SYUKURAN PERNIKAHAN SUAMIKU

SYUKURAN PERNIKAHAN SUAMIKU

Oleh:  Pena_kinan  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
71Bab
29.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pernikahan Bela yang genap sepuluh tahun, tak khayal mampu membuatnya tetap bertahan. Bela mengalami banyak luka, luka fisik maupun luka hati. Ditambah sang suami membawa madu pulang ke rumah. Membuat hati Bela tercabik-cabik. Hati yang lembut dan menerima berubah menjadi tega. Bela meninggalkan suami demi mencari kebahagian hati. Bagaimana kisah Bela selama hidup dengan suaminya? Dan bagaimana cara dia bertahan dan melepaskan?

Lihat lebih banyak
SYUKURAN PERNIKAHAN SUAMIKU Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
71 Bab
Bab 1
Bab 1 Arisan Plak …. Tamparan mendarat di pipi Bela sebelah kiri. Panas, nyeri yang ia rasa. Dengan spontan ia mengusap lembut pipi. Air mata pun berderai tanpa dikomando. "Aku kan sudah bilang sama kamu, jangan pernah kamu membantah ucapan Ibu!" sungut Imam kepada Bela sembari tangannya menunjuk ke arahnya. Ucapannya begitu lantang dan juga menusuk hati. "Tapi, Mas. Bela gak pernah membantah, Bela hanya menjelaskan kalau kita sedang tidak ada uang. Jadi kita tidak bisa memberi Ibu uang, itu saja." Wanita itu mencoba memberi pengertian. Merendahkan suaranya berharap suaminya tidak semakin marah. "Halah, jangan berbohong kamu! Ibu sampai menangis pulang karena menantunya tidak memberi uang untuk berobat. Anak macam apa aku ini dimata orang-orang? Kalau cuma seratus ribu kenapa tidak kau berikan. Bukannya kemarin aku sudah memberimu uang dua ratus ribu?" sungut Imam. Nafasnya tersengal-sengal. Amarahnya membuncah hingga matanya memerah. "Tapi, Mas. Uang dua ratus ribu itu sudah
Baca selengkapnya
Bab 2
Bab 2 Kedatangan Madu"Bela, kenalkan ini Amelia Pratiwi." Ibu menarik tangan Amelia dengan lembut. Sikap yang tidak pernah ia tunjukan kepada menantunya. Namun anehnya itu tidak berlaku dengan Amelia."Panggil saja Lia, Mbak," ucap Lia dengan senyuman yang sulit diartikan."Bela, saya Bela istri Mas Imam," jawabnya juga diiringi senyum, tidak lupa Bela tekankan kalau dia adalah istri lelaki yang kini duduk disampingnya."Saya tahu." Lia tersenyum ke arah Ibu mertua kemudian beralih pandangannya ke arah Imam. Anehnya Imam tidak memperkenalkan dirinya. Mungkin dia sudah kenal lebih dulu."Ada apa ini, Bu?" tanya Bela spontan. Karena tidak mungkin jika Lia itu keponakan Imam sebab selama ini dia tahu siapa saja keponakannya."Lia ini istri Imam yang baru. Mereka sudah menikah seminggu yang lalu di rumah Ibu."Bak disambar petir di siang hari. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba Ibu Imam mengatakan hal yang begitu menyakitkan."Istri? Mas, apa maksud perkataan Ibu? Bela gak ngerti
Baca selengkapnya
Bab 3
Bab 3 Luka"Masuk, Pakde," pinta Bela kepada lelaki tua yang kini ikut duduk bersama mereka."Ada apa ini? Suara kalian itu kedengaran sampai di luar. Jika para tetangga denger apa kalian gak malu?" ucap Hamdani dengan suara yang pelan tapi masih terdengar oleh semua orang. Bela mengusap jejak air mata. Berharap akan ada titik terang dengan kedatangan Hamdani. Beliau sangat dihormati sebab selama Bela menikah dengan Imam. Beliaulah yang selalu menjadi penengah saat ada masalah."Pakde, Mas Imam menikah lagi!" tutur Bela pelan. Airmata yang tadi dipaksa berhenti kini kembali mengalir dengan sendirinya. Hamdani membuang napas dengan kasar."Memangnya kamu belum tahu kalau Imam sudah menikah seminggu yang lalu?" tanya Hamdani kepada Bela. Netranya mengarah kepada wanita itu."Jadi Pakde juga sudah tahu perihal Mas Imam menikah lagi?" Bela bertanya untuk memastikan apakah dugaannya salah atau benar. Hamdani mengangguk pelan. Lalu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya kemudian membuangnya
