Sudah sejak satu minggu yang lalu, Zen terbangun dari tidur panjangnya. Beruntung dia terbangun di saat penjagaan di ruang perawatan itu sedang longgar. Dalam keadaan setengah sadar, Zen mendapati dirinya berada di tempat asing dengan berbagai macam alat penunjang kehidupan yang menempel di tubuhnya. Ventilator yang dipasang pada saluran pernapasan, menimbulkan rasa tidak nyaman yang sangat mengganggu. Membuat rongga hidung hingga ke paru-paru terasa seperti terbakar.
Ruangan itu terlihat lengang ketika terjadi pergantian penjaga. Zen memiliki kesempatan beberapa saat untuk berusaha mengenali tempat tersebut. Semula, dia mengira sedang berada di fasilitas kesehatan yang ada di mansion. Namun ketika memperhatikan lagi ruangan itu dengan seksama, Zen sangat yakin bahwa dirinya tidak sedang berada di rumahnya. Dia berada di suatu tempat yang sepertinya belum pernah dia kunjungi sebelum ini.
Sesaat setelah itu, seorang penjaga masuk. Insting Zen untuk bertahan hidup memb
“Jangan bergerak!”Seketika itu Zen menghentikan gerakan. Paham akan bahaya yang mengancam, Zen memutar posisi pisau di tangan secara diam-diam. Menyembunyikannya di bagian dalam tangan agar orang yang berdiri di belakangnya tidak melihat.“Rob,” ujar si Penjaga ketika melihat rekannya menggelepar di atas kubangan darahnya sendiri.Kondisi sang rekan yang mengenaskan, membuat penjaga itu sedikit gemetar. Bagaimana tidak? Lihat saja napasnya yang tersengal, lalu sklera yang terlihat memutar ke atas dengan kerjapan kelopak mata yang begitu cepat. Sungguh mengenaskan! Siapa yang tidak akan gemetar ketika melihat kawannya dalam keadaan semacam itu?Melihat celah kesempatan yang tercipta, Zen melirik bayangan penjaga yang berdiri di belakangnya. Saat ini, masih terlihat penjaga itu menoleh ke arah kawannya yang telah dia lumpuhkan.Zen memutar badan dengan cepat, bersamaan dengan sikunya yang menangkis tangan si Pen
Sepanjang yang dapat dilihat oleh Zen hanyalah kegelapan. Bermandikan cahaya dari bulan yang tertutup oleh rimbunnya pepohonan di sekitar. Bayangan daun yang meghalangi sinar rembulan tampak bergoyang-goyang, seperti roh hutan yang sedang menari oleh tiupan sang bayu. Namun dia tidak dapat berhenti. Kakinya harus terus berlari agar orang-orang di belakang sana tidak dapat mengejar.“Aargh!” Zen mengerang, menggeram menahan sakit yang dirasa di tungkai kaki. Gesekan sepatu boots dengan permukaan kulitnya yang tidak dilapisi kaus kaki membuat pria itu merasakan perih dan panas yang menyiksa. Hingga akhirnya Zen memutuskan untuk melepas sepatu tersebut dan berlari dengan bertelanjang kaki.“Hutan tidak akan membunuhku, karena satu-satunya yang dapat membunuhku hanyalah dirimu, Sweet Cake.”Zen mengubur sepatu dengan dedaunan untuk menghilangkan jejak. Meski hal tersebut akan sia-sia saja jika mereka
Tidak ada yang berani mengambil senjata tersebut. Setelah mengganti pakaian Zen dengan yang bersih, mereka segera meninggalkan pria itu di sofa. Membiarkannya tetap tidak sadarkan diri demi keselamatan mereka sendiri.Sepasang suami dan istri itu duduk dengan gusar di meja makan. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah mereka memanggil Sheriff? Jelas-jelas pria yang telah mereka selamatkan itu membawa senjata api. Seseorang dengan dua pucuk senjata api pastilah bukan orang sembarangan.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Hale—si Istri sambil meremas jemari dan sesekali menengok ke arah ruang tamu.Pria bernama James itu menjilat bibir. Tidak ada gunanya juga menyesali apa yang telah terjadi. Mereka sudah terlanjur membawa pria berbahaya ini ke rumah. Jadi sekarang mereka harus menyelesaikan masalah ini. Berpikir kerasa bagaimana caranya agar ketika pria asing itu terbangun, tidak akan membawa bahaya untuk mereka.“Kurasa seb
Dengan uang 200 Dollar dan sebuah truck tua, Zen tidak akan bertahan untuk tiba di Brownsville. Oleh sebab itu, dia harus mencari cara lain agar bisa menghubungi Arthur. Dia juga harus berhati-hati karena bisa saja dia tertangkap oleh orang-orang yang mengejarnya. Siapa orang-orang itu, Zen sama sekali tidak memiliki petunjuk.Truck yang dikendarai Zen menepi di depan sebuah kedai. Bangunan satu lantai dengan dinding bagian depan terbuat dari kaca yang di atapnya terdapat neon box bertuliskan “24 hours” dengan dua makna sekaligus. Kedai bernama 24 Hours yang buka selama 24 jam.Hari masih gelap, masih terlalu pagi untuk sebuah perjalanan panjang. Pria itu turun dari truck lantas masuk ke kedai tersebut. Zen perlu sesuatu untuk menghangatkan tubuh sekaligus mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk berkomunikasi dengan orang kepercayaannya.“Selamat pagi. Selamat datang di 24 Hours, Tuan,” sambut seorang pria, pemilik kedai yang terlihat
