Home / Fantasi / SUSUK JARUM EMAS / Pasang Susuk Emas Di Wajah

Share

Pasang Susuk Emas Di Wajah

Author: Erwin Fathar
last update Last Updated: 2022-02-11 13:17:52

"Sudah makannya? Aku pesan taksinya sekarang, bagaimana," tanya Fani.

"Boleh, aku bayar dulu, ya. Sekalian membeli minum untuk di jalan," aku bangun dan membayarnya.

"Bentar lagi taksi datang Say, kebetulan sedang dekat sini, yuk ke depan," ucap Fani berdiri dan membersihkan mulutnya dengan tissue.

"Yuk, sudah aku bayar semua," aku melangkah dan dan disusul Fani berjalan.

"Bu, saya sudah di titik jemputan," pesan dari Supir Online.

"Tunggu ya, Pak," gegas Fani dan mengajak Siska menuju mobil.

Langkah cepat menghampiri mobil itu.

"Bapak Jajang, ya," tanya Fani memastikan nama Supir.

"Iya Bu, dengan Bu Fani, ya, silahkan masuk Bu," Supir mempersilahkan.

"Selamat menjelang siang Bu," sambut Supir.

"Siang Pak, langsung berangkat Pak," ujar Fani.

"Siap Bu, sesuai titik tujuan, ya,"

 Supir memastikan.

"Iya, Pak."

 

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Menyusuri keramaian Ibu Kota, melewati tikungan tanjakan dan turunan. 

 

****

Sampai di tempat tujuan sebuah rumah lumayan mewah yang terkenal dengan sebutan Mbah Susuk. Mbah yang sudah biasa memasang susuk kepada pasiennya dan kebanyakan wanita.

 

"Permisi Mbah, Creng ... Creng ... Creng."

 

 

Fani memberi salam dan menggedur besi pagar rumah Mbah Susuk.

 

 

Keluar seorang Lelaki tua melangkah menuju pagar dan membukakannya.

 

 

"Mari masuk," ajak Mbah.

 

 

"Iya Mbah," Fani menggandeng Siska supaya masuk.

 

 

Sepertinya Indah ketakutan ragu melangkah, makanya Fani menggandengnya.

 

Mereka berdua duduk.

 

"Jadi yang mau memasang susuk sendiri atau berdua? Mau susuk jenis apa?" Tanya Mbah.

 

 

"Kami berdua yang mau masang Mbah, susuknya yang paling bagus Mbah," cetus Fani.

 

 

"Sebentar, Mbah ambil dulu."

 

 

Mbah yang berwajah horor berdiri dan mengambil susuk yang paling bagus.

 

 

"Nah, ini susuk yang paling dahsyat, namanya susuk jarum emas, pasangnya di wajah," Mbah menjelaskan.

 

 

"Harganya lebih mahal dari yang biasa, bagaimana? Mau yang ini atau yang biasa saja," Mbah memberikan pilihan.

 

 

Fani mencolek serta menatap Siska dan memberi kode kepada Siska agar berbicara.

 

 

"Emm ... Ya sudah Mbah, susuk jarum emas saja yang penting paling bagus ya, Mbah, masalah harga tidak masalah," Siska berbicara dan sudah menentukan pilihannya.

 

 

 

"Sebentar Mbah ritual dulu," mengambil susuk itu kemudian membakar kemenyan dan mengucapkan mantra.

 

 

Bacaan mantranya berbahasa yang sulit dimengerti dan artinya kira-kira seperti ini.

"Tik tik tik, yang jelek jadi cantik dan yang cantik tambah cantik."

"Cang cing cung, yang mengacung cantik, yang membaca cantik dan yang komentar cantik-cantik."

"Tang ting tung, beruntung."

 

 

"Ok, sekarang kalian tiduran, susuk ini akan Mbah masukkan ke dalam wajah kalian," pinta Mbah.

 

 

"Sa ... Sakit gak Mbah?" Aku bertanya.

 

 

"Iya Mbah, sakit gak?" Fani juga menanyakan.