Baca selengkapnya
Bab 4
Bab 4 Amarah Bela"kurang gak Bu uangnya?" tanya Lia yang memperhatikan Ratna menghitung uang dihadapannya."Enggak kok nggak kurang malah lebih ini," ucap Ratna sok mau mengembalikan kelebihannya. Padahal dalam hati memang ini yang dia inginkan."Gak usah dikembalikan, Bu. Buat Ibu saja kalau ada lebihnya.""Ih, menantu ibu yang satu ini baik banget deh. Makasih ya, Sayang! Beda sama menantu yang Ono. Yang ada dia malah gak pernah ngasih ibu uang, alasannya sama. Gak ada duit, padahal uang suaminya dia yang pegang!" Ratna terlihat sengaja memuji Lia setinggi-tingginya biar dia tersanjung dan juga uangnya mengalir terus kepada wanita tua itu. "Oh ya, Bu. Nanti siapa saja yang bantu-bantu ibu memasak? Lia gak bisa bantu, Bu. Maklum kemarin abis meni pedi. Jadi sayang kalau buat motong bawang. Nanti rusak lagi kuku Lia," ucap Lia sembari memandangi kukunya yang baru dicat berwarna merah terang."Udah tenang aja, nanti biar Bela yang ngerjainnya. Kamu gak usah bantu-bantu. Nanti capek
Baca selengkapnya
Bab 5
Bab 5Nasehat Hamdani"Sudah cukup, Rat. Kamu tidak usah ikut campur urusan anakmu. Tidak baik jika orang tua terlalu ikut campur," ucap Hamdani menasehati. Memang yang bisa dilakukan Hamdani hanya sekedar menasehati tapi tidak bisa berbuat lebih. Karena Hamdani tidak punya hak untuk berbuat lebih.Lantas Bela pergi meninggalkan mereka yang masih berdiri menatap penuh amarah. Berjalan dengan langkah cepat menuju rumah Hamdani, yang jarak antara rumah mereka tidaklah jauh. Bela tidak memperdulikan para tetangga yang melihatnya berjalan dengan berderai air mata. Karena pikiran wanita itu sudah tidak bisa lagi digunakan."Mir, Amir." Bela berteriak memanggil Amir. Anak Hamdani yang duduk di bangku sekolah menengah. "Iya, Mbak Bela," jawab Amir bersamaan keluar dari rumah. "Mau kemana, Mbak?" tanya Amir penuh keheranan melihat Bela membawa tas cukup besar. Wanita itu mengusap jejak airmatanya. "Mir, antar Mbak Bela pulang yuk!" Bela meminta tolong Amir agar diantar pulang kerumah. Jara
Baca selengkapnya
Bab 6
Bab 6 Pov Ratna"Gak papa kok, Sayang. Kamu istirahat sana gih! Biar Ibu yang menyelesaikan semuanya." Meskipun aku berkata demikian tapi lain dihati lain di mulut. Jangan sampai sikapku terlihat buruk dimata menantu satu ini. Agar apa? Agar dia pikir aku baik dan dia memberi aku uang."Ya sudah, Lia masuk dulu, Bu. Ow ya, Bu nanti tolong bikinin Lia bakso kuah ya? Sepertinya tadi Lia liat ada bakso dalam kulkas." pinta Lia tanpa sungkan kepadaku. Dia pikir dia siapa? Memerintah seenak jidatnya sendiri. Kalau bukan karena dia banyak uang aku tidak mau melakukannya."Iya nanti Ibu buatkan. Kamu suka pake mie berwarna putih atau kuning?" tanya ku sok perhatian. Meskipun dalam hati aku mengeluh."Dua-duanya ya, Bu?" Lia mengerlingkan matanya. Sungguh membuatku malas melihatnya."Iya," jawabku singkat agar dia lekas pergi dari hadapanku.Setelah semua pekerjaan selesai. Aku segera membuatkan Lia bakso. Sedangkan dia malah enak-enakan tidur di kamar. Melihat Lia yang tidur di kamar bersam
Baca selengkapnya
Bab 7
