasihati agar jangan uring uringan di depan tamu, takutnya ada yang berpikiran yang buk
"Mas, usir mantan istrimu itu, Mas, aku tidak suka mereka tinggal di situ.""Iya, sayang, nanti aku akan mengusir mereka." sahut Hearfy lirih. "Mas, nggak benar kan, apa yang mantan istrimu itu katakan, kalau rumah itu miliknya? Soalnya aku kepikiran terus tentang perkataannya itu.""Ya enggaklah sayang. Rumah dia dari mana? Itu rumah yang dibangun oleh Ayah untukku, bukan untuk dia. Jadi tenang saja besok atau lusa aku pastikan akan mengusir mereka."; Sahut Hearfy menipu calon istrinya tersebut. Sandra yang tidak tahu menahu masalah penjual belian tanah itu percaya saja akan ucapan Hearfy.Ia bangga akan dirinya yang bisa merebut Hearfy dari Dewi istrinya untuk menjadi suaminya."Ternyata usahaku nggak sia sia. Mas Hearfy sudah masuk dalam jebakan perangkap cintaku. Tak sia sia aku selalu menyenangkan hatinya dengan tubuhku, melayani kebutuhan batinnya selama istrinya mengandung dan melahirkan. Sebentar lagi aku nggak usah sembunyi sembunyi lagi bermesraan di depan orang karena
"Aduh, uang sebanyak ini mau kuapakan ya? Aku ingin membuka usaha saja atau bagaimana? Tapi kalau aku buka usaha, aku khawatir semua orang akan curiga padaku. Mereka pasti bertanya tanya, dari mana aku bisa mendapatkan modal sebanyak itu? Secara aku hanya seorang wanita rumahan dan Ibu rumah tangga pula. Pasti mereka akan mencurigai yang bukan bukan padaku nanti. Ah, lebih baik aku jangan gegabah. Aku tahu g saja dulu yang itu. nanti setelah waktunya tepat, barulah aku akan membuka usaha." Aku membatin sendiri. Akhirnya setelah berpikir cukup lama, aku pun mengambil sebuah keputusan, untuk menabung saja dulu. Kalau waktunya sudah tepat, barulah aku akan membuka usaha, apa pun itu. Semenjak aku sudah memperoleh penghasilan sendiri, kebutuhan aku dan anakku pun semua tercukupi. Aku bisa membelikan di kereta bayi. Yang mana kereta ini sangat bermanfaat untukku. Aku bisa nendudukan anakku di situ, di saat aku melakukan kegiatan harianku yaitu menulis novel. Seperti hati ini, kare
"Mbak Sandra, Mbak Sandra, aku tuh bukan seperti kamu, pura pura minta tolong, tapi ternyata mau bermain lato lato dengan suami orang. jaga saja suami Mbak, jangan sampai ..."***Akhirnya pada sore harinya, aku pergi ke rumah Bu Wati untuk berpamitan pada beliau kalau keesokan harinya aku akan kembali ke rumahku.Pada awalnya beliau terheran heran mendengar ucapanku, tapi setelah ku jelaskan bahwa aku telah membeli rumah itu dengan bantuan orangtuaku, beliau pun akhirnya mengangguk setuju."Ah, kalau begitu malah bagus, Nak, Ibu mau lihat bagaimana nanti tanggapan dari mertua dan suamimu saat tahu kamu sudah memiliki rumah itu. Biar mereka semakin kepanasan dan bila perlu jadi darah tinggi sekalian. Emosi Ibu melihat tingkah mereka yang sangat angkuh itu." ucap Bu Wati kesal.Keesokan harinya, aku segera berkemas untuk pindah ke rumahku kembali. Rasanya sangat lega, bisa kembali lagi ke rumah tersebut.Melihat kehadiranku kembali di rumahku, Bu Rohaya langsung datang bertam
Hari masih amat pagi, ketika Bu Rohaya datang ke rumah. Aku pun langsung membuka pintu dan mempersilakan dia untuk duduk. Wajah beliau terlihat sangat sumringah. Aku yakin, pasti ada kabar gembira untukku di pagi ini. "Maaf, Nak, kalau Ibu datangnya terlalu pagi. Apa ini tidak menggangu bayimu yang lagi tertidur?" tanya Bu Rohaya dengan suara perlahan. Aku tersenyum. "Tentu saja tidak, Bu. Ya ampun, kenapa Ibu sampai berpikiran seperti itu? Kayak saya ini orang lain saja." ucapku dan wanita paruh baya itu pun tersenyum. "Begini, Nak Dewi, Ibu mau mengantar buku sertifikat ini. Segala urusan mengenai penjual belian, dan tanda tangan serah terima pun sudah dilakukan oleh teman Ibu yaitu Bu Evi di kantor desa kemarin. Yang menjadi permasalahannya, besok, Bu Evi mau ikut suaminya yang bertugas di pedalaman. Menurut saran beliau, baiknya, pagi ini juga Nak Dewi harus mengurus surat jual beli lagi di kantor desa atas nama Bu Evi sebagai pihak pertama atau penjual dan Nak Dewi sendiri