POV Author
Pagi ini Meylina merasa perutnya benar-benar sakit, akhirnya ia memutuskan untuk tidak berangkat ke butik miliknya untuk bekerja. Setiap datang bulan Meylina memang selalu merasakan sakit perut yang luar biasa hebat, hingga membuatnya sulit beraktifitas."Kamu kenapa? sakit?" tanya Agung suami Meylina yang baru saja keluar dari kamar mandi, lantas Agung segera mengganti pakaian dan duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan sang istri yang masih terbaring dengan badan terbungkus selimut tebal."Ngga, Mas, biasa nih aku lagi dateng bulan." Ucap Meylina dengan suara parau."Mau, Mas antar ke dokter? Setiap dateng bulan kamu tuh sakit perutnya parah banget loh, apa gak sebaiknya di perikaskan?" tanya Agung dengan wajah khawatir, namun Meylina menggelengkan kepala tanda ia tak ingin di antar ke dokter karena itu pasti akan membuat pekerjaan suaminya terganggu."Nggak usah, Mas, tadi abis dibikinin sarapan sama Bik Minah, aku juga udah minum obat nyeri. Insyaallah ntar juga mendingan, udah biasa juga kok. Kamu kan katanya ada rapat penting pagi ini."Agung terlihat berfikir, kemudian mendekat ke arah Meylina dan memeluk tubuhnya sesaat."Ya udah kalo gitu Mas ke bawah mau sarapan dulu yah, kalo ada apa-apa kamu panggil Mas aja." Meylina hanya tersenyum menanggapi ucapan suaminya.Meylina kembali membaringkan tubuhnya, ia merasa sakit perutnya sedikit berkurang setelah meminum obat nyeri yang Bik Minah Berikan tadi. Namun saat Meylina hendak memejamkan mata terdengar suara Handphone berdering dari atas nakas samping ranjangnya, Meylina menoleh sekilas, dilihatnya handphone Agung berdering. Ia pun kembali berbaring karena ia tak ingin mengganggu privasi suaminya dengan mengangkat telepon di handphone suaminya, namun handphone Agung terus berdering hingga lebih dari 5x, karena takut telepon penting Meylina pun bangun dan meraih Handphone Agung, namun nama yang tertera di layar handphone Agung adalah nama yang tak asing baginya."Susan?" gumam Meylina dengan hati penuh tanya."Apa mungkin Susan... nggak, nggak mungkin!" Meylina mencoba menampik prasangkanya, kemudian ia menyimpan kembali Handphone Agung bersamaan dengan Agung yang masuk ke dalam kamar."Handphone kamu bunyi terus tuh dari tadi, kayaknya penting." Ucap Meylina sambil melihat suaminya yang langsung mengambil tas kerja sambil memasukkan beberapa map."Oyah? Siapa pagi-pagi gini udah nelpon?" Ucap Agung dengan tetap sibuk memasukkan map ke dalam tas kerjanya."Susan" Jawab Meylina sambil terus menatap suaminya lekat untuk memeperhatikan ekspresi Agung.Agung tiba-tiba terdiam sesaat, namun kemudian bersikap seperti biasa."Susan ini?" Agung menyodorkan handphone dengan layar bergambar kontak dengan nama Susan, di sana terdapat foto profil seorang wanita dengan rambut tergerai menghadap kebelakang. Meylina tak dapat mengenalinya. tapi nama wanitu itu mengingatkan Meylina pada seseorang. Seseorang dari masa lalu suaminya."Susan ini pegawai baru di kantor Mas, Sayang, gak usah mikir yang macem-macem yah." Jelas Agung seolah tahu rasa penasaran Meylina."Siapa yang mikir macem-macem!" Elak Meylina sambil memonyongkan bibir membuat Agung tampak gemas, dan langsung beranjak mendekat dan mencium pipi istrinya."Saat ini dan seterusnya hanya akan ada kamu di hati aku, tak perlu mengingat apalagi terganggu dengan masa lalu, aku aja