Share

Bab 4

Bab 4  

Amarah Bela

"kurang gak Bu uangnya?" tanya Lia yang memperhatikan Ratna menghitung uang dihadapannya.

"Enggak kok nggak kurang malah lebih ini," ucap Ratna sok mau mengembalikan kelebihannya. Padahal dalam hati memang ini yang dia inginkan.

"Gak usah dikembalikan, Bu. Buat Ibu saja kalau ada lebihnya."

"Ih, menantu ibu yang satu ini baik banget deh. Makasih ya, Sayang! Beda sama menantu yang Ono. Yang ada dia malah gak pernah ngasih ibu uang, alasannya sama. Gak ada duit, padahal uang suaminya dia yang pegang!" Ratna terlihat sengaja memuji Lia setinggi-tingginya biar dia tersanjung dan juga uangnya mengalir terus kepada wanita tua itu.

"Oh ya, Bu. Nanti siapa saja yang bantu-bantu ibu memasak? Lia gak bisa bantu, Bu. Maklum kemarin abis meni pedi. Jadi sayang kalau buat motong bawang. Nanti rusak lagi kuku Lia," ucap Lia sembari memandangi kukunya yang baru dicat berwarna merah terang.

"Udah tenang aja, nanti biar Bela yang ngerjainnya. Kamu gak usah bantu-bantu. Nanti capek!"

"Ok. Makasih ya, Bu!" Ratna membalas dengan senyum merekah. Dengan sisa uang ini wanita tua itu bisa belanja gamis baru buat acara besok. Sengaja Ratna segera bergegas ke rumah Imam memberitahu Bela tentang acara syukuran di rumahnya. Tak habis akal agar acara tersebut lancar dan juga sukses pastinya. Sengaja Ratna membohongi Bela kalau dia mau mengadakan acara arisan di rumahnya meskipun sebenarnya acara syukuran atas pernikahan suaminya.

*****

"Ibu sudah belanja buat besok?" tanya Imam yang baru saja datang.

"Sudah, gak usah khawatir. Uangnya sudah dikasih sama Lia. Kamu gak salah milih istri, Mam. Lia itu beda sama Bela. Dia lebih mengerti ibu, kamu tau gak? Lia ngasih uang lebih buat beli baju baru besok. Dia baik ya, Mam?"

"Memang, Bu. Imam gitu lho. Pinter nyari bini!" Aku hanya mencebik. Kali ini Ratna sependapat dengan Imam kalau Lia memang pengertian. "Mam, besok kalau Bela marah dan minta cerai gimana? Inget ya, Bela jangan kamu ceraikan. Lumayan bisa disuruh-suruh. Bayar pembantu kan mahal. Mumpung ada yang gratis kenapa gak dimanfaatin. Ya enggak?"

"Gampang itu, Bu. Besok kalau Bela marah biar Imam yang handel. Paling-paling seminggu udah baik lagi." 

Ratna mengangguk tanda mengerti. Memang Imam bisa diandalkan. Jadi tidak perlu khawatir lagi.

Acara syukuran pun dilaksanakan. Banyak tamu yang datang, mereka memuji Bela. Karena Ratna menyampaikan kepada mereka semua bahwa Bela mengizinkan Imam menikah lagi. Jadi acara syukuran di rumah imam sengaja digelar atas permintaan Bela. Saking antusiasnya dia yang menyiapkan semua. Betul-betul otak jenius Ratna ini. Biarkan semua orang mengira Bela itu baik dan juga istri yang penurut.

Setelah selesai acara Ratna memanggil Bela untuk diperkenalkan dengan Lia. Seperti yang sudah di duga sebelumnya bahwa dia pasti marah. Dia pergi ke kamar meninggalkan mereka yang masih duduk di lantai beralaskan tikar.

*****

Bela berkemas. Memasukan semua yang Bela miliki kedalam tas yang cukup besar. Dari surat dokter hingga surat penting yang lainnya. Sering kali dia meminta cerai dan juga pulang kerumah. Tapi seringkali juga Mas Imam akan menjemput dan juga meminta maaf, berjanji tidak akan mengulangi lagi. Bod*hnya wanita itu percaya dengan janji palsu lelaki itu. Dan bod*hnya lagi Bela bertahan selama 10 tahun lamanya. Padahal luka yang dia terima baik itu luka yang ditorehkan Mas Imam maupun luka yang diberikan oleh ibu mertua. Sangat membekas.

