Pagi ini Regan, Narendra, Maya, dan tak lupa juga Ziva, Bramono serta Marina. Mereka berenam kini sama-sama pergi secara bersama menuju ke area pemakaman Celine untuk berziarah sesuai yang diinginkan oleh Ziva kemarin kepada Regan.
Tak ingin membuang waktu pun akhirnya Regan segera menjalankan apa saja keinginan istrinya. Regan sudah tidak sabar ingin menikahi Ziva secara sah di mata agama maupun negara. Meski di mata agama sah, akan tetapi kehidupan yang dijalani seperti masih menyisahkan benteng yang cukup tinggi antara keduanya.
Mereka pergi menggunakan satu mobil agar lebih bisa menghabiskan waktu bersama. Regan yang duduk sebagai kemudi hanya bisa menatap istrinya yang memang duduk paling belakang. Di samping Regan terdapat Bramono. Dan jok kedua diisi oleh Maya serta Narendra. Ziva dan Marina memilih duduk paling belakang.
Tidak ada obrolan yang tercipta. Hanya Regan saja yang membuka pembicaraan soal pekerjaan dengan ayahnya serta bergantian bertanya-tany
Hari ini adalah acara wisuda dari Ziva. Semuanya sibuk dan heboh berdandan untuk tampil cantik. Bahkan salon yang sudah Ziva sewa itupun dibayar ganti ruginya oleh Maya karena perempuan itu sudah memesan MUA andalannya. Kebaya yang Ziva sewa juga dikembalikan karena melihat warna yang sudah usang membuat Maya segera mencarikan tempat penyewaan pakaian terbaik untuk sang menantu. Katakanlah kalau Maya ini sangat berlebihan dan sedikit egois soal Ziva. Lagipula Maya serta-merta melakukan ini karena ingin memberikan yang terbaik untuk sang menantu—terlebih ada calon cucunya di dalam perut Ziva. Maya ingin kalau menantunya tampil sangat begitu cetar memesona.Bahkan semalam Bramono dan Marina menginap di rumah Narendra. Mereka menghabiskan malam dengan saling bercengkerama soal kehidupan. Tak pelak mereka juga menggunakan momen semalam untuk membakar sosis dan menikmati dengan kebersamaan.Lain hal dengan Ziva yang justru pusing melihat kesibukan Maya saat ini. Perem
Meski diundangan hanya mendapat dua kursi saja, dengan power orang dalam Regan, Narendra, Maya pun mendapatkan kursi tempat duduk di barisan kedua. Mereka berpisah tempat duduk dengan Bramono dan Marina. Awalnya Narendra ingin sejajar dengan besannya, namun mengingat semua kursi sudah diurutkan berdasarkan nama undangan membuat mereka tidak bisa duduk bersama.Niatnya mereka tidak ingin menggunakan power mereka, namun demi Ziva akhirnya mereka terpaksa mengeluarkan power yang dimiliki agar mendapatkan akses masuk dan tempat duduk.Regan bahkan sudah menyiapkan kamera digitalnya untuk memotret Ziva nanti-nya. Ia sudah tidak sabar melihat sang istri untuk naik ke atas panggung.Tak lama acara wisuda dimulai dengan berbagai serangkaian acara—hingga akhirnya jatuh ke acara yang sangat dinanti-nantikan—pemberian ijasah untuk wisudawan dan wisudawati serta pemindahan tali toga dari kiri ke sebelah kanan oleh Rektor.“Ziva cantik banget. Menant
Sore ini keluarga Abimana sudah bersiap-siap untuk ikut mengantar pindahan dari kedua orangtua Ziva ke kota Cirebon. Awalnya, Regan tidak mengizinkan Ziva ikut karena melihat fisik perempuan itu yang masih belum seratus persen pulih. Namun, mendengar rengekan perempuan yang dicintai-nya membuat hati kecilnya tidak tega.Akhirnya Regan pun mengabulkan keinginan Ziva itu. Terlebih ia melihat senyuman manis yang terulas di bibir istrinya.“Pa, Ma, Ziva bakalan kangen banget sama kalian,” ujar Ziva, mengungkapkan isi hatinya.Kedua orangtuanya pun langsung memeluk dan membelai lembut anak perempuan satu-satunya ini. Mereka sejujurnya sedih, namun mereka harus ikhlas melepaskan anaknya karena sudah menjadi tanggung jawab Regan saat ini sebagai suami Ziva. Bramono pun hanya bisa menatap putrinya dengan senyum getir.“Jadi istri yang baik, ya,” kata Bramono memberikan pesan kepada Ziva.Ziva pun mengangguk pelan sebagai respon. Akh