udah move on masa kamu ngga sih!" Ucap Agung sambil mencubit gemas hidung bangir Meylina."Iya, iya, ya udah sana berangkat ntar telat loh""Okey, kamu baik-baik yah di rumah, kalau ada apa-apa langsung telepon aku" Ucap Agung sambil berlalu meninggalkan Meylina.Meylina menghirup nafas dalam, mencoba menetralkan fikirannya. Ia mulai merutuki diri karena sempat berfikir macam-macam hanya karena nama Susan. Meylina benar-benar tahu bagaimana Agung melupakan masa lalunya, dan tak pernah sekalipun mengungkitnya semenjak mereka menikah, bukankah itu harusnya membuat Meylina yakin bahwa masa lalu itu tak mungkin akan mengganggu rumah tangganya.🥀🥀🥀🥀🥀Siang mulai beranjak, Meylina terbangun dari tidurnya saat samar terdengar suara wanita paruh baya yang begitu ia kenal, Meylina langsung beranjak turun dari ranjangnya, dan turun ke lantai bawah."Ibu...." Sapa Meylina saat mendapati Ibu Mirna tengah berada di meja makan menyiapkan banyak makanan."Eh sayang, udah mendingan? kata Agung kamu sakit?" Tanya Bu Mirna sambil menggandeng tangan Meylina menuju meja makan."Nggak, Bu, cuma sakit perut dateng bulan aja kok.""Tadi pagi Agung telepon Ibu, bilang katanya kamu sakit, makanya Ibu tadi buru-buru ke sini sambil mampir di rumah makan buat beli lauk kesukaan kamu, biar kamu cepet sehat." Ucap ibu Mirna penuh semangat."Wah Ibu tau aja nih apa yang dibutuhin wanita yang lagi dateng bulan." Ucap Meylina sambil menyendok makanan di depannya."Oh iya Mey kamu sama Agung beli rumah baru?" tanya Ibu Mirna yang juga mulai menyeruput es buah yang ia bawa.Seketika Meylina menghentikan aktifitasnya dan tertegun mendengar pertanyaan sang ibu mertua."Rumah? Rumah mana, Bu?" tanya Meylina bingung."Itu loh rumah yang ada di ujung komplek ini.""Nggak bu, kalo aku sama mas Agung beli rumah ya pasti kita kasih tau Ibu dulu lah, emang Ibu tau dari mana?" tanya Meylina bingung."Tadi pas Ibu dateng, Ibu ketemu B Ida di depan, katanya dia kemaren liat Agung di rumah itu sama kamu, lagi beresin barang kayak orang pindahan gitu." Tutur Bu Mirna."Bu Ida salah liat kali, Bu".Meylina mencoba tetap berfikir positif, karena kemarin Agung pulang telat dengan alasan meeting penting, jadi tidak mungkin Bu Ida melihat suaminya di rumah ujung komplek ini. Meskipun ada sedikit keraguan dalam hati Meylina, ia mencoba tetap percaya bahwa mungkin bu Ida yang salah mengenali.Hampir jam 8 malam Agung belum tiba di rumah, terakhir ia mengirim pesan pada Meylina akan pulang terlambat karena harus menemui klien dari luar kota. Pekerjaanya sebagai seorang kepala perusahaan Arsitektur membuatnya sering meninggalkan Meylina karena meeting dan menemui klien-klien penting, tapi entah kenapa belakangan ini Meylina merasa Agung terlihat sangat sibuk hingga waktu mereka bersama sangatlah sedikit, apalagi karena nama Susan yang tiba-tiba muncul dan pernyataan bu Ida yang ibu mertuanya beri tahukan tadi membuatnya sedikit was-was.Satu jam berlalu, Meylina masih menunggu Agung di dalam kamar, biasanya Meylina akan menunggu Agung pulang di sofa ruang tamu, tapi karena sakit di perutnya belum benar-benar reda ia memilih menunggu suaminya di dalam kamar, tak terasa matanya terpejam. Hingga tiba-tiba ia mendengar suara Agung dari depan pintu kamar. Meylina melirik jam sekilas yang menunjukkan pukul 11 malam, Meylina gegas turun dari ranjang ingin segera menghampiri