Hari berganti, minggu bertemu dengan Minggu hingga bulan pun berganti. Tak terasa dua bulan telah berlalu setelah Ethan dan Sinta bersatu, hubungan mereka semakin kesini makin lengket saja. Keduanya Sudah merencanakan pernikahan yang akan dilaksanakan dia bulan dari sekarang, mereka juga sibuk dengan mengatur berbagai macam pernikahan yang begitu harus istimewa nanti.Hari ini mereka baru saja bertemu dengan seorang desainer untuk merancang gaun pernikahan milik Sinta, dan terlihat dari wajah cantik itu sepertinya Sinta sangat puas dengan desain yang benar-benar sesuai keinginannya."Setelah ini, bagaimana lagi?" tanya Ethan.Sinta menyeruput coklat panas miliknya itu, sudah dua gelas wanita itu memesan coklat panas karena memang sangat lama mereka di sana. Sudah hampir 4 jam berlalu, hari ini Demian sengaja mengosongkan jadwalnya hanya untuk menemani Sinta berkonsultasi tentang pernikahan mereka."Apakah kamu sudah puas dengan semuanya?" tanya Ethan.Sinta menganggukkan kepalanya, "s
Di rumah yang megah dan begitu luas Carlota berjalan mondar-mandir di depan pintu utama menunggu anak semata wayangnya yang sejak tadi belum juga menampakan wajah. Hari sudah begitu larut sekali, entah ke mana perginya Karla itu.Ia Mencoba menelepon anak semata wayangnya itu lagi, meskipun sejak tadi panggilannya tidak sama sekali diangkat oleh Karla."Kemana sih kamu?" Ucap Carlota penuh dengan geram pada layar ponsel yang menampilkan Panggilan kepada sang anak.Sudah berapa kali panggilan pun, ia tidak menghitungnya. Tapi selama itu juga pun tidak ada tanda-tanda Karla akan mengangkat panggilannya.Ia khawatir Sesuatu terjadi kepada sang anak, namun dengan cepat ia langsung menepis semuanya itu, tidak mungkin anaknya melakukan hal yang tidak tidak di luar sana, dan tidak mungkin juga sesuatu yang buruk terjadi kepada anaknya, karena ada seorang Bodyguard yang selalu ia suruh untuk mengikuti Karla ke mana saja anaknya pergi.Mengingat tentang itu, ia kembali berpikir untuk menelpon
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
"Lebih kuat lagi, Sayang." Suara seorang perempuan terdengar dari dalam membuat Celine yang ingin mengetuk pintu menghentikan niatannya.Rasa penasaran membuat gadis cantik itu menempelkan tubuhnya di pintu tetapi sayang suara itu tidak terdengar lagi.Keingintahuan Celine semakin membesar tatkala dia mendengar suara desahan disusul dengan erangan-erangan yang semakin lama semakin terdengar liar memalukan."Suara itu, suara siapa?"Berbagai pikiran berkelebat dalam otak Celine. Dia berusaha mendengarkan lebih jelas lagi khawatir dia hanya salah dengar. Akan tetapi, suara memalukan itu kembali terdengar meski tidak terlalu kentara."Oh, tidak! Kau tidak mungkin berselingkuh dari aku kan Jas?" Dengan wajah yang mulai terlihat sedikit panik, Celine berusaha membuka pintu depan, tetapi... .Pintu itu sama sekali tidak bergerak meski Celine sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk membukanya.Celine membuka tasnya dan memasukkan tangannya seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya terlihat