Beberapa waktu sebelumnya, Arthur yang baru saja kembali dari Meksiko dikejutkan oleh sebuah helikopter yang bertengger angkuh di halaman mansion.Tidak! Helikopter itu bukan milik Zen, karena properti milik tuannya itu masih bertengger gagah di helipad. Ini adalah helikopter asing yang belum pernah Arthur lihat sebelumnya. Entah milik siapa, Arthur pun tidak tahu.Sebuah keteledoran ketika Arthur membiarkan ponselnya dalam keadaan tidak aktif karena kehabisan daya. Entah sebuah kebetulan atau memang takdir yang harus berjalan seperti ini. Arthur kembali ke mansion saat dini hari dan disambut dengan kehadiran tamu tak diundang yang sepertinya cukup berpengaruh.Rasa penasaran membuat Arthur melebarkan langkah. Pria itu mengkhawatirkan keadaan Lea. Jika sampai terjadi hal buruk pada wanita itu, maka Arthur tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Langkahnya begitu tergesa. Arthur memasuki mansion. Di mana para penjaga terlihat berdiri di depan pintu utam
Semula Arthur berniat untuk memberitahu Lea mengenai Zen yang kemungkinan telah lolos dari Ordo Messier. Namun dia mengurungkan niat tersebut karena khawatir Lea akan terlalu memikirkan hal ini. Arthur menduga, kedatangan Jonathan ke mansion disertai dengan ancaman yang pria itu berikan, semuanya berhubungan dengan panggilan yang masuk ke nomor khusus miliknya. Ini juga yang membuat Arthur mengurungkan niat untuk memberitahu Lea tentang Zen. Semakin sedikit informasi yang Lea ketahui, maka akan semakin kecil risiko bahaya yang mungkin akan terjadi pada wanita itu. "Arthur? Apa yang kau lakukan di sini?" Kedatangan Lea yang tiba-tiba membuat Arthur terkejut. "Oh, saya ...." Netra Arthur bergulir menghindari bersitatap dengan Lea untuk mencari jawaban yang tepat. "Sedang mencari dokumen, Nyonya." Pria itu menunjuk lemari tempatnya mengambil ponsel yang kebetulan saat itu masih dalam keadaan terbuka. "Apa yang Nyonya lakukan di sin
Setibanya di New Orleans, Zen meninggalkan mobil beserta dua anak muda yang mabuk itu begitu saja. Uang yang dia kantongi—sumbangan tidak suka rela dari dua anak muda itu, cukup untuk bersenang-senang sebantar sembari menunggu Arthur.Beberapa waktu lalu, dia melihat penampilannya sendiri pada kaca display sebuah toko pakaian. Dan … sungguh, Zen tidak pernah merasa penampilannya lebih buruk dari ini. Jambang yang menghiasi wajahnya tampak begitu lebat dan tak beraturan, seperti rumput liar yang tumbuh subur pada saat musim semi. Rambutnya pun tampak sedikit panjang dengan potongan yang terlihat asal-asalan. Hingga akhirnya dia masuk ke salah satu barber shop untuk merapikan penampilan.Yang benar saja! Zen tidak akan kembali pada Lea dengan penampilan semacam itu. Di mana harga dirinya sebagai seorang mafia jika dia harus kembali dalam keadaan seperti gembel?Setelah wajahnya bersih, Zen tersenyum tipis. Terlalu lama tertidur, rupanya
Setelah beberapa langkah, Arthur segera memimpin jalan. Pria itu berjalan lebih cepat menuju tempat dirinya memarkir mobil. Zen tidak akan bertindak ceroboh dengan langsung mengikuti Arthur. Pria itu berjalan ke arah yang lain, mencari tempat di mana dia bisa menghilang dari orang-orang yang dia curigai sebagai penguntit.Dirinya dan Arthur memang seperti memiliki ikatan batin yang kuat. Hanya dengan sebuah kode saja, Arthur sudah bisa menebak apa yang dipikirkan oleh tuannya. Hingga tak butuh usaha yang terlalu keras bagi pria tersebut untuk menjemput Zen di tempat yang sepi, di mana Zen sudah bisa menghindar dari orang-orang yang dia curigai.Tanpa keluar dari mobil, Arthur memiringkan badan lantas membuka pintu untuk Zen. Tuannya itu langsung masuk dan menutup pintu mobil yang bahkan tidak benar-benar berhenti untuk membiarkan Zen memasukinya.“Kau lihat dua orang di sana?” Zen menurunkan ujung topi, duduk dengan posisi lebih rendah, lalu menggera