Regan masih cengar-cengir melihat tingkah Ziva yang sangat di luar dugaan ini. Ia pun langsung menuntun Ziva menuju ke salah satu kamar dan menutupnya. Di sana Regan langsung membalas ciuman sangat istri dengan begitu rakus yang membuat Ziva terkejut.Melihat istrinya susah bernapas membuat Regan segera melepaskan ciuman itu. Ibu jarinya langsung mengusap lembut area bibir bawah milik Ziva.“Kenapa harus di kamar?” tanya Ziva dengan wajah begonya.“Kalau di luar nanti buat lansia pada ngiri.”Ziva terkekeh sendiri mendengar jawaban konyol dari Regan. Padahal wajah bunda sama ayahnya masih tampak muda, namun pria itu mengatakan lansia. Benar-benar anak kurang ajar.“Mereka masih muda tahu. Buktinya wajah bunda saja tampak masih gadis.”“Itu bantuan skincare sama perawatan dokter, sayang,” bisik Regan.Lagi-lagi Ziva terkekeh mendengar jawaban jujur dari Regan. Ia pun langsung memeluk suam
Senin pagi ini kegiatan rutinitas Ziva dan Regan seperti biasanya. Ziva akan sibuk membantu menyiapkan makanan untuk sarapan. Lain hal dengan Regan yang sibuk mempersiapkan diri untuk pergi ke kantor.Perseteruan dengan Ziva kemarin soal nama untuk calon anaknya masih berlangsung hingga saat ini. Perempuan itu masih saja mengambek hingga terus menerus mendiamkan Regan. Meski berlaku demikian, Ziva tetap menjalankan perannya sebagai istri dengan baik.“Pagi sayang, nanti sore kita jadi periksa ke rumah sakit, kan?” tanya Maya, menyapa menantunya yang tengah sibuk menata makanan di meja makan.Ziva mengangguk pelan sambil tersenyum malu-malu. Matanya bahkan bersirobok dengan Regan yang mulai memasuki ruang makan. Ia mulai merasa bingung kala Regan mulai menyapa bunda-nya sambil mencium pipi kanan dan kirinya seperti biasa.Tak lama Narendra mulai memasuki dengan penampilan yang tidak kalah rapi dan cool-nya. Mereka mulai menduduki kursi masing-m
Hampir satu mingguan ini sifat Ziva sangatlah manja kepada Regan. Terlebih perempuan itu merengek terus menerus agar keinginannya untuk makan nasi padang akan segera dikabulkan. Namun, pikiran Ziva salah. Pria itu justru tidak mewujudkannya dengan dalih itu hanya mitos saja jika anaknya kelak akan ileran.Masih dengan wajah yang cemberut, Ziva masih memunggungi posisi Regan yang duduk di sampingnya.“Sudahlah Regan turutin saja keinginan istrimu,” dukung Maya.Ziva mengangguk-angguk menyetujui ucapan ibu mertuanya. Lain hal dengan pria itu yang justru menggeleng kuat.“Warung nasi padang banyak, Bun. Ngapain jauh-jauh ke kota Padangnya. Di Jakarta juga banyak.”“Tuh, kan, Bun! Anak Bunda ini kurang peka.” Ziva kembali merajuk dan terus mencari bala dukungan dari Maya yang selalu memihaknya. “Biarin aja nanti anaknya ileran. Kalau pergi kemana-mana anaknya ngiler sampai panjang lima meter. Dia juga nanti yan
Ziva pikir jika ucapan suaminya waktu itu hanya bercanda semata atau ajang balas dendam karena ulahnya. Namun, ternyata dia benaran ingin bekerja selama tiga bulan ke luar kota.Ada kesedihan yang mendalam di lubuk hatinya saat ini. Terlebih ia saat ini sedang membantu mengemasi beberapa pakaian kerja sang suami untuk dibawa ke kota Malang besok pagi.Melihat suaminya selesai telepon dengan sekertarisnya membuat Ziva tersenyum getir. Regan langsung duduk di pinggiran ranjang sambil sibuk mengotak-atik ponselnya saat ini. Ziva yang melihat itu langsung menghampiri dan segera memeluknya erat.“Aku pasti akan kangen banget sama kamu,” ucapnya lirih.Regan pun langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang. Ia segera membalas pelukan sang istri. Mengusap punggungnya dengan sangat lembut. “Aku juga pasti akan lebih kangen.”“Jangan selingkuh! Jangan lupain aku! Awas aja kalau ketahuan main sama perempuan lain. Aku enggak ma
Hari ini adalah hari yang begitu spesial untuk Ziva. Hari yang sudah sangat dia tunggu-tunggu sejak tiga bulan yang lalu. Ya, karena hari ini adalah jadwal kepulangan suaminya dari dinas luar kota. Ziva bahkan merasa deg-degan sendiri saat mendengar telepon bunda Maya dengan Regan yang mengatakan sudah sampai bandara dan sedang dalam perjalanan ke rumah.Entah kenapa ia merasa seperti anak ABG yang baru merasakan jatuh cinta. Hatinya deg-degan, bahkan kedua telapak tangannya dingin, perasaannya sangat gugup.“Kamu kenapa gugup begitu?” tanya Maya, tersenyum penuh arti.“Deg-degan, Bun,” jawab Ziva jujur.“Gugup mau ketemu misua, hm?” ledek Maya, terkekeh.Ziva langsung mesam-mesem sendiri mendengar ledekan sang bunda. Terlebih ibu mertuanya itu sangatlah paham bahasa anak-anak muda zaman sekarang. Awalnya Ziva terkejut, namun saat melihat interaksi ibu mertuanya dengan para teman-temannya di mall yang mengobrol d