LOGIN"Bungkus ... bungkus... bungkus aku dong...!" Lucky.Jika benci saja bisa berakhir menjadi cinta, lalu apa yang tidak mungkin dengan Lucky dan Susan.Mereka hanya berasal dari dua orang yang tidak saling mengenal, lalu terikat oleh sebuah perjanjian pernikahan. Tidak ada benci, tidak ada dendam diantara mereka, maka hal yang sangat mungkin perasaan indah itu akan lebih mudah tumbuh terlebih lagi kedua belah pihak sama-sama saling membutuhkan. Lucky membutuhkan Susan untuk menenangkan kedua orang tuanya, sementara Susan membutuhkan Lucky untuk menyokong pendidikannya, dan jangan salah jika pada akhirnya mereka terbuai pada rasa yang tidak pernah mereka rencanakan ada.Hingga akhirnya kini Lucky benar-benar tenggelam dalam liang kenikmatan Susan, membenamkan seluruh rasa yang perlahan dia nikmati , meski jelas Susan terlihat menggigit bibirnya sendiri untuk melawan rasa tidak nyaman yang perlahan terasa sakit, tapi tidak sesakit yang dia pikirkan sebelumnya.Keringat sudah membasahi tu
Emosi yang begitu berkecamuk dalam dada, rasa sesak , rasa ingin menghakimi, rasa ingin mengumpat seketika hilang tergantikan rasa lembut berbalut gairah.Iya, amarah Lucky terasa siap untuk meledak hanya perkara Susan kembali tidak bisa di kendalikan. Namun sepertinya kali ini Lucky punya senjata untuk membungkam mulut cerewet Susan yang selalu punya kata untuk mendebat sebuah ucapan Lucky. Ayahnya. Iya... Sepertinya mulai sekarang Lucky akan menggunakan ayah Susan untuk membuat Susan jinak, karena makin kesini, Lucky semakin memahami jika sebenarnya selain butuh hadiah untuk membuat Susan tunduk, Lucky juga akan menjadikan ayah Susan sebagai senjata untuk menaklukkan Susan yang kadang polosnya kebangetan, dan lihat saja... Hanya karena Lucky mengatakan ingin menghubungi ayah Susan, lalu mengeluhkan sikap Susan yang suka membantah, Susan sudah langsung panik, dan saking paniknya, Susan bahkan berubah menjadi sangat manis dan agresif.Lucky suka Susan yang seperti ini, meski terkesan
Susan memang benar-benar keterlaluan, jadi wajar Lucky semakin murka padanya."Jangan coba-coba menghindar dari kesalahan yang sudah kamu lakukan, Susan. Bukan kah aku sudah mengatakan jika kamu harus tau batasan kamu, Susan!" tekan Lucky, dan Susan langsung terlihat menelan salivanya sendiri. "Apaan dah. Pergi nongkrong gak jelas. Bukankah kau mengatakan ingin fokus sama kuliah kamu, tapi yang aku lihat, kamu mulai bergaul dengan sembarang orang!" sambung Lucky.Susan semakin kesulitan mendapatkan oksigen untuk mengisi paru-parunya, jarak Lucky yang terlalu dekat dan tengah mengintimasinya membuat Susan kesulitan mengelak dari amarah laki-laki itu, terlebih lagi Susan tahu jika dirinya salah."Apa aku perlu mengulang kalimat aku yang kemarin , Susan? Jika jam pulang kampus kamu harus pulang, dan jika kamu ingin pergi ke suatu tempat, kamu harus pergi sama sopir atau Bibi. Apa itu saja tidak bisa kamu pahami, Susan!" Sarkas Lucky mengulang kalimat yang sebelumnya dan sebelumnya lagi
Dari jam dua belas siang Lucky menahan amarahnya pada Susan, dan saat Susan hampir di depan matanya, wanita mini itu justru tak kunjung ke kamarnya.Entah apa yang Susan lakukan di lantai bawah, rasanya tidak mungkin jika Susan makan dulu sebelum kembali ke kamar mereka, kan sebelumnya Susan habis pergi makan-makan sama teman-teman, dan karena penasaran, Lucky akhirnya tidak bisa terus menunggu di kamar, dan harus secepatnya menuntut penjelasan pasti dari Susan. Lucky kembali menghela nafas , kesal , karena sepertinya Susan benar-benar ingin menantang kesabarannya, tapi percayalah... Lucky sudah kehabisan rasa sabar dari tadi siang. Hingga akhirnya Lucky kembali bangkit dari duduknya , dan bersiap menyusul Susan di luar, karena sepertinya wanita mini yang belakangan Lucky juluki telur Kinder-Joy itu semakin terang-terangan menguji kesabarannya. Namun baru saja Lucky menampakkan kakinya di lantai terbawah rumah itu, saat tiba-tiba Susan langsung mengejutkannya dengan sapaan ceria ta
Lucky benar-benar menghubungi pak Udin, dan meminta pak Udin untuk segera menjemput Susan, karena sungguh Susan semakin kesini semakin berani mendebatnya , bahkan mulai tidak mau mendengar perintahnya. "Susan... Kamu benar-benar ya. Sepertinya kamu harus di beri pelajaran agar taat aturan!" Lucky mendengkus sendiri seraya meremas kertas hanya untuk melampiaskan kekesalannya. Sementara di tempat lain. Susan baru mengatakan jika dia akan langsung pulang begitu dia selesai dengan makan siangnya, akan tetapi kalimat Susan belum sepenuhnya selesai saat tiba-tiba ponselnya justru mati karena kehabisan daya, dan secara tidak langsung Susan juga tidak mendengar ucapan Lucky yang terakhir. "Ooh my God. Kenapa pake mati pula sih. Padahal kan pagi tadi udah di cas!" ucap Susan berbicara sendiri. Dia lantas menatap layar ponselnya yang sudah padam dan Susan mencoba menggoyang-goyangkannya kemudian mencoba memaksa ponsel itu untuk kembali hidup, akan tetapi gagal. Ponsel itu benar-benar kehab
Lucky merasa tidak terima ketika Roni mengatakan jika mungkin saja Lucky justru terpesona atau mungkin kesulitan mengimbangi perasaannya terhadap wanita kampung yang kini menjabat sebagai istrinya, wanita berbadan mini yang tentu saja terlalu kontras dengan Lucky yang tingginya seratus delapan puluh tujuh. Sangat jauh untuk kategori tinggi normal laki-laki Indonesia. Bagaimana Roni tidak akan berpikir demikian, sepanjang meeting itu digelar, Lucky seperti tidak berada di tempatnya dan Lucky terus saja tersenyum tidak jelas , bahkan ketika Nona Miranda mempresentasikan skema pembagian hasil dari proyek yang rencananya akan diberikan pada perusahaan Lucky, Lucky justru terlihat seperti orang kasmaran, bahkan tadi Roni mendengar dengan sangat jelas ketika Lucky menyebut nama Susan dengan senyum yang tentu saja terlihat sangat menggelikan untuk Roni. Namun lihatlah, ketika Roni memberikan sarkasme atas perasaan Lucky terhadap istri mininya, Lucky justru keberatan."No. Stop pikiran tidak







