Setelah Tara keluar dari kamar nyonya Marisa, Nick segera bergantian untuk masuk tanpa menghiraukan Tara sama sekali. Tara juga langsung menghampiri Erica dan menggenggam tangan istrinya tanpa mau ambil pusing dengan kekesalan Nicola.
"Nyonya Marisa ingin bertemu ibuku," kata Tara dan pastinya Erica juga semakin terkejut.
"Kenapa bibi Marisa ingin bertemu ibu? "
"Aku juga tidak tahu, " jawab Tara sambil menggeleng polos dan mengedikkan bahunya dengan acuh.
Sebenarnya tadi Tara hanya merasa prihatin melihat kondisinya dan akhirnya mengangguk setuju.
"Aku harus memastikan kondisinya dulu apa mungkin untuk bisa dibawa dalam perjalanan jauh."
Tara tidak berkomentar karena dia memang cuma masih bingung dengan semua yang mendadak jadi serba aneh dan benar-benar tidak habis pikir dengan semua ini.
"Kita tunggu dulu perkembangannya beberapa hari lagi, " saran Erica dan Tara juga asal setuju.
Setelah kondisi nyonya Marisa dinyatakan sta
Dua puluh delapan tahun yang lalu di sore hari yang sedang gerimis seorang wanita muda sudah berniat untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan melompat ke dermaga. Dia sudah sangat putus asa, hidup tanpa pegangan, hingga mati rasanya akan jauh lebih baik baginya.Menjelang rembang petang kondisi dermaga juga sedang sepi karena biasanya para nelayan sudah pada pulang dan menutup pintu rumah mereka masing-masing. Tanpa berpikir lagi ia langsung melangkah dan menjeburkan diri ke dalam air yang mulai nampak gelap pekat dan bergolak.Seorang nelayan yang ketika itu kebetulan belum pulang karena masih menggulung jaring ikan mendengar suara sesuatu yang terjebur ke air dan langsung ikut melompat untuk berenang begitu tahu jika yang terjebut itu adalah manusia. Seorang wanita yang bahkan tidak bisa berenang.
Tara cuma langsung menatap Erica yang sedari tadi menggenggam tangan dinginnya dengan perasaan cemas. Sebenarnya Tara juga tidak tahu harus protes atau marah pada siapa karena mereka sendiri juga mengalaminya dan pasti dia juga tidak akan bisa menyalahkan apa pun tindakan yang diambil Erica jika saja dirinya yang menyerah untuk memperjuangkannya.Tara hanya langsung memeluk Erica dan sadar jika wanita itu telah mengorbankan segalanya untuk memilih bersamanya. Dan memang hanya itu yang terpenting untuk Tara sekarang, tanpa ingin menoleh lagi ke belakang."Tidak akan ada yang berubah, karena semua ini memang tidak akan mengubah apapun!" tegas Tara ketika memeluk erat Erica hingga bibirnya berdesis kaku karena Tara yakin apapun itu tidak akan sedikit pun mengubah jati dirinya.Tante
Memasuki bulan ke tujuh kandungan Erica terlihat semakin besar. Tara tetap bersikeras untuk menikahinya lagi di depan semua orang. Tara ingin semua orang tahu jika mereka sudah menikah dan wanita itu adalah miliknya seutuhnya. Ia sengaja mengadakan pesta tersebut di kampung halamannya karena Tara merasa di sanalah orang -orang yang ia kenal tinggal dan dia ingin ikut berbagi kebahagiaannya dengan mereka semua. Selain Jemy dan Adam, Eric dan Emy juga datang bersama Sky dan putra kedua mereka yang baru berusia satu tahun. Ini adalah kali pertama Emy mengajak Eric dan anak-anaknya pulang ke kampung halamannya. Caroline dan Aldi juga ikut datang dari Bali.Haji Sofyan yang terlihat semakin sehat juga hadir untuk menyaksikan pernikahan mereka. Sebenarnya Tara dan Erica juga mengundang nyonya Marisa tapi sepertinya dia tidak bisa datang. Tara mengadakan pestanya di depan halaman rumah ya
"Oh, Erica! lihat perbuatan suamimu!" pekik ibunya seketika membekap mulutnya sendiri karena syok.Kebetulan mereka sedang duduk satu meja bersama Jemy, Adam, dan serta ayahnya. Jemy sempat tersendak air mineral dari sedotan, sementara Adam sepertinya justru cuma ikut ngilu membayangkan rahang sepupunya yang mungkin sudah retak.Ibu Eric langsung menghampiri Nico yang sudah sempat mendapat pukulan beberapa kali sampai sudut bibirnya berdarah.Sebenarnya Erica juga kurang setuju dengan tindakan Tara, tapi karena yang dia pukul Nico, Erica sengaja membiarkannya saja. Erica cuma menarik lengan Tara untuk dia ajak duduk lagi."Sebaiknya kau pergi dulu! " kata Erica pada Nick yang sudah digandeng ibunya.
