Nora melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Christ yang bersusah payah mengeluarkan barang-barang mereka dari dalam mobil. Ia menabirkan pandangannya ke sekeliling rumah. Rumahnya berkelir putih dan tidak terlalu megah, tetapi bagian dalamnya terlihat sangat nyaman. Halamannya sangat luas dan ada kolam renang yang dapat di tutup dan di buka. Rumahnya memang terlihat bagus, walaupun tidak sebagus rumah Nora di Venus, tetapi layak untuk ditempati dua manusia. Awalnya Nora merasa akan betah menetap di rumah ini sampai akhirnya ia tahu hanya ada satu kamar di rumah ini. Ia menarik kata-katanya.
Christ masuk ke dalam rumah sembari menarik kopernya dan koper Nora dengan susah payah, tetapi ia malah dikejutkan dengan Nora yang berlari menuruni tangga dengan wajah tertekuk. “Christ. Ada hal buruk terjadi. Di rumah ini hanya memiliki satu kamar saja,” pekiknya dengan mata membulat.
Christ menatap aneh Nora. “So?” tanya singkat.
Nora melayangkan pukulan ke lengan Christ. “Kenapa malah bertanya. Kita tidak boleh satu kamar karena kita berbeda kelamin.”
Christ tertawa kecil. “Sudah terima saja apa adanya. Dari pada berisik, lebih baik bantu aku mengangkat koper ini ke atas,” titahnya sambil mengangkat kopernya ke atas tangga.
Nora menyipitkan matanya sambil menatap tajam Christ yang melewatinya dan meninggalkan barang-barangnya di depan pintu begitu saja. Ia dengan kesusahan mengangkat kopernya dan tas kecilnya ke atas tangga sambil menggerutu kesal.
Sontak ia merasakan seseorang merampas dan menarik kopernya. Sandra mendongak dan menemukan Christ sedang menatap dirinya dengan alis berkerut.
“Kau ini bawa apa saja sih,” gerutu Christ tiba-tiba sambil membawa koper Nora menaiki anak tangga.
Nora hanya menatap Christ dengan jemu Christ yang dengan mudahnya menaiki anak tang sambil membawa barang-barangnya.
Nora mejatuhkan tubuhnya ke ranjang dan memejamkan netranya, tetapi beberapa saat kemudian ia membuka kelopak matanya karena mendengar seseorang membuka lemari. Ia hanya dapat menghela napas jenuh karena melihat Christ sedang memasukkan baju ke dalam lemari. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan Christ, seharusnya Christ merasa lelah dan lebih memilih beristirahat sebentar, tetapi pria itu malah sibuk dengan baju-bajunya.
Nora bangkit dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang. “Christ, kenapa kau terus memanggilku nona? Padahal di mobil kita sudah saling berkenalan.”
Christ menaruh seluruh bajunya dan berbalik menatap Nora. “Baiklah. Memang kau mau aku panggil apa?” cibirnya sambil berkacak pinggang.
Nora mencebik. “Panggil saja Nora biar kita bisa akrab. Pokoknya tanpa tambahan nona.”
Christ hanya mengangguk mengerti lalu ia melangkah mendekati ranjang dan membaringkan dirinya yang merasa kelelahan.
Nora menatap Christ lirih, ia merasa bersalah karena membuat Christ kelelahan. Ia turut membaringkan dirinya di samping Christ. “Terima kasih sudah membantuku tadi,” Tukasnya sambil memandang ke langit-langit kamar.
Christ masih memejamkan matanya. “Hhm.”
“Apakah kau pikir penelitian ini akan berhasil?” tanya Nora tiba-tiba.
Christ membuka netranya. “Entah. Kita jalani saja. Kita bisa mulai dari berteman.” Seraya turut menatap langit-langit.
Nora lantas kembali bangkit dan terduduk di tepi ranjang. Ia menoleh ke arah Christ. “Aku lapar, tetapi di sini tidak ada robot yang bisa menyiapkan makanan,” keluhnya yang diakhiri dengan dengusan.
Fasilitas yang disediakan di Bumi memang tidak lengkap karena akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Tidak ada robot yang biasanya menyiapkan kebutuhan manusia seperti di Mars dan Venus. Hanya fasilitas yang dipakai manusia tiga puluh tahun lalu, tetapi sudah dibersihkan dan diperbaiki jika ada kerusakkan.