"Eh, tidak usah! Terima kasih!" tolak Celine dengan gugup.Pria itu rambutnya sudah setengah botak dan berperut buncit. Bahkan kemejanya terlihat sesak di perutnya. Terbukti dari kancing kemejanya yang sudah nyaris terlepas tak kuat menahan perut pria buncit itu. Dari wajahnya sudah menunjukkan kira-kira pria itu sudah berusia hampir mendekati akhir empat puluhan. Celine merasa jijik dan takut sekaligus, namun pria itu tidak menerima penolakan Celine sama sekali."Ayolah, Manis. Aku akan mentraktir minum. Kita bisa mengobrol dan kemudian bisa melanjutkan ke hal-hal yang lebih menggoda," pria buncit itu memaksa bahkan ia dengan berani mulai memegang paha Celine membuat Celine sontak langsung mendorong tubuhnya ke belakang berusaha menjauhi pria menjijikkan itu."Jauhkan tangan kotormu itu dari kakinya!" Celine menoleh ke asal pemilik suara yang menawarkannya untuk membelikan minuman.Tiba-tiba terdengar sebuah suara dari arah belakang mereka. Baik Celine maupun pria buncit itu menoleh
Pandangan Celine masih tak fokus dan buram. Dengan bingung ia mengamati benda pusaka milik Steven. Pusaka itu langsung tegak berdiri. Ia mengerjapkan matanya."Benda apa itu?" tanya Celine dengan polos.Steven buru-buru menunduk untuk mencari handuknya di lantai tapi Celine kembali membuat ulah lagi."Jason! Kau Jasonkan? Kenapa kau berbohong padaku? Apakah karena wanita itu maka kau berpura-pura tak mengenalku?" tuntut Celine mulai marah. Celine bermaksud untuk bangun dari tempat tidur. Ia mengayunkan kakinya ke bawah namun naasnya malah mengenai sisi kepala Steven."Aduh!" keluh Steven."Jason? Maafkan aku," ucap Celine meminta maaf pada lampu tidur yang berada di atas meja buffet di samping tempat tidur. Steven kembali menggeleng melihat kelakuan Celine yang di luar nalar."Sudahlah! Aku ini bukan kekasihmu! Kembalilah tidur. Besok pagi jika sudah sadar kau bisa pergi dari sini!" ucap Steven lelah. Ia sudah berhasil menemukan handuknya dan hendak kembali melilitkan dipinggangnya.
Celine menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Teriakan si penelpon membuat telinganya berdenging. Terutama karena disebabkan ia masih dalam keadaan pengar setelah mabuk berat.Untungnya si penelpon langsung mematikan sambungan dan tidak bicara panjang lebar. Celine melirik jam yang terpampang di layar ponselnya dan langsung terbelalak. "Astaga! Pukul 9 pagi. Aku terlambat ke kantor!" seru Celine dengan panik. Dengan tergesa ia mencari koper miliknya dan menemukannya. Dengan sembarang ia mencari pakaian kerjanya yang masih bersih, mengenakannya dengan susah payah dan langsung membereskan koper dan berlari keluar bagaikan sedang dikejar oleh seekor anjing.Selama berlari Celine baru sadar bahwa ia ternyata berada di sebuah hotel dan akhirnya ia mencari lift untuk turun.Dengan tak sabar ia mengetukkan kakinya yang mengenakan sepatu bertumit rendah sambil menunggu lift membawanya turun ke lobby. Begitu pintu lift terbuka, Celine segera melesat keluar."Selamat pagi, Mrs. Plummer!" sapa