"Aku tidak pernah bermaksud ingin mempermalukanmu dengan sifat keras kepalaku. Sejak dulu aku hanya ingin memulai usahaku sendiri, doakan saja semuanya berhasil dan kuharap kau tidak malu memiliki suami pedagang ikan keras kepala sepertiku." Tara masih menggenggam tangan Erica menunggu sampai wanita itu mengangguk."Sudah ribuan kali kukatakan aku ingin melaluinya bersamamu tak perduli kau putra siapa."Dari sejak notaris nyonya Marisa meninggalkan tumpukan berkas itu di meja Tara, Tara sama sekali tidak tertarik untuk sekedar mengintip atau membacanya. Justru Erica yang beberapa hari ini merasa tidak tenang sampai akhirnya membuka-buka lampiran berkas tersebut dan meneliti bunyi poin dalam salina wasiat nyonya Marisa."Tara sebaiknya kau temui beliau," saran Erica yang bahakan b
"Apa kau akan segera pulang?" tanya nyonya Marisa yang ternyata masih berat untuk melepas putranya. "Tolong tinggallah dulu malam ini."Tara mengangguk karena sepertinya dia juga baru bisa pulang besok."Andai kau bisa tinggal.""Maaf, aku tidak bisa,Bu. Tapi jika ibu mau tinggal bersamaku aku tidak pernah keberatan."Kali ini nyonya Marisa yang menggeleng pelan.Tara tidak bertanya lagi tapi sepertinya dia tahu apa yang dipikirkan ibunya."Istirahatlah dulu, Bu. Aku tidak akan ke mana-mana dan aku janji nanti aku dan Erica akan lebih sering mengunjungi, Ibu."Nyonya Marisa mengiku
Sementara abahnya masih bicara dengan nyonya Marisa, Larisa menunggu di luar bersama Tara dan tak berapa lama tiba-tiba Nicola datang. Seketika Larisa langsung berpaling pada kakak laki-lakinya.Nick meletakkan kotak yang ia bawa di atas meja tepat di depan Tara. "Berikan kepada perawatnya, itu semua obat untuk ibumu.""Kami akan membawanya," kata Tara ketika mendongak pada Nick dengan rahang berkedut."Apa maksudmu?" heran Nicola yang masih berdiri di depan Tara yang masih saja menatapnya dingin."Aku akan mengajak ibu pulang bersamaku.""Apa kau serius sudah memikirkan semua resikonya dengan membawa ibumu?" Nick sepertinya tidak setuju karena melihat kondisi nyonya Marisa.
SURVIVAL LOVE 3 Langit mulai gelap sepertinya akan kembali turun hujan, Tiva masih berdiri di trotoar menunggu Rio yang mengambil motor di parkiran. Rencananya mereka akan pergi dulu ke acara ulang tahun salah seorang teman Rio di kafe tak jauh dari kampus mereka, tapi tiba-tiba ponsel Tiva berbunyi dan muncul nama abangnya. "Ya, Bang." "Buruan pulang, Abang mau pergi." "Aku mau ke rumah teman dulu, Bang." "Sudah cepat pulang, anak perempuan jangan keluyuran!"