Tapi tidak kali ini, Bela akan benar-benar meninggalkan Imam.

"Kamu mau kemana, Bela?" tanya Hamdani kepada Bela. Melihat Bela sudah membawa tas.

"Bela mau pulang ke rumah Emak, Pakde. Ceraikan aku, Mas. Kembalikan aku kepada orangtuaku!" Kembali Bela ucapkan kata cerai. Meskipun Imam masih terdiam. Nampak seperti hal biasa melihat Bela membawa tas lalu pamit kembali pulang.

Hamdani terdengar membuang nafas perlahan. Ada beban yang ia rasakan. Sebab dia sebagai kakak laki-laki dari Ibu mertua merasa bertanggung jawab atas gagalnya pernikahan keponakannya.

"Ya sudah, kamu pulang dulu. Jernih kan pikiran, nanti bisa dibicarakan masalah ini baik-baik. Biar Amir yang nganter kamu pulang." Nasehat pria tua itu. Tidak dijawab oleh Bela.

Bela mengalihkan pandangan ke arah Ibu mertua lalu pindah ke Lia dan yang terakhir Imam. Terlihat jelas jika mereka tidak merasa bersalah sedikitpun kepada Bela. . Membuatnya semakin kecewa. Sungguh miris sekali keluarga ini.

"Kamu itu gak tau diuntung, Bel. Imam itu mau menerima kamu selama sepuluh tahun yang notabene wanita mandul. Dan sekarang kamu berani mengancam suamimu untuk menceraikanmu? Dasar wanita bodo*." Berkali-kali Ibu mertua memaki Bela apalagi menghujaninya dengan kata-kata kotor.

Bela menghapus jejak air mata dengan kasar. Tak seharusnya airmata itu jatuh untuk orang-orang seperti mereka. Bela mencoba menguatkan hati dan juga dirinya sendiri. Memandang jauh ke depan lalu kembali melangkah meninggalkan rumah itu.

"Mbak Bela," Panggil wanita muda itu. Bela menghentikan langkah.

"Sebaiknya kita tidak perlu seperti ini. Aku menerima kok jadi istri kedua. Dan seharusnya kamu bisa menerima jadi istri pertama. Kita bisa hidup rukun satu atap bersama Mas Imam. Kamu tidak harus meninggalkan rumah ini. Ya kan, Mas?" Lia melempar pandangannya ke arah lelaki yang berada disampingnya.

Dengan mudahnya Imam mengangguk, menyetujui usulan istri mudanya. Tapi tidak dengan Bela. Keputusannya bulat dan tidak bisa diganggu gugat.

"Tidak akan pernah Sudi aku tinggal satu atap dengan lelaki yang sudah mengkhianati pernikahannya!" ucap Bela lantang yang mampu membuat amarah Imam meluap.

"Jaga ucapan kamu, Bela!" Imam berdiri dan menghampiri Bela. Tangannya diangkat ke atas dan bersiap menampar Bela. Dengan tenaga seadanya Bela menepis kuat-kuat. Tak akan dia biarkan sejengkal pun laki-laki itu bisa menyakiti lagi. Tidak akan pernah.

"Lancang kamu, Bela?" timpal Ibu mertua yang melihat Bela berani melawan Mas Imam. Semua orang yang ada di ruangan itu seketika berdiri. Memandang kearah Bela dan juga Imam yang saling berhadapan.

"Seharusnya ibu malu. Tidak bisa mendidik satu-satunya putra yang Anda miliki!" Tatapan Bela nyalang ke arah wanita tua itu. Amarahnya memuncak. Seketika rahang Bela mengeras. Tangan wanita itu menggenggam tas erat-erat.

Wanita tua itu mendengus kesal. Mendengar ucapan yang baru saja Bela lontarkan. Lia pun terlihat memutar bola mata menunjukan dia malas melihat drama yang Bela pertontonkan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Mudah mudahan saja imam yang mandul
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status