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Di rumah yang megah dan begitu luas Carlota berjalan mondar-mandir di depan pintu utama menunggu anak semata wayangnya yang sejak tadi belum juga menampakan wajah. Hari sudah begitu larut sekali, entah ke mana perginya Karla itu.Ia Mencoba menelepon anak semata wayangnya itu lagi, meskipun sejak tadi panggilannya tidak sama sekali diangkat oleh Karla."Kemana sih kamu?" Ucap Carlota penuh dengan geram pada layar ponsel yang menampilkan Panggilan kepada sang anak.Sudah berapa kali panggilan pun, ia tidak menghitungnya. Tapi selama itu juga pun tidak ada tanda-tanda Karla akan mengangkat panggilannya.Ia khawatir Sesuatu terjadi kepada sang anak, namun dengan cepat ia langsung menepis semuanya itu, tidak mungkin anaknya melakukan hal yang tidak tidak di luar sana, dan tidak mungkin juga sesuatu yang buruk terjadi kepada anaknya, karena ada seorang Bodyguard yang selalu ia suruh untuk mengikuti Karla ke mana saja anaknya pergi.Mengingat tentang itu, ia kembali berpikir untuk menelpon
Hari berganti, minggu bertemu dengan Minggu hingga bulan pun berganti. Tak terasa dua bulan telah berlalu setelah Ethan dan Sinta bersatu, hubungan mereka semakin kesini makin lengket saja. Keduanya Sudah merencanakan pernikahan yang akan dilaksanakan dia bulan dari sekarang, mereka juga sibuk dengan mengatur berbagai macam pernikahan yang begitu harus istimewa nanti.Hari ini mereka baru saja bertemu dengan seorang desainer untuk merancang gaun pernikahan milik Sinta, dan terlihat dari wajah cantik itu sepertinya Sinta sangat puas dengan desain yang benar-benar sesuai keinginannya."Setelah ini, bagaimana lagi?" tanya Ethan.Sinta menyeruput coklat panas miliknya itu, sudah dua gelas wanita itu memesan coklat panas karena memang sangat lama mereka di sana. Sudah hampir 4 jam berlalu, hari ini Demian sengaja mengosongkan jadwalnya hanya untuk menemani Sinta berkonsultasi tentang pernikahan mereka."Apakah kamu sudah puas dengan semuanya?" tanya Ethan.Sinta menganggukkan kepalanya, "s
Bagaimana, sudah siap?" tanya Devan. Kini mereka sudah berada di sebuah restoran, beberapa dekorasi pun turut memeriahkan pertemuan kali ini. Sinta yang menggunakan dress berwarna putih itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah Devan"Apakah kita akan benar-benar bertemu dengan orang itu? bagaimana rupanya? Apakah kamu sudah menyelidiki latar belakangnya? Bagaimana menurutmu kalau aku ingin minta untuk dinikahi?" pertanyaan dan pertanyaan terus saja terlontar dari mulut Sinta, ia begitu gugup sekali.Devan hanya tersenyum sambil menggandeng tangan Sinta di sebelahnya, membawa langkah yang begitu pendek untuk sampai pada tempat yang memang sudah disiapkan sebelumnya."Kamu akan tahu dengan sendirinya dan tatapanmu nanti pertama kali akan menjawab semua pertanyaan itu, kamu pasti akan tahu bagaimana orang itu. Apakah dia layak atau tidak untuk menjadi Ayah Dari Anakmu yang akan mendampingimu kelak sampai tua."Terdengar suara tarikan nafas kasar dari Sinta, ia tersenyum ke ar
Malam yang sunyi, di luar sana hujan turun begitu deras sekali, suara gemuruh terdengar begitu menakutkan. Saat ini, Devan duduk di depan jendela menatap hujan yang turun tanpa ada tanda-tanda akan berhenti. sepertinya Indonesia akan memasuki musim hujan sebentar lagi, karena beberapa hari ini hujan terus saja turun, hanya sesekali saja Matahari menampakkan dirinya.Kopi hangat dan sebungkus rokok yang menemani Kesunyian Devan malam ini, ia tidak keluar dari kamar setelah pulang dari kantor dan tak ada juga tanda-tanda sosok Sinta datang mengetok pintunya, Mungkin wanita itu pun sudah capek terus-menerus mengajaknya bicara sementara dirinya mengabaikan wanita itu.Lama ia terdiam dengan permintaan dari Ethan beberapa hari yang lalu untuk berbicara dengan dirinya secara pribadi, meluruskan permasalahan ini.Sebuah senyum terbit di wajahnya, ini bukan salah Ethan ataupun salah Sinta, tetapi salah dirinya. Dirinyalah yang bersalah disini, jadi diamnya ini bukanlah menghukum Sinta maupun