 

 

"Gak kok, tenang saja, udah pejamkan mata kalian," Mbah memulai mengambil susuk yang sudah diberi ajian mantra.

 

 

Lanjut tangannya bergerak ke arah pipi Fani terlebih dahulu. Fani menaikkan pipinya karena takut.

 

 

"Jangan tegang pipinya, santai saja." Mbah kembali mengingatkan.

 

Fani menurutinya dan ....

 

 

Sret ....

 

Susuk telah masuk perlahan, selesai Fani lanjut sekarang memasukkan susuk ke pipi Siska. 

 

Pipi Siska juga sama seperti tegang ketakutan.

 

"Santai dan tenang, ya," ucap Mbah kepada Siska.

 

 

Susuk telah masuk juga ke dalam pipi Siska.

 

 

"Nah sudah, gak sakitkan?" Tanya Mbah sesudahnya.

 

 

Mereka berdua membuka mata dan berkata,

 

 

"Iya Mbah, gak sakit, cuma berasa ada yang jalan masuk ke dalam." Fani yang menjawab.

 

 

Siska mengangguk dan menatap Fani merasakan hal yang sama.

 

 

Mereka duduk kembali dan Mbah memberikan minuman, kemudian Mbah membicarakan mengenai pantangan yang harus dihindari dan perihal lainnya yang bersifat rahasia.

 

 

Mbah juga mengatakan setelah beberapa hari ke depan paling lama, wajah kalian akan terlihat bersinar bercahaya dan glowing tanpa skincare.

 

 

Mereka tidak menanyakan gimana melepas susuknya tersebut dan Mbah juga tidak memberi tahu. Karena hati mereka sudah merasa senang dan yakin sesudah ini akan ada perubahan hingga mereka lupa menanyakan hal itu.

 

 

"Ini Mbah uang pembayarannya."

 

Fani dan Siska mengeluarkan uang. 

 

 

"Ingat ya, akan pantangannya tadi."

 

Cetus Mbah memperingatkan kembali.

 

 

"Ya sudah Mbah, kami pamit pulang."

 

 

Mereka berdua beranjak dari duduknya dan berjalan melangkah keluar. Kemudian Fani memesan lagi taksi.

 

 

Menunggu taksi menjauh dari rumah Mbah, 

 

 

"Fan, berasa banget tadi, ya, jarum itu masuk seperti berjalan gitu," aku mengatakan perlahan.

 

 

'iya, gue juga ngerasain gitu, tadi."

 

 

Tidak lama kemudian taksi menjemputnya dan mereka masuk dan kembali pulang ke kosnya Siska.

 

 

Sampai di kos Siska, Fani menumpang untuk beristirahat dulu.

 

Mereka berdua lelah dan tertidur.

 

 

****

 

Bangun tidur pada sore hari, bersiap-siap untuk berangkat kerja. 

 

 

Siska berjalan menuju cermin penasaran ingin melihat wajahnya.

 

 

"Hemmm ... Sedikit terlihat, sepertinya aku berbeda, ya." Ungkapnya dalam hati dan kembali ke tempat tidur.

 

 

"Fan! Cova deh lo ke cermin dan lihat wajah lo, " aku menyuruhnya.

 

 

"Kenapa Say," tanya Fani penasaran.

 

Lekas berdiri dan menghampiri cermin.

 

 

"Iya sih, cepat ya, sudah sedikit gue lihat ada perbedaan."

 

 

Siska mengusap-usap wajahnya perlahan.

 

 

"Udah, gue numpang mandi, ya," Fani meninggalkan cermin betapa senangnya dia.

 

 

Sika juga merasakan hal yang sama, senang dan merasa lebih percaya diri lagi.

 

 

Mereka bersiap-siap dan Fani tidak pulang lagi ke kosnya, setelah dari kos Siska langsung berangkat ke tempat kerja.

 

 

"Semoga rame ya, Fan. Weekand soalnya," celotehku berharap ramai malam ini.

 

 

"Iya Say, semoga ramai."

 

 

Sambil berjalan mereka mengobrol sembari mencari makan terlebih dahulu sebelum masuk kerja.