Christ ikut bangkit dan duduk di samping Nora. “Kau tidak bisa memasak?” tanya Christ dengan nada tidak percaya.
Nora menatap aneh Christ. “Tentu saja aku tidak bisa memasak. Aku malas dan aku selalu meminta robot di rumahku yang menyiapkan makanan.”
Christ memandang Nora dengan tatapan buncah. Selama ia hidup, ia selalu membayangkan bahwa wanita sangat suka memasak karena gurunya dahulu mengatakan bahwa penduduk Venus menyukai kealamian, tetapi kenapa wanita di hadapannya mengaku tidak bisa memasak. Bahkan, dirinya saja yang merupakan seorang pria dapat memasak.
Christ hanya meruntun napas panjang dan bangkit dari ranjang. “Baiklah. Aku akan memasakkan sesuatu untuk anak manja sepertimu.” Lalu ia melangkah keluar kamar meninggalkan Nora yang berdecak sebal karena mendengar perkataan terakhir Christ.
Nora menatap piring di hadapannya dengan aneh. Makanan itu berbentuk roti tapi berisi daging yang dipanggang dengan keju dan beberapa sayur segar. Jujur, Nora tidak pernah memakan makanan seperti itu, penduduk Venus selalu memakan makanan Vegetarian. Jadi, ia tidak mengenal makanan di hadapannya adalah makanan apa.
“Ini apa?” tanya Nora dengan alis terangkat was-was.
Dahi Christ mengernyit ketika mendengar pertanyaan Nora. “Ini burger. Kau tidak pernah memakan ini?” Christ benar-benar merasa aneh dengan makhluk di hadapannya ini.
Nora tersenyum canggung dan mengangguk. “Baiklah. Aku akan mencobanya.”
Awalnya Nora tertegun melihat burger itu, tetapi setelahnya ia melahap burger itu dengan suapan besar. Beberapa saat kemudian, maniknya melebar.
Christ yang melihat reaksi Nora hanya dapat tertawa kecil.
“Wow. This is so good,” puji Nora.
“Thank you. Sebaiknya kau makan dengan pelan, aku takut kau tersedak.”
Nora hanya mengangguk riang dan melanjutkan sesi mengunyah makananannya dengan lahap. Sementara, Christ hanya duduk di hadapan Nora seraya menatap senang wanita di depannya. Sepertinya guru Christ dulu benar bahwa wanita tidak bisa di tebak, tadi Nora terlihat kesal dengannya, tetapi sekarang Nora memujinya. Nora benar-benar tidak tertebak.
Christ keluar dari kamar mandi dengan baju piyama berwarna hitam panjang. Ia mengusap rambutnya dengan handuk sambil memperhatikan Nora yang sudah terlelap di balik selimutnya dengan napas lembut teratur. Wanita itu terlihat tenang saat sedang terlelap. Christ sadar jika penduduk Venus tidak seburuk yang diajarkan kepadanya dulu. Gurunya selalu berkata bahwa penduduk Venus dan Mars tidak akan pernah bisa bersatu, tetapi buktinya sekarang ia bisa berteman dengan salah satu penduduk Venus yang manja.
Christ menaikkan ke dua sudut bibirnya ketika mengingat kejadian lucu karena perangai Nora yang lumayan aneh. “Ada-ada saja.”
Perhatian Christ teralihkan tatkala tiba-tiba ada sebuah suara dentuman tembakan bergema yang bersumber dari arah belakang rumah. Ia kembali menatap Nora, wanita itu masih setia kepada mimpinya. Christ dengan rasa setengah gusar memutuskan untuk turun dan keluar dari rumah. Ia tahu di belakang rumahnya hanyalah sebuah hutan tak berpenghuni, tetapi hal yang aneh jika terdapat suara termbakan di sebuah hutan rimbun tak berpenghuni.
Christ membuka gerbang belakang rumah dan segera di hadapkan dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi, suasa yang senyap, dan tak ada pencahayaan. Ia menyalakan ponsel hologramnya dan menyalakan mode penerangan agar dirinya dapat melihat lebih jelas. Dirinya mengarahkan pencahayaan ke sekitarannya, tetapi tidak menemukan apapun. Ia ingin masuk ke dalam hutan, tetapi sudah terlalu malam dan ia takut justru dirinya yang akan tersasar. Christ menggeleng pelan dan memutuskan untuk masuk ke dalam hutan besok pagi agar terdapat lebih banyak pencahayaan.
