Sekitar jam tujuh malam mas Raka telah tiba di rumah untuk menjemputku. Mas Raka mengajakku makan malam di restoran terkenal, dan kali ini bukan restoran Jepang kesukaannya.
"Setelah kita makan nanti, mas mau ngajak Rain ke suatu tempat" Aku menoleh ke arah mas Raka yang sedang fokus menyetir.
"Memang mau kemana sih?" Tanyaku penasaran. "Rahasia" Aku menatap sebal ke arah mas Raka. "Nyebelin deh..." rungutku.
"Ntar juga tahu setelah kita sampai tempatnya" Aku tak bersuara lagi hingga kamin sampai restoran yang kami tuju.
~ ~ ~ ~ ~
Di restoran ini punya banayk varian makanan mulai dari lokal hingga manaca negara. Mas Raka menyodorkan buku menu ke arahku. Setelah memilih menu, kami di suruh untuk menunngu beberapa saat. Dan aku masih melanjutkan acara diamku.
"Masih ngambek ya sama mas?" Aku tak menghiraukan mas Raka.
"Jangan ngambekan entar cantiknya luntur gimana?" Aku menatap ke arah mas Raka dengan senyum segaris. Sejak kapan Anti R
Rara berlari kearah belakang rumah hantu, semakin aku mengikutinya semakin gelap rasanya. Aku berhenti ketika sekelebat bayangan seperti ingatanku atau entah apa ini. Aku melihat diriku dengan versi yang lebih kecil beberapa tahun dari sekarang berlari seperti di kejar orang dan aku terjatuh karena tersandung akar pohon yang tak terlihat jelas, penerangan yang samar samar menandakan tempat ini jauh dari pemukiman atau pun keramaian. Aku yang terlihat di depanku saat ini berusaha untuk berdiri sekuat tenaga. Meski lututku berdar@h tapi masih berusaha berlari kembali. Suara berisik ranting patah, langkah kaki yang semakin dekat, membuat jantungku berpacu dengan cepat seakan aku ikut berlari bersama aku yang aku lihat di depanku ini.Apa ini ingatanku. Aku tak mungkin ada di tempat seperti ini. Jika benar itu aku, bagaimana aku bisa dalam keadaan di kejar seperti itu?. Aku melihat aku di bayangan itu terjatuh untuk yang kedua kalinya, luka sebelumnya membuat kakiku tak bis
Aku terbangun dengan nafas tersengal sengal, seperti orang sedang berlari. Mencoba menenangkan diri dan mengatur nafas. Aku tak mengingat mimpi apa yang aku alami, apa ini ada hubungan dengan kejadian aku pingsan di taman hiburan.Hari sudah mulai gelap saat aku melihat kearah luar jendela, berarti aku sudah tidur cukup lama. Rasanya lapar sekali. seharian tidur tanpa makan membuatku lemas juga. Aku turun menuju ruang makan. Ini belum masuk jam makan malam, makanya tak ada apa apa di meja makan. Ku langkahkan kaki menuju dapur, beberapa asisten yang bekerja disini menyadari keberadaanku. "Cari apa non?" Tanya bi Santi. "Hhmm ada makanan yang bisa Rain makan gak, bi? Rain laper banget" sambil aku tersenyum padanya. "Non tunggu saja di meja makan, sekarang bibi siapkan makanannya". "Makasih ya bi"Tak berapa lama aku duduk di meja makan, Bi Santi membawa dua piring makanan dan . "Wah, baunya enak banget, makasih ya bi"."Non Rain kayak apa aja, ini kan
"Rain?!" Aku menoleh ke belakang, Sekertaris mas Raka yang aku ingat namanya "Mas Rendy?". Mas Raka memperkenalkan kami satu sama lain ketika aku di ajak mas Raka ke kantornya dulu. "Kamu ngapain kesini Rain? Mau ketemu Raka?" Tanya-nya yang membuat aku langsung menganggukan kepala. Dengan kode mas Rendy menyuruh dua security untuk melepaskan tanganku yang tadi di tarik mereka. Dengan cepat aku berlari kearah mas Rendy. "Aku ada urusan di luar, Kamu naik saja di lift ini" mas Rendy mengantarku pada lift khusus, di atas pintu lift tertulis 'CEO only' eh... aku tak yakin boleh memakai lift ini. "Apa gak pa- pa aku pake lift ini mas?" Tanyaku dengan raut wajah tak yakin. "Masuk aja Rain, kemudian tekan lantai paling atas. Kamu mas ingatkan ruangan Raka?" Aku harus mempercepat langkahku , sebelum para bodyguard yang lebih dulu menemukanku sebelum Aku menemukan mas Raka. "Rain masih ingat, Thanks ya mas Rendy. Hati hati di jalan" Aku segera menutup pintu lif