 

 

Rumah makan langganannya itu di dekat tempat kerjanya, kemudian masuk dan Siska memesan makan terlebih dahulu.

 

 

"Bu, saya makan dong," aku mulai memesan.

 

 

"Wah, Siska seger banget wajahnya hari ini, habis gajian ya, haaa." Canda Ibu warung langganannya.

 

 

"Ah Ibu, bisa saja, masa sih wajah saya segar hari ini, emangnya kemarin-kemarin gimana, Bu, kucel ya?" Aku penasaran.

 

 

"Ya kucel sih, ga. Hanya beda aja, Ibu melihatnya hari ini," Ibu itu mengulanginya.

 

 

Bersambung.

 

 

****

 

Simak terus dan berlangganan, ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUSUK JARUM EMAS   Rumah Kosku Menjadi Horor

    Memanjakan diri, menikmati hidup duniawi dengan merabat tubuh, berbaring pada sebuah ruangan, aroma terapi yang aku hirup membuatku terhempas pada segemgam rasa. Pijatan lembut kaki dan seluruh badanku merenggut kewarasanku. Aku dibuatnya mengantuk, lemas lunglai tidak berdaya. Benar-benar sensasi luar biasa yang aku rasakan, berharap segala kelelahan di setiap saraf dan otot pulih kembali.Hingga, aku tertidur dengan lelapnya."Mba, sudah selesai," colekan lembut karyawati itu setelah selesai memijat."Mmm ... Sudah selesai ya Mba, maaf aku ketiduran," aku paksakan membuka mata dan beranjak bangun.Aku mencium lengan tanganku, wangi aromanya sungguh tidak membosankan, sehelai handuk yang aku pegang dengan tanganku menutupi separuh badanku. Melanjutkan mandi dengan air hangat, membasuh secara perlahan sedikit demi sedikit kulitku yang berkilau, sambung lagi dengan ritual mandi seperti biasa, ah! Segarnya.Selesai memakai pakaian aku keluar da

  • SUSUK JARUM EMAS   Tukang Mie Indigo, Mampu Melihat Keanehan Pada Diriku

    Aku dan Fani masih di dalam kamar hotel, Fani mendatangi kamar hotelku. Waktu chekout masih beberapa jam lagi, sembari berdandan kami bercerita tentam semalam."Gila! Fan, Om Rudi kuat banget, gue sampai pegel-pegel, minum obat kuat kali, ya," aku menceritakannya."Pastinya Siska, enggak mungkin Om-om seumuran seperti mereka kuat senggama, Om yang sama gue juga gitu, buas banget, huaah, nambah pula," ujar Fani menarik nafas."Jiah, senasib dah Fan dan tahu enggak Fan, minggu depan mau mengajak kita lagi dengan bayaran yang sama, gimana?" Tanyaku pada Fani."Sikatlah Sis, lumayan lah, heee. By the way, gue enggak masuk ah, hari ini, mau belanja kebutuhan dan cape banget," tutur Fani."Yah gue juga dah Fan, gue mau luluran dan pijat, memanjakan diri lah, enak kayaknya nih," inginku."Ide bagus tuh Sis, yuk bareng.""Udah yuk, kita cekout sekarang."Ajakan Fani aku setujui, merapikan diri dan bersiap keluar dari kamar.

  • SUSUK JARUM EMAS   Kuat Banget Sih, Om!

    Om Rudi kuat sekali, aku kelabakan melayaninya, pasti dia meminum obat kuat, huft," dalam hati berucap.Berbaring di atas ranjang tanpa sehelai pakaian dan hanya menutupi dengan selimut, menghela nafas merasakan lelah yang sangat luar biasa, sudah lama sekali aku tidak bergelut dengan kenikmatan ini, tapi ini lebih dari wajarnya. Memandangi Om Rudi dengan badannya yang atletis menuju kamar mandi. Nafasku masih terengah-engah. Andai boleh, mungkin aku memintanya untuk menyudahi, tapi ... Tugasku ya, melayaninya."Siska, makan dulu yuk, kamu mau makan apa?"Sembari melangkah menghampiriku menawarkan makanan, Om Rudi duduk di sebelahku, usapan lembut tangannya merapikan rambutku, aku sangat senang sekali dengan sikap penyayangnya."Makan apa saja deh Om, terserah Om saja.""Oke, sebentar Om pesan dulu."Menakan tombol telepon yang terhubung dengan resepsionis. Aku sedikit bangun dan menyandarkan tubuhku, terbayang setelah makan, apa

