Beranda / Rumah Tangga / SUMPAH PELAKOR / 49. Untuk Selamanya

Share

49. Untuk Selamanya

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-26 11:02:52
Dokter jaga masuk bersama dua perawat, wajah mereka serius. Restu dan Haira berdiri di sisi ranjang, tak berani bicara, hanya saling menggenggam tangan.

“Kami akan periksa dulu. Mohon beri ruang,” ucap dokter singkat.

Haira dan Restu mundur beberapa langkah. Mata mereka tak lepas dari tubuh Ibu Mia yang tampak tak bergerak sama sekali. Selang oksigen masih terpasang, tapi dada Ibu Mia tak lagi naik turun seperti tadi.

Dokter memeriksa denyut nadi, pupil mata, dan tekanan darah. Perawat menyiapkan alat bantu, tapi semuanya terasa lambat, seolah waktu menahan napasnya sendiri.

Haira menunduk, berdoa dalam hati. ‘Ya Allah, kalau masih ada umur, selamatkan Ibu. Tapi kalau sudah waktunya, beri kami kekuatan.’

Restu berdiri kaku, matanya berkaca-kaca. Ia berdoa dengan suara nyaris tak terdengar.

“Ya Allah, jangan ambil Ibu sekarang. Tapi kalau memang harus, jangan biarkan kami hancur.”

Monitor jantung berbunyi satu kali panjang. Dokter menatap layar, lalu menunduk pelan.

“Innalillahi wa in
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • SUMPAH PELAKOR   59. Kehancuran

    Di restoran itu, Anita duduk mengenakan blus hitam sederhana. Wajahnya terlihat pucat sekali meski ia tetap berusaha menjaga penampilannya. Akhirnya Darmadi datang, mengenakan jas abu-abu dengan ekspresi datar. Malam itu, Rusyana sedang berada di luar negeri untuk urusan bisnis, dan Anita tahu, ini satu-satunya celah yang bisa ia manfaatkan.Pelayan menyajikan air putih lalu meninggalkan mereka berdua. Anita membuka percakapan dengan suara pelan, nyaris memohon demi harga dirinya yang sudah hancur.“Terima kasih sudah mau datang, Om. Nita tahu Om sibuk, tapi Nita benar-benar nggak sanggup bayar semua itu.”Darmadi menyandarkan tubuhnya. Ia menatap Anita dengan sorot mata dingin.“Kamu pakai uang itu untuk bisnis, untuk gaya hidup. Sekarang kamu minta pengertian?”“Tapi itu juga atas saran Om. Katanya ada bagian untuk Nita di sana, nyatanya zonk,” Anita mengeluh. Rasanya seperti kena tipu bisnis bodong.Darmadi mengangkat alis. “Lalu kamu mau apa? Minta penghapusan utang?”Anita menata

  • SUMPAH PELAKOR   58. Sebab Akibat

    Rumah mewah Anita meski ramai orang terasa sepi baginya. Tirai-tirai panjang dibiarkan terbuka, bunga di ruang tamu masih berisi rangkaian duka cita dari rekan bisnisnya, tapi aroma bunga segar tak mampu menutupi kekosongan yang merayap di hati Anita.Ia duduk di sofa ruang tengah, mengenakan pakaian hitam sederhana. Rambutnya diikat asal, wajahnya pucat. Di meja depan, foto Bu Sumarni dalam bingkai kayu berdiri dan terus ditatap olehnya.Kemudian ia menatap layar ponselnya. Sudah lima kali ia mengirim pesan ke Aziz sejak pemakaman selesai.[Ibu sudah dimakamkan. Aku harap kamu datang, Mas. Aku butuh seseorang. Kamu tahu aku nggak kuat sendirian. Kenapa kamu nggak jawab?]Tak satu pun dibalas oleh Aziz.Anita meletakkan ponsel di meja, lalu menyandarkan kepala ke sandaran sofa. Matanya menatap langit-langit. Di rumah sebesar itu, suara orang tahlilan telah selesai. Alita sudah tertidur di kamar atas. Para tamu sudah pulang. Anita hanya ditemani harapan yang tak kunjung datang.Ia meme

