Seindah apapun hari mereka nyatanya Tara tetap harus segera kembali bekerja. Artinya mereka mesti berpisah dulu dan mungkin memang akan sering berpisah lagi kedepannya karena kondisinya memang Erica juga punya pekerjaan dan tidak mungkin selalu bisa mengikuti Tara. Rencananya bulan depan Tara baru akan kembali sekalian menjemput Erica untuk ia ajak pulang bertemu ibunya di kampung dengan status sebagai istri. Sebenarnya Tara ingin langsung mengajaknya sekarang tapi Erica belum bisa mengambil cuti, apalagi proyek pengerjaan rumah sakitnya juga akan segera dimulai.
Erica mengantar Tara ke bandara dan baru tahu ternyata rasanya seperti ini ketika sangat tidak ingin berpisah dengan seseorang. Tara kembali memeluk Erica sekali lagi sebelum masuk ke pintu keberangkatan.
Rasanya benar-benar tidak rela karena mereka baru seminggu menikah
Erica baru terbangun ketika ingat untuk segera memeriksa ponselnya yang masih berdiri tegak di atas nakas. Buru-buru dia memeriksa daftar pesan masuk.[Kau membuatku ingin melakukan banyak hal terhadapmu]Hanya itu tulisan singkat Tara di dalam pesannya yang baru Erica baca pagi harinya meskipun Tara sudah mengirimnya sejak semalam.[Jangan coba menakut-nakutiku!] balas Eric sebelum buru-buru turun dari ranjang untuk bergegas ke kamar mandi karena sudah kesiangan.Cepat-cepat dia mandi karena masih harus menyelesaikan proposal untuk rumah sakit dan yayasan yang sejak kemarin belum terpegang sama sekali.Begitu keluar dari kamar mandi Erica segera kembali memeriksa pesannya.
Tara masih duduk di dermaga menikmati secangkir kopi dan gorengan pisang menu sarapan paginya sambil menunggu kapal motor yang menjemputnya untuk pergi ke keramba. Tara akan selalu datang sendiri untuk melihat ke lokasi keramba minimal seminggu sekali karena sekarang dia juga sudah semakin sibuk mengurus pemasaran. Tara memiliki banyak teman dan pergaulan di dunia perdagangan bahkan untuk ekspor dari para rekan-rekan lamanya di pabrik haji Sofyan. Keramba binaannya sekarang semakin banyak karena itu dirinya harus siap dengan target ekspor akhir tahun ini.Udara masih sangat dingin tapi semua penghuni dermaga juga sudah sibuk beraktifitas seperti sudah punya kulit yang tak tertembus cuaca panas atau pun hujan. Seorang nelayan tua yang sudak tidak asing bagi Tara ikut duduk menghampirinya."Bagaimana kabar pamanmu?"Itu adalah pertanyaan pertama yang selalu ditanyakan pria tua berkumis tebal itu setiap kali bertemu Tara di manapun. Kadang pamannya juga
Walaupun mereka sudah bercinta berulang kali sepanjang malam tapi pipi Erica masih saja merona tiap kali melihat Tara yang bisa sangat tidak senonoh langsung keluar dari kamar mandi begitu saja tanpa memakai apa-apa."Tara aku sudah berpakaian rapi dan harus segera berangkat bekerja kau mau apa? " Erica langsung waspada bergitu pria itu berjalan mendekatinya."Sebentar saja, ayolah.... " Tara tetap mendekati Erica yang sedang duduk di ujung ranjang sambil memakai kaus kaki."Aku datang jauh-jauh kemari dan kau akan meninggalkanku untuk bekerja seharian.""Aku akan pulang cepat."Erica mendongak dan tepat di situ Tara sudah begitu mencuat menginginkannya. Walaupun mereka sudah s
Walaupun sudah tiba sejak kemarin, baru malam ini Tara berkunjung ke rumah mertuanya. Mereka sedang makan malam dan Erica membahas kondisi kehamilan Jemy yang berkembang pesat. Terakhir Adam mengabarkan jika Jemy sudah mulai kerepotan untuk duduk dengan perut besarnya, tapi Jemy tetap bersikeras untuk tinggal di pulau sampai bulan depan walaupun Erica sudah memperingatkan agar mereka segera pulang. Kadang Jemy memang keras kepala dan mereka semua paham dengan sifatnya yang satu itu.Sejauh ini Jemy juga belum mengetahui perihal pernikahan Erica dengan Tara, karena Adam bisa sangat keras jika menyangkut apa-apa yang berpotensi mengganggu kehamilan istrinya. Tidak ada yang boleh memberi berita macam-macam kepada Jemy, bahkan saat Erica harus masuk kedalam buih pun Jemy tidak boleh diberi tahu. Jemy juga belum Tahu jika Mina sudah tiada. Karen itu sepertinya nanti akan ada begitu banyak PR