Agung namun langkahnya terhenti karena mendengar suara wanita dari telepon yang tengah Agung terima.Meylina urung membuka pintu, dan mencoba menajamkan pendengarannya di balik pintu."Benar suara wanita, tapi siapa yang menelpon Mas Agung selarut ini?" Gumam Meylina.Sedetik kemudian terdengar sayup suara tangis dari telepon tersebut, namun Meylina sama sekali tak mendengar suara Agung, hanya terdengar hembusan nafas berat dari suaminya di balik pintu.Karena penasaran Meylina langsung membuka pintu, Agung menoleh dengan wajah kaget, dan langsung memasukkan handphonenya ke dalam saku piyama yang ia kenakan."Mas lagi telepon siapa? kok tadi aku denger kaya orang nangis?" tanya Meylina penasaran."Ngga sayang, ini tadi Ibu telepon." Agung sedikit tergagap menjawab pertanyaan Meylina."Ibu? Ibu kenapa? apa mungkin ibu sakit?""Ngga sayang gak apa-apa, ibu cuma nanyain keadaan kamu aja, ibu khawatir takut sakit perut kamu belum mendingan,"Ucap Agung sambil masuk ke dalam kamar, kemudian Meylina mengekor di belakang Agung.Meylina sebenarnya tak yakin bahwa yang menelepon adalah ibu mertuanya karena ia tahu betul bahwa ibu mertuanya memiliki jadwal tidur teratur, jarang sekali ia tidur lebih dari jam 9 malam, dan ini sudah jam 11 lebih."Udah malem sayang, ayo cepet tidur!" Ajak Agung pada Meylina yang masih terduduk di samping tempat tidur."Tapi mas, tumben ibu telepon jam segini, ibu kan biasanya jam 9 udah tidur!" tanya Meylina yang sangat penasaran, karena ia yakin bahwa yang menelepon suaminya tadi bukanlah ibunya, bahkan Meylina yakin itu bukan suara ibunya."Mungkin karena ibu khawatir banget sama menantu kesayangannya yang lagi sakit" Ucap Agung sambil mendekat dan memluk Meylina dari belakang. "Udah yuk tidur, mas capek banget nih".Meylina menurut, dan langsung membaringkin tubuhnya membelakangi Agung yang terlihat langsung tertidur.Malam itu Meylina sulit memejamkan kembali matanya, ia masih penasaran siapa yang menelepon suaminya tadi, karena meskipun suaranya tak begitu jelas namun Meylina yakin suara wanita itu bukanlah suara ibu mertuanya."Apa mungkin kamu nyembunyiin sesuatu dari aku mas? atau aku yang terlalu berlebihan?" Gumam Meylina dalam hati sambil memandangi wajah pria yang tlah menjadi pendamping hidupnya selama 4 tahun itu.POV AuthorKokok ayam mulai terdengar, suara adzan mulai bersahut-sahutan. Meylina terbangun kemudian membangunkan Agung untuk melaksanakan kewajibannya. Begitu Agung terbangun, Meylina beranjak ke dapur untuk mempersiapkan sarapan dengan dibantu Bik Minah."Sayang, kok kamu udah sibuk di dapur? perut kamu emang udah mendingan?" Tanya Agung yang tiba-tiba sudah berada di pintu dapur memperhatikan istrinya yang tengah sibuk dengan bumbu masak."Masih agak sakit sih, tapi udah gak parah kayak kemaren." Jawab Meylina yang masih sibuk membuat nasi goreng seafood kesukaan suaminya."Mending kamu istirahat dulu deh, nggak usah banyak aktifitas dulu, aku khawatir sakit kamu malah tambah parah kayak dulu," Ucap Agung khawatir mengingat dulu saat awal pernikahan Meylina pernah sampai jatuh pingsan karena sakit perut datang bulan yang ia derita. Saat itu Agung memaksanya ke dokter namun Meylina menolak karena merasa sakitnya akan segera membaik."Nggak apa-apa, Mas, nanti aku minum obat lagi. Ha