Satu minggu telah berlalu begitu saja, semuanya pun masih terasa seperti biasa, masih dengan Devan yang Diam membisu dan masih dengan Sinta yang selalu saja mencari celah untuk bisa berbicara dengan Devan.Pagi ini Sinta ingin mengatakan semuanya kepada Devan, ia ingin mengakhiri semuanya Cukup sampai di sini, namun saat ia terbangun ia melihat tidak ada Devan di meja makan yang menunggunya, dan Hal itu membuat Sinta sedikit panik, kemana laki-laki itu pergi sepagi ini? biasanya Devan akan selalu menunggu dirinya untuk sarapan bersama walaupun laki-laki itu memiliki Janji temu cukup pagi."Cari Mas Devan, ya Mbak?" tanya bi Diah ketika baru saja keluar dari pintu dapur, Sinta menoleh ke arah bi Diah dan kemudian menganggukkan kepalanya, "iya Bi, apa Bibi melihat Devan?" tanya Sinta.Bi Diah mengangguk kan kepalanya, "tadi Mas Devan pesan sama saya, kalau nanti Mbak tanya saya disuruh jawab kalau Mas Devan sudah pergi ke kantor, katanya ada meeting penting yang tak bisa untuk dihindari
Bi dia merasa sedikit heran dengan apa yang terjadi, tiba-tiba saja Sinta kembali dengan wajah yang panik penuh dengan kekhawatiran, "ada apa Mbak? tanya bi Diah yang merasa sedikit aneh dengan majikannya itu."Nggak ada apa-apa Bi, Ayo kita pulang sekarang," Jawab Sinta seadanya saja, ia menyuruh bi Diah untuk pergi lebih dulu selagi iya pergi untuk membayar di kasir, bi Diah pun tak ingin neko-neko, Ia hanya mengangguk menuruti apa yang dititahkan padanya.Wanita paruh baya itu terlihat sangat tergopoj-gopoh sekali membawa Arka, yang entah kenapa tiba-tiba menjadi rewel. Sementara Sinta terus saja menatap ke sekelilingnya berharap dia bisa menemukan sosok Devan.Tapi tidak mungkin kan itu terjadi, Bagaimana bisa ada sosok Devan di sini, laki-laki itu benar-benar marah padanya. Jadi tidak mungkin Devan akan kembali padanya.Tadi jika ia tidak mengingat kedatangannya bersama dengan Bi Diah serta Arka, Mungkin ia akan tetap mengejar Devan, ia harus bisa menjelaskan semuanya kepada laki
Sinta sudah siap dengan Pakaiannya yang sangat rapi, ia memilih memakai baju santai saja untuk keluar. Anaknya juga sudah sangat rapi karena sudah dimandikan serta didandani oleh bi Diah, boleh dikatakan selama ini wanita paruh baya itu sangat aktif dalam mengurus anaknya, ia hanya kebagian sedikit saja selebihnya bi Diah yang berkuasa atas anaknya dan hal itu yang membuat ia begitu senang dengan wanita tersebut."Udah siap?" tanya Sinta yang langsung dianggukan oleh bi Diah, wanita itu memakai pakaian gamis dan juga jilbab yang Senada dengan bajunya yang bercorak bunga tersebut, Jika seperti ini ia nampak sangat cantik sekali dan juga terawat, tidak seperti ketika ia memakai daster."Kemana kita akan pergi Mbak?" tanya bi Diah sambil menggendong Arka."Bagaimana kalau kita pergi ke mall? sudah sangat lama semenjak saya melahirkan, saya tidak pernah lagi pergi ke mall, rasanya rindu sekali untuk masuk ke mall," putus Sinta.Bi Diah mengangguk kan kepalanya, memang hampir 3 bulan ini