  • SUMPAH PELAKOR   57. Kehilangan

    Udara di gang kos-kosan Ima terasa lembab, sisa hujan semalam yang meninggalkan aroma tanah basah. Di dalam kamar sederhana itu, Haira duduk bersila di atas kasur, berkas-berkas perceraian tertata rapi di depannya, fotokopi KTP, surat nikah, bukti perselingkuhan, dan surat rujukan dari rumah sakit.Ima menyodorkan map biru dan termos kecil berisi teh hangat. “Mbak, jangan lupa minum, kelihatan pucat banget wajahnya.”“Mbak nggak mau tunda lagi, Ma. Semakin lama, nanti takutnya ada perasaan ingin berdamai, kamu tahu sendiri Mbak gampang kasihan, jadi selagi benci itu masih ada, ya urus secepatnya.”Ima mengangguk, lalu memeluk kakaknya sebentar sebelum Haira beranjak pergi. Yoga ditinggal di rumah. Haira memesan taksi online sesuai janji pertemuan dengan pengacara di kantor hukum.Saat ia berjalan ke ujung gang, sebuah mobil berhenti dan jendelanya terbuka. Suara laki-laki yang cukup dikenali terdengar.“Mbak?”Haira menoleh. Restu duduk di kursi penumpang depan, mengenakan kemeja sede

  • SUMPAH PELAKOR   56. Induk Serigala

    “Apa maksudnya ini?” Darmadi tertegun.“Aku pikir kamu perlu diingatkan siapa yang paling bisa menyentuh hidup Anita dari arah yang tak terduga, selain ibunya tentu adiknya.” Rusyana tersenyum penuh kemenangan.“Rusyana, jangan libatkan anak kecil.” Darmadi meletakkan jam tangan pemberian istrinya di meja.Rusyana mengelus rambut Alita pelan, “Mbak Anita akan baik-baik saja, ya, Sayang. Selama Om Darmadi membuat pilihan yang tepat,” bisiknya tajam dan menyakitkan.Alita menoleh dan tersenyum. Belum 24 jam ia di sana tapi perlakuan Rusyana padanya cukup baik. Gadis kecil itu belum mengerti permainan yang sedang berlangsung.“Kamu harus pilih, aku atau Anita. Kalau kamu tetap main dua kaki, aku pastikan Alita akan jadi pintu masuk ke kehancuran Anita. Sekolahnya, masa depannya, bahkan keselamatannya and remember semua barang bukti korupsi kamu tinggal aku beberkan sama KPK.”Darmadi menatap Rusyana, wajahnya mulai pucat. Jika ia dijuluki serigala putih dalam jagad bisnis, maka istrinya

  • SUMPAH PELAKOR   55. Kejam

    Ambulans melaju di jalan demi mengejar waktu untuk menyelamatkan satu buah nyawa. Di dalamnya, Anita duduk di samping ranjang ibunya yang masih koma, tangan ibunya dingin dan tak bergerak.Monitor portabel menunjukkan detak jantung yang stabil tapi lemah. Seorang perawat duduk di ujung, memantau tekanan darah sambil sesekali mencatat.Tujuan mereka rumah sakit besar di kota, tempat Haira dulu dirawat, karena di sana fasilitasnya sangat bagus. Bagi Anita, tempat itu seperti kutukan baginya. Ia ingat sekali secara spontan mendorong Haira hingga kandungan wanita itu gugur lalu ibunya kini yang gantian dirawat.Saat mobil memasuki gerbang rumah sakit, Anita menatap gedung itu dengan mata kosong. Di benaknya, kenangan masa kecilnya yang kelam mulai menyeruak.Ia teringat dengan rumah sempitnya di kampung, dengan dinding triplek dan kipas angin tua yang sudah mulai karatan. Ayahnya, seorang tukang servis elektronik, sering pulang larut malam dengan bau rokok dan parfum perempuan lain. Ibuny

  • SUMPAH PELAKOR   54. Mata dan Telinga

    Taksi online berhenti di depan kos-kosan Ima yang sederhana, Restu turun untuk membuka pintu penumpang. Haira melangkah pelan, tubuhnya masih lemah, wajahnya pucat. Ada tas kecil berisi obat dan surat kontrol didalamnya.Kos-kosan Ima berada di lantai dua, dan Restu menuntunnya naik tangga satu per satu. Ketika masuk, Ima sudah menyiapkan makanan kecil di pojok, dengan kasur bersprei bersih dan termos air hangat di meja.“Mbak, istirahat dulu, ya. Dokter bilang jangan banyak pikiran,” katanya pelan.Haira hanya mengangguk. Ia duduk di kasur, lalu berbaring perlahan. Matanya menatap langit-langit. Di perutnya, bekas luka operasi masih terasa. Tapi yang lebih menyakitkan adalah luka yang tak terlihat.Restu duduk di kursi dekat jendela, sembari menatap ponselnya. Tak ada pesan dari Aziz. Bahkan saat Haira keluar dari rumah sakit tadi pagi.Ima meletakkan selimut di kaki Haira, lalu keluar sebentar untuk menyiapkan makan malam. Di dalam kamar, Restu dan Haira terdiam, Yoga juga masih ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status