POV AgungHidup berumah tangga bersama wanita yang benar-benar tulus menerima segala kekurangan kita adalah salah satu anugerah yang aku terima kini, wanitaku tak hanya cantik tapi juga ia adalah wanita baik yang menemaniku sejak saat aku berada di titik terbawah hidupku, hingga kini aku di usia 35 tahun sudah memiliki apa yang aku impikan.Aku berkenalan dengannya lewat perantara ibuku yang saat itu merupakan pelanggan Meylina. Ya aku mengenal Meylina sejak ia menjajakan gamisnya secara online dan berkeliling komplek. Semangat kerja, keuletan, dan sopan santun yang dimiliki Meylina ternyata tak hanya memilkat hati ibuku tapi juga hatiku yang saat itu sedang dalam lara mendalam ditinggal orang terkasih tanpa kabar apapun.Sejak aku berkenalan dengan Meylina, ia dengan setia mendengarkan setiap keluh kesah, dan gundah tentang kekasihku yang pergi. Meylina bahkan acap kali memintaku untuk memaafkan kekasihku yang pergi itu agar bisa segera berdamai dan
Bagian 4Setelah hari itu berlalu, Susan sering mengirimiku pesan di aplikasi hijau, entah hanya sekedar menanyakan kabarku atau bahkan menceritakan tentang hidupnya. Pada awalnya aku tak pernah membalas pesannya, hingga entah kenapa aku bisa terbawa perasaan. Bukan cinta, tapi rasa iba dan kasihan lah yang membawaku hingga sejauh ini.Melalui pesan yang setiap hari ia kirimkan padaku aku akhirnya tahu bagaimana hidup yang ia lalui, akupun baru tahu kemana ia membawa uangku pergi saat itu.Dalam pesannya ia ceritakan bahwa pada saat itu ayah dan ibunya ternyata memiliki hutang yang bunganya sudah sangat membengkak kepada rentenir di desanya, menurutnya orang tua Susan terpaksa meminjam uang kepada rentenir untuk biaya kuliah Susan di kota, awalnya kedua orang tua Susan masih mampu membayar hutang beserta bunganya dari hasil panen sawahnya yang cukup luas, hingga pada akhirnya ayahnya jatuh sakit dan membuat ia dan keluarganya kehilangan pemasukan, se
POV MeylinaAku adalah wanita kampung, terlahir dari keluarga sederhana, dan telah lama lupa sehangat apa kasih sang ayah sebagai cinta pertama setiap anak perempuan. Ayahku meninggal ketika aku masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.Sepeninggal ayah aku hanya tinggal bersama ibu dan seorang kaka perempuan yang usianya terpaut jauh dari usiaku, saat ayah meninggal kakakku Virna berusia 20 tahun, baru saja menikah dengan lelaki yang berasal dari kampung sebelah bernama Firman.Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga sedikit terseok menanggung beban hidup kami berdua, meskipun terkadang kak Virna membantu tapi itu tentu tak bisa menutupi kebutuhan kami, apalagi akupun masih melanjutkan sekolah.Saat itu ibu menggantungkan hidup dari hasil sawah yang almarhum ayah tinggalkan, dan karena tak menentu ibu pun menjual jajanan kampung berupa gorengan, dan lontong yang ia jajakan dengan berjualan keliling setiap pagi dan sore. Tak ingin melih
POV Meylina"Wanita yang bersamamu di rumah ujung komplek siapa?" Tanyaku sambil menggengam erat tangannya. Seketika mas Agung tampak kaget mendengar pertanyaanku. Ia terdiam cukup lama untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana.Aku menatap matanya lekat untuk mencari kejujuran di dalam sana, berharap jawaban dari mas Agung akan membuatku melupakan segala fikiran buruk yang sedari kemarin menggangguku."Wanita? Maksud kamu apa?" Tanyanya dengan ekspresi yang tampak sedikit bingung, kemudian aku menjelaskan padanya bahwa ibu kemarin bertanya tentang rumah di ujung komlek karena bu Ida memberitahunya bahwa bu Ida melihat Mas Agung bersama seorang wanita yang tampak seperti akan pindah rumah.Aku menangkap sedikit rasa cemas dari mata mas Agung, matanya kini tak lagi menatap mataku."Mungkin bu Ida salah liat sayang, waktu itu mas kan udah kirim pesan ke kamu kalo mas harus ketemu klien, masa kamu lupa sih." Ucapnya lagi tan
