Share

Bagian 2

POV Author

Kokok ayam mulai terdengar, suara adzan mulai bersahut-sahutan. Meylina terbangun kemudian membangunkan Agung untuk melaksanakan kewajibannya. Begitu Agung terbangun, Meylina beranjak ke dapur untuk mempersiapkan sarapan dengan dibantu Bik Minah.

"Sayang, kok kamu udah sibuk di dapur? perut kamu emang udah mendingan?" Tanya Agung yang tiba-tiba sudah berada di pintu dapur memperhatikan istrinya yang tengah sibuk dengan bumbu masak.

"Masih agak sakit sih, tapi udah gak parah kayak kemaren." Jawab Meylina yang masih sibuk membuat nasi goreng seafood kesukaan suaminya.

"Mending kamu istirahat dulu deh, nggak usah banyak aktifitas dulu, aku khawatir sakit kamu malah tambah parah kayak dulu," Ucap Agung khawatir mengingat dulu saat awal pernikahan Meylina pernah sampai jatuh pingsan karena sakit perut datang bulan yang ia derita. Saat itu Agung memaksanya ke dokter namun Meylina menolak karena merasa sakitnya akan segera membaik.

"Nggak apa-apa, Mas, nanti aku minum obat lagi. Hari ini juga aku harus ke butik, ada barang baru yang dateng, kasian kalau Rina yang handle sendiri." Jelas Meylina sambil membawa nasi goreng yang baru matang ke meja makan.

Pukul setengah 8 Agung pamit berangkat ke kantor, sedangkan Meylina masih mematut diri di cermin, hatinya kadang terasa kosong karena di usia pernikahannya yang ke 4 ia belum di karuniai anak, namun segala fikiran negative selalu ia tepis dengan anggapan bahwa anak adalah hak preogatif Allah, ia hanya bisa meminta, kemudian memantaskan diri agar kelak bisa menjadi orang tua yang siap di amanahi buah hati, adapun kapan Allah akan memberikannya ia serahkan semuanya pada Sang Pencipta. Ia yakin segalanya telah Allah atur dengan sebaik-baik alur.

Selama ini Meylina dan Agung memang belum pernah berkonsultasi pada dokter, keduanya bersepakat untuk menunggu saja, namun bukan tanpa usaha. Selama 4 tahun keduanya melakukan pola hidup sehat, memakan makanan bergizi, menjauhi rokok apalagi minuman keras, dan semua hal baik keduanya lakukan untuk mendukung agar mereka bisa segera di karuniai anak, namun ternyata Allah belum memberikannya.

Tepat pukul 8 Meylina berangkat ke butik menggunakan taksi online, karena jarak dari rumah ke butiknya hanya memakan waktu 20 menit.

Namun tiba-tiba Meylina merasa perutnya mulai sakit lagi, kemudian ia teringat bahwa tadi sebelum berangkat ia lupa meminum obat nyeri yang Bik Minah berikan. Tapi karena sudah hampir sampai Meylina memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke butiknya. Saat tiba di butik Meylina melihat Rina sudah sibuk dengan tumpukan gamis dan hijab yang baru saja di antar oleh distributor pusat, ada 6 karung besar yang isinya adalah gamis dn hijab untuk di distribusikan ke reseller online.

Meylina langsung membagi tugas kepada 3 pegawai lainnya agar cepat rampung dan bisa di kirim hari ini untuk reseller, tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 10 dan Meylina merasa perutnya semakin sakit, sedangkan pekerjaan dan pembeli mulai berdatangan. Meylina mencoba menahannya namun ternyata sakitnya malah semakin menjadi dan tepat pukul setengah 11 Meylina tak lagi dapat menahan sakitnya hingga ia terkulai lemas di lantai dengan keringat dingin telah membasahi tubuhnya.

🥀🥀🥀🥀🥀

Meylina mulai membuka mata, kemudian mengedarkan pandangan di sekelilingnya, segera ia sadari bahwa kini ia berada di sebuah berangkar di sebuah Unit Gawat Darurat.

"Mbak sudah sadar?" Tanya wanita cantik berkulit putih yang duduk di samping ranjang tempatku terbaring.

Meylina menyipitkan mata memandang wanita tersebut, karena ia tak mengenalnya.

"Saya Santi, kebetulan tadi saya sedang membeli gamis di butik milik mbak saat mbak pingsan, dan karena kebetulan saya bawa kendaraan maka saya dan satu pegawai mbak membawa mbak kesini, sekarang pegawai mbak sedang ada di tempat pendaftaran untuk mengurus administrasi," Jelas wanita bergaun warna peach dengan rambut panjang tergerai yang ternyata bernama Santi.

"Ya Allah terima kasih, Mbak Santi sudah mau membawa saya kesini." Ucap Meylina sungkan.

"Sama-sama, Mbak".

"Ibu Meylina." Ucap seorang wanita paruh baya yang mengenakan jas putih saat menghampiri keduanya.

"Ibu Meylina, apa setiap anda haid/datang bulan selalu merasakan sakit perut yang parah?" tanyanya kemudian, dan Meylina mengangguk.

"Bagaimana dengan darah haid yang keluar?"