Bab 7 Grub RT rame"Waalaikumsalam," jawab seseorang yang ada di seberang telepon."Ada apa, Tar?" Pertanyaanku kepada Tari tetanggaku yang tinggalnya cukup jauh dari rumah. "Bel, Imam nikah lagi? Acara di rumahmu tadi acara syukuran pernikahan suamimu kan? Kok kamu mau sih di madu?""Oh itu," jawabku biasa saja."Kok Kamu biasa aja sih, Bel? Apa bener kamu merestui mereka? Apa kamu yang menyiapkan acara tersebut?" Tari mencerca aku dengan banyak pertanyaan."Aku gak pernah merestui mereka. Awalnya aku gak tahu, Tar. Kata mertua itu acara arisan. Taunya acara syukuran pernikahan suamiku sendiri. Aku baru tahu setelah acara selesai," tuturku panjang lebar kepada Tari. Tari ini teman semasa sekolah menengah. Kebetulan dia mendapatkan suami yang rumahnya cukup jauh dengan rumah Mas Imam tapi masih satu Rt. Bisa dibilang rumah Tari adalah rumah paling ujung."Mbok ya cerai saja tho, Bel. Suami model begitu kok ya masih nekat bertahan sampai sekarang. Malah sekarang Berani nikah lagi! Pa
Baca selengkapnya
Bab 8
Bab 8 Lia merajukPOV IMAM"Mas, rumah berantakan banget sih. Kamu kok gak bersih-bersih?" tanya Lia yang baru bangun dari tidur. Wanita itu sekarang sudah tidak lagi bekerja. Semenjak kami menikah dan semenjak dia mengandung. Aku menyuruhnya berhenti bekerja. Aku takut jika terjadi apa-apa dengan bayi yang sedang ia kandung."Aku kan kerja, Sayang. Nanti biar Ibu yang beberes rumah." Aku mengusap rambut Lia dengan lembut. Lia memang berbeda dengan Bela. Dia manja dan sedikit keras kepala. Sedangkan Bela setiap hari bangun pagi lalu menyiapkan makanan untuk sarapan dan juga bekal yang dibawa ke pabrik. Rajin beberes rumah dan juga menyirami tanaman. Seminggu sudah dia pergi dari rumah. Tanamannya pun sudah banyak yang mati karena tak pernah tersentuh air."Lia juga laper, suruh Ibu sekalian bawa makanan!" pinta Lia dengan manja. Aku membuang napas dengan kasar. Pasti Ibu akan berbicara panjang lebar jika aku kembali menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah, sekaligus membawa makanan
Baca selengkapnya
Bab 9
Bab 9POV Bela"Assalamualaikum," Salam terdengar dari Kania. Teman lamaku."Waalaikumsalam," Segera aku menghampirinya lalu menghamburkan pelukan kepada wanita yang sudah lama tidak bertemu itu."Apakabar, Bel? Kamu kok kurusan sih?""Iya, nih. Lagi diet," jawabku asal, sengaja aku tidak berterus terang. Ada banyak hal yang menjadi beban pikiranku. Sehingga tubuhku tergerus hingga menjadi kurus dan seperti tak terurus."Ow, ya kenalin. Dia Mas Arya, seorang pengacara yang sudah aku ceritakan kemarin." Aku mengangguk lalu melempar senyuman kepadanya."Ayo, masuk dulu! Kita bicara di dalam!"Segera aku mengajak mereka masuk kedalam rumah. Karena Emak dan juga Bapak sedang tidak ada dirumah. Jadi akulah yang mengambilkan minuman dan juga makanan ringan di dapur. Mungkin ini adalah langkah besar yang harus aku ambil. Dengan hati-hati aku menceritakan setiap detil kepada Mas Arya. Dan bukti foto.Ya, aku tidak bodoh seperti yang mereka pikir. Setiap kali aku mendapat pukulan maupun tendan
Baca selengkapnya
Bab 10
BAB 10"Waalaikumsalam," jawabku pelan. Lalu aku mengikuti Emak. Menjatuhkan bobot tubuhku ke kursi rotan yang berada di ruang tamu."Kamu ada masalah dengan Imam?" tanya Om Gunawan tanpa basa-basi."Iya, Om." jawabku singkat. Karena aku malas menjelaskan sesuatu hal yang menurutku pribadi kepada orang lain. Meskipun Om Gunawan adalah sepupu jauh Emak."Imam itu baik lho. Dia juga Sholeh, kamu rugi jika berpisah dengannya!" Rugi bagaimana? Yang ada aku akan sering ia sakiti."Maaf, Om. Kali ini Bela tidak bisa bertahan! Bela terlalu sakit hati, sudah cukup Bela bodo* selama ini. Membiarkan Mas Imam bertindak seenaknya sendiri. Tapi untuk kali ini dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya!""Maksud kamu apa Bela? Kamu tidak sungkan kepadaku? Yang sudah membayar hutang-hutang keluargamu?! Apa ini balasan darimu atas kebaikanku?""Kamu salah sangka Gunawan. Sebenarnya Imam itu …." Belum juga Emak menyelesaikan ucapannya. Om Gunawan sudah memotongnya."Kalau begitu bayar hutang-hutang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status