  • SUSUK JARUM EMAS   KENCAN MENGGILA

    Aku dan Fani tengah berada pada sebuah parkiran mobil, menunggu Om Rudi yang sedang on the way. Ada perasaan grogi juga sih, gemetar gitu, sudah sekian lama juga aku tidak pernah mau diajak kencan di luaran gini.Malam itu angin serasa lebih menusuk, waktu telah menunjukkan pukul 12, hati memang tidak bisa dibohongi, biar bagaimanapun juga, merasa jadi pusat perhatian di luaran ini. Maklum waktunya memang sudah semestinya berada di dalam rumah.Lama menunggu akhirnya datang juga, sebuah mobil sport keren seharga M-an, mungkin, melaju mendekatiku.Brem ... Brem ....Suara mobilnya yang mengikat mata beberapa orang yang melihatnya."Ayuk sayang, kita jalan sekarang," sapa Om Rudi dari dalam mobilnya."Yuk Om, senyumku menyambutnya dan aku mencolek Fani, kemudian kami berdua melangkah dan masuk ke dalam mobil."Ok, kita berangkat," Om Rudi melaju lambat mobilnya.Keluar area da

  • SUSUK JARUM EMAS   Rekan Kerja Iri Melihat Aku Kencan Di Luar

    "Om, aku dan Fani temanku sudah sepakat dan mau dengan tawaran Om tadi."Setelah aku dan Fani berunding akhirnya menyepakati, tadi dari toilet berdua Fani, lalu ku berjalan ke sofa dan duduk di sebelah Om Rudi. Tangannya kembali lagi merangkul pinggangku, sepertinya memang Om Rudi sudah tidak tertahankan."Ya sudah, nanti jam berapa Om jemput," tanya Om Rudi padaku."Masalah harga gimana Om," aku mempertegas mengenai uang nantinya."Ya kamu maunya berapa sayang, jadi berdua berapa? Sebut saja," tanya Om Rudi."Duh Om, aku kan enggak pernah," sandiwara akting aku perankan."Oalaa, kamu belum pernah toh, serius! Tapi sudah pernah berhubungankan, apa kamu masih perawan?" Tegas Om Rudi serius."Ya berhubungan pernah Om, duh si Om pertanyaannya, heee," ucapku sambil mesem-mesem."Eh, kirain, ya udah gini saja, nanti Om kasih sebesar ....," Om Rudi mengatakan kepadaku uang yang akan diberikanny

  • SUSUK JARUM EMAS   Lelaki Itu Tergila-gila Padaku Dan Fani

    Aku dan Fani masih menikmati malam ini di ruangan berukuran sedang bersama dua Lelaki berumur separuh baya, aku memanggilnya dengan sebutan Om. Ruangan ini tempat aku menunjukkan suaraku dan mendengarkan pelangganku bernyanyi, tidak mesti suaranya bagus, walaupun suaranya terkadang menyakitkan telingaku, tetap saja aku selalu berusaha terlihat senang dan baik-baik saja. Yang terpenting bagiku adalah uang pemberiannya.Kebetulan yang saat ini sedang bersamaku dan Fani Omnya keren-keren. Aku melihat si Om nampak senang sekali, sesekali tangan nakalnya memegang pinggangku, mendekapku di sela ia bernyanyi. Aku seperti biasa tiada hari tanpa akting dan bersandiwara. Menunjukkan diriku seolah-olah ikut nyaman dan senang bersamanya. Tapi ... Kalau tangannya lebih nakal lagi, tentu saja aku mengeluarkan jurusku yaitu menolaknya secara perlahan dan baik-baik agar tidak menyinggungnya.Makanan dan minuman yang aku mau apapun itu telah dijamin Om

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status