Sama sekali bukan kemauan Tara untuk selalu berjauhan seperti ini dan meninggalkan wanitanya sendirian. Tara masih membelai pipi Erica dengan netra birunya yang nanar karena tidak mau berpisah. Sehebat apapun dirinya, Erica merasa bisa jadi tidak kalah rewel dari anak-anak jika dalam kondisi seperti ini. Erica juga bisa takut, takut akan banyak hal.Sungguh Tara juga ingin membawa wanita itu bersamanya andai bisa."Maafkan aku karena seharusnya aku membuatmu bahagia, bukannya malah sedih seperti ini." Tara memeluk Erica sekali lagi. "Aku akan segera pulang untukmu."Erica cuma mengangguk dan rasanya sangat menyakitkan bagi Tara apalagi dia juga masih tidak tahu harus berapa kali lagi seperti ini. Tara tidak ingin terlalu banyak berjanji, dia hanya ingin segara layak untuk bisa me
Semua tamu undangan sudah berkumpul di sebuah ballroom mewah lengkap dengan layar super lebar di samping meja podium tempat kali ini Erica sedang berdiri untuk memberikan sambutan dan ucapan terima kasih kepada para undangan yang mau hadir di acara amalnya. Semua yang hadir malam itu adalah masyarakat kalangan kelas atas, mulai dari pengusaha, politikus dan pejabat.Erica terlihat sangat cantik dengan gaun biru metalik berleher V. Cantik dengan kombinasi yang menyenangkan karena kepandaiannya komunikasinya untuk berinteraksi dengan para donatur yang hadir di acara tersebut. Setelah dia menjelaskan beberapa rencana pembangunan rumah sakit dan pengembangan yayasan mereka, Erica juga mempersilahkan para donatur untuk bertanya dan memberikan masukan untuk semua program mereka yang barusan sudah Erica presentasikan di depan layar lebar.Dari tadi sebenarnya Nicola tidak bisa fokus pada projek yang sedang dijabarkan oleh Erica karena dia cuma fokus pada Erica yan
Erica kembali di kejutkan oleh suara ponselnya yang tiba-tiba berdering. Buru-buru dia mencari benda itu ke dalam tasnya yang ada di atas nakas dan ternyata telepon dari Tara. Walau masih belum siap dan takut untuk sekedar bicara di telepon tapi Erica tetap harus mengangkat panggilannya."Akhirnya kau angkat juga teleponmu." Sepertinya Tara agak kesal."Maaf,aku baru bangun," jujur Erica yang memang belum menemukan ide apapun untuk berbohong. Erica hanya bersyukur karena cuma panggilan suara bukan panggilan video."Apa kau sakit?" Tara langsung terdengar khawatir."Tidak aku hanya lelah.""Aku meneleponmu sejak semalam.""Sepertinya aku langsung tertidur setelah dari acara amal.""Jangan lupa jaga kesehatanmu, akhir bulan ini aku baru bisa pulang."Seharusnya Erica senang mendengar suaminya akan pulang tapi entah kenapa sepertinya dia malah takut seperti ini."Aku merindukanmu," tanbah Tara, "sangat merinduka
Erica masih belum bisa ikut pulang bersama Tara karena minggu ini Adam dan Jemy akan datang."Sebenarnya aku juga ingin bertemu Jemy tapi aku takut Adam masih tidak suka melihatku.""Dia memang agak berlebihan, kudoakan semoga nanti anak mereka jadi mirip denganmu biar Adam tambah kesal.""Semoga persalinannya lancar, sampaikan saja salamku untuknya.""Pasti." Erika memeluk Tara sebentar sebelum membiarkan pria itu masuk ke pintu keberangkatan dan kembali melambai dengan berat karena tidak rela untuk berpisah.Erica juga masih belum tahu sampai kapan mereka harus terus berpisah seperti ini. Kadang dia juga takut, takut dengan banyak hal yang bisa membuat pria itu tidak akan kembali p