Suara detak jantuk dari patient monitor terdengar pertama kali di indraku. Aku yakin berada di Rumah Sakit dari bau yang menyeruak ke indra penciumanku juga warna ruangan yang dominan putih ini."Rain? Apa sudah bangun?" Ku lihat Papa bertanya menatapku di sampingnya ada Eyang juga. Ingin rasanyamenjawab namun tiba tiba rasa sakit menyerang kepalaku. Refleks ku pegang kepalaku. Aku yakin kain yang melilit din kepala ini adalah perban.Seorang dokter dan suster datang mendekati ku. Mereka memeriksa mata dan juga tubuhku. Kemudian Dokter mereka mengobrol dengan Papa dan juga Eyang."Jika ada yang sakit atau tidak nyaman bilang saja ya?" Itu yang di ucapkan Dokter sebelum keluar ruangan. Aku hanya memberikan anggukan sebagai jawaban."Pa.... Rain kenapa?" Papa mengernyitkan dahi menatapku. "Kamu gak gak pa pa kok Rain. Apa ada yang sakit?" aku mencoba mengumpulkan tenaga unuk berbicara."Pa, Apa Rain tidak waras atau sakit jiwa?" suaraku semakin lirih
Hari ini Papa menyuruh mas Raka datang menemuiku. Alasanku ingin bertemu mas Raka karena ingin meminta maaf tentang kejadian di taman hiburan dan aku datang ke kantornya hingga terjadi kecelakaan, Karena aku tak mungkin keluar jadilah mas Raka yang datang ke rumah sakit. Sekitar jam sepuluh siang mas Raka datang. "Hai... Rain" sapa mas Raka sambil mengangkat tangan. Terlihat kaku saat mas Raka mengucapkan sambil memandang ke arahku juga ke arah Papa yang duduk di sofa sedang menontoh tv. Tadi mas Raka memasuki kamarku bareng Papa. Entah kebetulan atau Papa berbicara dulu dengan mas Raka. Ku lihat bibir mas Raka terluka dan sedikit memar yang masih tertinggal di wajah putihnya. "Pa... Papa gak maksud mau jadi pengawas Rain kan? Rain mau ngobrol berdua sama mas Raka doang loh Pa? boleh kan? Rain gak akan kabur kok" Aku menoleh ke Papaku yang seakan tak peduli dengan ucapanku. di anggap angin lalu atau radio rusak aku ini. "Pa.... please. bentar doang kok"
Apa yang akan kamu lakukan jika apa yang kamu alami selama ini ternyata tak semuanya benar tapi hanya khayalan bahkan imajinasi yang tercipta oleh traumamu? Seperti Fata morgana yang bersifat khayal atau tak mungkin tercapai.Papa dan Eyang kekeh mengatakan aku baik baik saja. Hingga aku sendiri mengatakan ingin beristirahat dari kekacauan yang aku ciptakan dan menghilang untuk selamanya jika mereka tak membantu dan mendukung dalam kesembuhan penyakit mental yang aku alami.Mas Raka menemuiku beberapa kali ketika aku di rawat di rumah sakit. Aku tak ingin berpamitan pada mas Raka secara langsung. Jujur berat rasanya mengatakan perpisahan secara langsung padanya. Aku tak mau terlihat cengeng di depannya. Aku ingin menjadi perempuan yang lebih baik untuk ku sendiri ataupun orang di sekitarku.Meski Papa tak pernah memberikan sikap baik pada mas Raka setiap menjengukku, mas Raka tak surut sedikit pun. Bahkan Papa pernah menampar pipi mas Raka, Tapi ia m
Saat awal aku harus memeriksakan diri ke Dokter, Aku masih duduk di kelas IX. Diagnosa mengalami BPD yang aku tak paham itu apa. Semakin di perparah dengan aku yang pernah mengalami penculikan. Hingga aku menjadi PTSD.Papa dan Eyang yang tidak terlalu peduli padaku, memicu gangguan yang aku alami di usia yang belia. Belum sembuh aku dari gangguan 'Borderline', Trauma penculikan membuatku semakin parah.Hayalanku bertemu Mama, menciptakan pertemanan dengan Rara adalah 'side effect' yang aku tunjukkan. Karena takut semakin parah, Eyang membawaku ke psikiater mengobati dengan cara menghipnotis agar aku bisa melupakan semua kejadian yang pernah aku alami untuk mengurangi tindak 'aneh'ku yang lain.Yang sayangnya meski Eyang mencoba menghapus ingatanku yang menyebabkan aku trauma, semua sia sia. Membuat ingatanku tumpang tindih, aku semakin tidak bisa membedakan mana yang khayalan, ilusi, atau nyata. Dokter pernah menyarankan keluargaku untuk membawaku berobat secar
Reno menepati janjinya itu. Yang mana dia akan menemui ku di sini meski dia repot sebagai mahasiswa lagi. Ternyata Reno cuti kuliah dan bukan sepertiku yang cuma menyandang gelar calon mahasiswa. Aku masih tak pernah menghubungi mas Raka, begitu pun Papa yang tak pernah memberi tahukan di mana keberadaanku. Ini bulan ketiga setelah aku di tinggal pulang oleh Reno. Seperti pagi ini dia sudah nyengir kuda saat mengunjungi ku. "Kenapa pagi pagi udah senyum gak jelas aja? Kangen akut ya sama aku?" Tanya ku sambil tersenyum yang ikut tertular dari Reno. "Ih... geer bener kamu. mana ada aku kangen ama kamu. Yang ada tu kamu yang kangen tingkat dewa sama aku" Reno membalas sambil memberikanku paper bag. "Apa ni?" Tanyaku penasaran. "Makanan dari Mami, takutnya kamu makin kurus di sini sendirian tanpa aku. Makanya sengaja aku minta Mami buatin makanan buat kamu" Aku langsung membuka isi paper bag, aroma harum masakan Tante Susan langsung m