Nora membuka netranya dan menabirkan pandangannya ke sekeliling kamarnya. Ia tidak menemukan Christ. Ada sedikit rasa khawatir yang menjalar di dalam dirinya. Ia turun dari ranjang dan melangkah cepat menuju tangga. Ketika kakinya bertumpu di anak tangga ke dua, langkahnya terhenti. Ia melihat Christ yang sedang mengunci pintu rumah. Ia menghembuskan napa lega.
Christ yang menyadari dirinya sedang ditatap, lantas membalikkan tubuhnya dan netranya segera bertemu dengan manik jernih Nora. “Kau kenapa ada disitu?”
Nora masih diam berpaku memikirkan jawaban yang tepat. Tidak mungkin ia menjawab secara gamblang kalau dirinya khawatir. “Aku hanya ingin mengambil minum,” jawabnya dengan suara parau , berusaha agar terlihat meyakinkan.
Christ berjalan menaiki anak tangga dan berhenti di anak tangga ke tiga, tepat di hadapan Nora. “Ya sudah. Aku tidur duluan ya.” Seraya menepuk pelan Pundak Nora.
Nora hanya mengangguk kecil lalu menghilir ke samping untuk menyingkir dari hadapan Christ.
“Sifat wanita memang tak tertebak dan kadang rumit, tetapi jika kau melihat dengan sisi yang berbeda, kau akan mengerti bahwa kalimat yang dikatakan wanita hanyalah kalimat sederhana.”
Sandra melangkahkan tungkai jenjangnya masuk ke dalam kediaman ibunya, Sherine. Sudah bertahun-tahun sejak ia terakhir kali menginjakkan kakinya di tempat dimana ia tumbuh dewasa. Tak ada yang banyak berubah, hanya beberapa teknologi baru yang ditambahkan ke dalam rumah. Ia membawa tungkainya kakinya untuk mengelilingi rumah masa kecil. Ia sudah menghubungi Sherine sebab ternyata Sherine sedang mengerjakan beberapa pekerjaan di luar sana. Mungkin akan tiba satu jam lagi. Sandra menabirkan pandangannya ke seluruh ruangan. Namun, ada satu ruangan yang menarik atensinya. Ruang yang tertutup rapat dengan pintu ruangan berwarna coklat berat dengan dua pot tanaman di ke dua sisi pintu tersebut. Ukirannya membuat Sandra tertarik untuk masuk ke dalam ruangan itu. Ia memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam ruang yang membuatnya tertarik. Kala ia mencoba untuk membuka pintu ruangan tersebut, pintunya terkunci dengan kata sandi, tetapi ia tak menyerah karena ia benar-benar pena
Sandra dan Andrew bermukim di sebuah ruangan pemantau. Mereka berdiri di belakang kaca sembari memantau dan mendengar percakapan antara Benedict dan Marilyn dengan pelaku penembakan melalui audio. Mereka memandang ke luar kaca dimana Benedict dan Marilyn berusaha mengulik informasi sebisa mereka sebab pelaku tersebut terus bungkam dengan enggan untuk mengangkat wajahnya untuk menatap orang yang sedang mengajaknya berbicara.“Mario, katakan yang sejujurnya,” pinta Benedict dengan tegas.Marilyn menghembuskan napas keras. Ia bangkit dari duduknya. Segalanya terjadi begitu cepat sampai membuat Benedict, Andrew dan Sandra terperanjat. Marilyn menarik revolvernya keluar dari holsternya lalu menodongkan moncong revolvernya pada kepala belakang Mario.Mario yang awalnya terlihat tenang, mulai merasa gemetar. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Ia memang tidak takut dengan senjata api, tetapi ia takut mati dengan cara mengenaskan seperti ini. Apalagi dengan kep