"Dialah Susanti, wanita kurang ajar yang membawa kabur uang suami kamu dulu."Ucapan ibu mertuanya membuat Meylina tertegun sejenak, mencoba mencerna semuanya, namun hati dan fikirannya seolah menolak kenyataan yang baru saja ia dengar.Jika wanita di hadapannya adalah Susan berarti saat di rumah sakit Agung dan Susan bersandiwara seolah saling tidak mengenal, dan apa mungkin Susan yang beberapa kali di dapati oleh Meylina menguhubungi Agung pun adalah Susan sang mantan kekasih? Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.Meylina terhunyung memikirkan segalanya, mulutnya seolah terkunci dan sama sekali tak dapat mengatakan apapun meski hatinya begitu bergejolak dengan berbagai pertanyaan atas ketidak fahamannya terhadap situasi yang tengah ia alami saat ini.Ibu Mirna dengan sigap memapah tubuh Meylina, sedangkan Susan hanya berdiri mematung tengan tatapan yang tak bisa diartikan. Namun kemudian Susan ikut mendekati Ibu Mirna dan jiga Meyli
Hati siapa yang tak patah mendapati sang belahan jiwa dengan begitu mudahnya menyemai cinta pada hati lain? Sebegitu dalamnya kah cinta Agung pada Susan hingga luka yang dulu ia tinggalkan begitu mudah menguap hingga tumbuh rasa yang harusnya telah lama mati? atau sebegitu dangkalnya kah cinta Agung terhadap Meylina hingga membuatnya begitu mudah membagi rasa dengan yang bukan haknya?Tepat pukul 3 Meylina terbangun, ia tak mendapati Agung disampingnya, namun ia tak menghiraukannya. Yang ingin ia lakukan saat ini adalah mengadu pada Tuhannya.Setelah berwudhu ia membentangkan sajadah untuk bermunajat pada Sang Pemilik semesta."Robbi apakah aku terlalu sombong karena mengira suamiku tak mungkin berbagi hati? Apakah aku akan menjadi wanita egois jika sekuat tenaga aku ingin mengingkari rasa lain yang tumbuh di hati suamiku dan memaksanya meninggalkan cinta itu?""Sungguh aku ingin rumah tangga ini berakhir di pelataran syurga bersama, namun jika begini apa
"Berapa banyak yang kau sembunyikan dariku mas? Sejauh mana kau berbohong padaku?"Meylina melangkah gontai ke dalam rumah mendapati kebohongan lain dari suaminya. Ia tak mengerti kenapa Agung menutupi semuanya hingga sejauh ini. Dalam hati kecilnya Meylina sangat ingin mempertahankan cintanya, namun jika kebohongan Agung sudah sejauh ini Meylina tak begitu yakin semuanya bisa berlanjut dengan baik seperti sedia kala.Jam menunjukkan pukul 5 sore, terdengar suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Meylina sudah hafal itu adalah mobil suaminya yang selalu ia nanti kedatangannya, untuk membagi cerita tentang apa yang ia lalui hari itu. Namun kini ia enggan melakukannya. Ia hanya duduk di depan televisi tanpa menghiraukan kedatangan Agung.Setelah mengucapkan salam, Agung langsung masuk ke dalam rumah yang terasa berbeda. Tak ada sambutan hangat istrinya, tak ada celotehan yang Meylina lontarkan seperti yang sudah-sudah. Agung melongok ke arah meja makan, di sana sud