"Sedari dulu setiap saya datang bulan, darah yang keluar selalu banyak dok, bahkan kadang lebih dari 15 hari." Jelas Meylina dengan wajah khawatir.

"Baik, Bu, untuk memastikan saya sarankan Ibu Meylina untuk melakukan USG di dokter kandungan atau bisa di rumah sakit ini yah, agar hasilnya lebih jelas." Tutur dokter tersebut dengan tetap tersenyum.

"Apa ada yang salah dengan saya dok?" tanya Meylina kembali.

"Saya tidak bisa memastikan, Bu, karena untuk mengetahuinya Ibu harus melakukan oemeriksaan lengkap dengan dokter kandungan. kalau begitu saya pamit yah bu, nanti setelah menebus obat, Ibu boleh langsung pulang."

Meylina hanya menghirup nafas dalam untuk menetralkan fikirannya yang mulai menerka-nerka keadaannya sendiri, karena sejauh ini ia merasa baik-baik saja meskipun setiap datang bulan ia metasakan sakit perut hebat.

"Meylina..." ucap seorang pria yang tergesa menghampirinya kemudian langsung memeluknya.

"Kamu ngga apa-apa, Sayang?" Tanya Agung khawatir tanpa memperdulikan sekeliling, dan Agung tak sadar jika Santi wanita yang mengantar Meylina sedang memperhatikannya.

"Aku nggak apa-apa, Mas. Oh iya Mas ini mbak Santi yang tadi bawa aku kesini." Meylina mengenalkan.

Agung menoleh ke arah Santi yang di sambut senyum simpul dari wanita cantik tersebut.

"Kamu..." Ucap Agung namun tak melanjutkan ucapannya. Agung terlihat gugup saat melihat Santi.

"Saya Santi." ucap Santi sambil mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri pada Agung. Namun Agung hanya menoleh sekilas dan mengalihkan pandangannya pada Meylina.

"Kenapa, Mas?" tanya Meylina yang menangkap gelagat tak wajar dari suaminya, entah kenapa Meylina merasa suaminya terlihat sangat gugup saat melihat Santi.

"Nggak apa-apa, Sayang, mas cuma khawatir sama kamu". Agung mencoba mengalihkan perhatian Meylina dengan terus mengajaknya berbicara.

Sedangkan Santi hanya memperhatikan keduanya sambil tersenyum.

"Maaf Mas, Mbak, kalau begitu saya pamit yah." Ucap Santi sambil berlalu tanpa menunggu Meylina atau Agung mengucapkan satu kata pun.

Meylina menatap Santi yang kian menjauh keluar dari UGD, entah kenapa Meylina merasa wajahnya sedikit familiar, tapi ia pun tak bisa mengingat dimana dan kapan ia pernah melihat Santi. Sedangkan Agung terlihat menghembuskan nafas lega saat Santi pergi.

"Maaf pak bu, ini obat yang harus ibu Meylina tebus di apotik depan UGD." Ucap Lala pegawai yang ikut mengantarkan Meylina ke rumah sakit bersama Santi tadi sambil menyodorkan kertas yang berisi resep obat.

"Kamu tunggu sebentar yah, Mas kedepan dulu." Ucap Agung sambil mengambil kertas tersebut dari tangan Lala dan langsung bergegas keluar.

Setengah jam berlalu Agung kembali, namun Meylina merasa ada yang aneh dari suaminya. Agung terlihat gugup dan kesal saat kembali dari apotek. Namun Meylina segera menepisnya. Meylina meyakinkan diri bahwa Agung terlihat sedikit kacau karena mengkhawatirnkannya.

"Ayo sayang, semuanya udah beres, kamu udah bisa langsung pulang." Terang Agung sambil memapah Meylina untuk turun dari ranjang.

Meylina tersenyum melihat suaminya yang begitu perhatian padanya, ia merasa sangat beruntung memiliki Agung sebagai pendamping hidupnya, Agung selalu sigap di saat seperti ini.

Saat sampai di parkiran Lala pamit untuk kembali ke butik menggunakan ojek online karena pekerjaan masih banyak, sedangkan Agung dan Meylina segera menaiki mobilnya.

Saat di perjalanan Agung lebih banyak diam, pun dengan Meylina karena merasa sangat lemas hingga ia lebih memilih memejamkan matanya.

Namun ia merasa terganggu karena Handphone Agung yang terus menetus bergetar, tapi Agung hanya mengabaikannya.

Meylina menegakkan posisi duduknya dan menatap ke arah suaminya yang terlihat fokus ke jalanan.

"Mas itu ponsel kamu bunyi terus loh dari tadi, apa gak sebaiknya di angkat dulu?" Usul Meylina yang sebenarnya merasa terganggu dan aneh akan sikap suaminya. Karena tidak biasanya ia mengabaikan telepon yang masuk hingga berkali-kali. Biasanya ia akan langsung mengangkatnya meskipun dari nomor baru, karena ia takut itu adalah telepon dari salah satu kliennya.

"Paling telepon salah sambung"

Meylina melirik sekilas ke arah handphone suaminya di letakkan, meskipun tak begitu jelas Meylina masih bisa melihatnya, begitu banyak pesan masuk dan telepon tak terjawab dari nama yang kemarin membuatnya sedikit berfikir negative pada suaminya.

"Susan" Lirih Meylina dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status