Sebenarnya Sandra dan Andrew benar-benar tidak bisa membendung emosinya lantaran mereka tidak mendapati satu pun tentara yang harusnya ditugaskan untuk menjaga setiap halaman belakang rumah di komplek perumahan Bumi. Mereka berjalan dengan tegap bersama Benedict untuk menghampiri para tentara yang lalai dalam tugasnya dan menyebabkan pelaku penembakkan sampai masuk ke dalam rumah lalu mengancam salah satu penduduk Venus, bahkan sampai menodongkan senjata.Para tentara yang berasal dari Mars dan Venus sontak merasa takut dengan kehadiran Sandra dan Andrew yang menatap mereka dengan amarah. Di belakang Kedua presiden tersebut terdapat Benedict dan Marilyn yang hanya membisu dan memandang kecewa pasukan kebanggaan mereka.“Kenapa kalian tidak mengerjakan tugas dengan benar?” tanya Andrew dengan suara rendah bersamaan dengan nada tegas.Para tentara di hadapan mereka masih menunduk membisu.“JAWAB!” perintah Sandra dengan intonasi naik
Nora berdiri di samping Christ yang sedang tertidur di sofa. Ia tadi terbagun dari tidurnya dan mendapati Christ sedang tertidur di atas sofa dengan laptop di atas pangkuannya. Ia jadi merasa bersalah karena menyita waktu Christ untuk menemaninya menonton. Sejak seminggu yang lalu, Christ selalu menemaninya menghabiskan film yang Nora beli. Ia pikir Christ akan menolak, tetapi ternyata salah, Christ selalu menerima ajakannya tanpa berpikir panjang. Christ benar-benar menghargai keberadaannya. Sejak pernyataanya satu minggu yang lalu, ia tetapi tidak menjawab, tetapi Christ tetap menjadi Christ sebelumnya dan sedikit lebih perhatian sepertinya.Nora hela napa lembut seraya menutup laptop Christ dan menaruhnya di meja. Ia meraih selimut kecil miliknya, lantas melingkupi Christ dengan selimut di tangannya sampi leher Christ. Setelahnya, mata Nora tak sengaja menatap keluar jendela yang menghadap langsung pada rumah di sebelahnya, yaitu rumah Gerald dan Natasha. Ia memutuskan unt
Nora hanya dapat tertegun mendengar ucapan Christ yang tiba-tiba.Beberapa saat kemudian, sontak Nora memukul Christ dengan bantal sofa. “Jangan bercanda seperti itu atau aku akan memukulmu lebih kencang,” ancamnya.Christ berusaha menangkis pukulan Nora dengan kedua tangannya. “Aku hanya berbicara sesuai yang ada di film.”“Awas saja kau berbicara seperti itu lagi,” ancam Nora untuk kedua kalinya.“Oke. Dengarkan aku terlebih dahulu. Di film tadi dijelaskan jika kita menyukai orang, kita akan merasa senang dengan kehadirannya, Jantung akan berdegup lebih cepat dari biasanya lantaran perasaan antusias bertemu seseorang yang disukai, kita akan merasa nyaman dengan dengannya, dan yang paling penting, Kita merasa memiliki hidup yang lebih bahagia dengan kehadirannya. Semua itu aku rasakan saat bersama kau.”Nora menurunkan tangannya yang sedari tadi memegang bantal sofa untuk melayangkan pu
Andrew dan Sandra masih masing-masing bergeming di tempatnya untuk beberapa detik. Hanya ada kesunyian dan kebisuan di antara mereka, usai perkataan Sandra yang terlontar beberapa saat lalu. Sontak senyuman menenangkan terpatri di wajah Andrew. “Aku juga merindukanmu, walaupun kita terus bertemu dan bersama-sama.” Sandra awalnya merasa malu setelah sebuah kalimat yang tak ia sadari terlontar dari lisannya begitu saja dan berpikiran untuk meluruskan bahwa dirinya sedang kehilangan fokus, tetapi usai mendengar tuturan Andrew yang begitu tegas dan jelas, ia mengurungkan niatnya. “Kenapa kau merindukanku juga?” Sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Sepertinya kepercayaan diri Sandra yang hilang untuk beberapa saat sudah kembali. “Tidak ada alasan. Kalau kau kenapa merindukanku?” Andrew bertanya balik. Sandra mendelik kesal. “Ihhh. Memangnya aku juga perlu alasan?” tanyanya dengan kesal padahal ia yang menanyakan hal itu pertama kali.