Bab 32"Jangan bercanda, Mika! Bagaimana mungkin kau menyuruh seseorang untuk menikahi Savika. Padahal jelas kau tahu kalau anak yang ada di dalam kandungannya adalah benihku!" Broto langsung menggeram mendengar pernyataan istrinya, yang hari itu sudah menikahkan Savika dengan Ilham. Lebih parahnya lagi, Dina ikut mendukungnya. "Harusnya kamu bersyukur karena aku tidak melaporkan kalian ke polisi atas dugaan perzinahan, Mas!!""Tapi, 'kan ….!" Broto mengacak-acak rambutnya karena kesal. Padahal dia sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu beberapa hari lagi, tentunya tanpa sepengetahuan Mika. Siapa sangka wanita itu bergerak lebih cepat dan memutus harapannya untuk menyunting wanita selingkuhannya."Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi, Mika. Aku akan pastikan mereka bercerai dan Savika kembali padaku!!" Mika yang tidak takut, hanya melipat tangannya di dada dengan pandangan sinis."Kenapa kau tidak menerima kenyataan, Mas? Wanita itu sudah menikah dengan orang lain, me
Bab 31 Hijrah 'Ku tatap pesan dari pria itu yang menggunakan nomor ponsel kakak iparku. Aneh. Kali ini tidak ada kesedihan ataupun hal yang mengganjal dalam pikiranku. Mungkin karena hatiku yang terlanjur kecewa dan kesal karena dia tidak pernah memikirkan perasaanku, makanya kepergian Mas Akbar kembali ke Jepang justru membuat hatiku sedikit tenang.Aku berharap setelah dia kembali nanti, hatiku sudah siap untuk memberi maaf padanya.Hari-hari kulewati dengan perasaan tenang. Ibu mertua juga tak lagi kudengar kabarnya. Waktu Ayah berkunjung ke mari, ayah janji akan mengunjungi mereka dan memberi nasihat kepada orang tua Mas Akbar.Hingga di hari siang itu, Mbak Mika datang ke rumah."Masya Allah … Alhamdulillah. Mbak Mika hijaban sekarang?" Kupandangi wanita yang tampak anggun menggunakan gamis panjang serta hijab menutup dadanya itu. Mbak Mika, sejak kapan wanita itu berubah dengan menutup auratnya. Benar-benar hidayah yang indah."Dina, boleh Mbak masuk?" "Tentu saja, Mbak." Kup
Bab 30 Sebuah Pilihan Aroma masakan yang kubuat menguar di seluruh ruangan. Kali ini aku memasak ayam kecap, sayur sop dan tempe mendoan. Meski aku sedang marah dan malas bertutur kata pada Mas Akbar, tapi perutnya 'tak boleh kelaparan. Makanya setelah berdebat kuputuskan pergi ke dapur dan meracik masakan.Kuketuk pintu kamar depan untuk membangunkan pria itu. Mas Akbar tahu diri. Dia tak lagi menggangguku dan memilih istirahat di kamar lain. Rencananya setelah beres makan aku akan mengajaknya bicara serius."Tumben kamu masak, Din?!" Aku memutar bola mata malas, menatap sebal ke arahnya."Bukankah aku memang sudah biasa melakukannya, ya? Ada atau tidak ada Mas dan Ibu. Eumh, atau jangan-jangan ibu mertua mengatakan hal yang bukan bukan lagi tentangku. Ck, padahal aku sudah memberinya peringatan!!" Rupanya pengaruh fitnah Ibu mertua begitu besar. Dari hal yang ringan sampai hal yang serius, dia selalu melebih-lebihkan dan berkata bohong kepada orang-orang di sekitarnya."Dina, Ken
Bab 29 Pesan Ayah Aku menjalani hariku seperti biasa sekarang. Aku tidak mau pikiranku berakibat buruk kepada anakku nantinya. Biarlah urusan Mas Akbar aku selesaikan setelah kami bertemu nanti. Sedangkan untuk urusan dengan ibu mertua, aku merasa jika semuanya sudah selesai.Tak lupa kuceritakan semuanya kepada ayah. Pria itu harus mengetahui semua yang terjadi pada hidupku, agar Ayah kembali memikirkan kebaikannya kepada besannya tersebut. Bagaimana orang-orang yang dia tolong dan penuhi kebutuhannya selama ini malah tega-teganya menyakiti putrinya sendiri, bahkan tak menganggapku sebagai menantunya."Kau harus tenang, Dina. Sabar. Ayah bersamamu dan ayah akan selalu mendoakan agar kamu selalu bahagia di sana. Jangan terlalu dipikirkan apa yang terjadi, semua adalah bagian dari ujian rumah tanggamu." "Pesan ayah akan kuingat baik-baik. Makasih, ya.""Insya Allah minggu depan kami sekeluarga akan datang untuk berkunjung."Aku tersenyum lagi dan menutup sambungan telepon. Hanya b
Bab 28 Mengalah setelah Lelah"Saya masih percaya dengan hati dan pikiran suami saya, Bu. Tapi karena Ibu ngotot terus-terusan meminta saya untuk menjauhi suami dan berpisah, maka baiklah.""Bagus itu, makin cepat makin baik!" Aminah menatap sinis."Baik, Bu. Ada beberapa hal yang ingin saya berikan kepada Ibu. Semoga ini bermanfaat, ya," ujar Dina sambil menekan tombol off pada rekaman ponselnya. Tentu saja Aminah yang sedikit gaptek tidak tahu apa yang dilakukan oleh menantu tersebut.Dina lalu mengambil beberapa berkas dari dalam tas yang kemudian disimpan di atas meja. Melihat gambar yang ada di halaman depannya, wajah Aminah berubah gusar. Dia melirik ke arah suaminya yang biasa saja melihat logo bergambar Ka'bah itu, meski membuat otaknya berpikir keras."Apa ini, Dina? Apa yang hendak kamu berikan kepada kami? Jangan katakan jika ini adalah surat utang atau semacamnya," tukas wanita itu meski sedikit ragu. Dina mengulas senyum."Tadinya ini sebagai bukti kasih sayang say
Bab 27 Mengunjungi Mereka "Ya ampun, Dina. Kamu jauh-jauh dari kota cuma buat nemuin kami. Kamu sama siapa datang ke sini?!" Bahar tergopoh-gopoh menyambut menantunya. Wanita itu ditemani oleh Ilham di belakangnya yang tampak membawa dus oleh-oleh dan koper."Iya, Pak. Kebetulan ada yang ingin saya obrolkan dengan Ibu," ujar wanita itu langsung pada intinya. Aminah yang mendengar suara menantunya dari arah depan buru-buru mengenakan kerudung dan pergi ke luar.Wanita itu memasang wajah ketus dan mengumpat dalam hati. Dia tak menyangka baru beberapa hari pulang dari rumah Dina, wanita itu sudah datang saja bertandang ke rumahnya."Mau ngapain kamu ke sini? Jika tujuanmu hanya untuk mengklarifikasi keadaanmu yang sekarang mengandung benih yang tak jelas siapa bapaknya, mending sekarang kamu pulang saja. Kamu tidak diterima di rumah ini. Terlebih saat si Akbar pergi ke luar negeri untuk mencari rezeki, kamu malah memasukkan pria lain ke dalam rumahmu!!" hardik Aminah dengan lantan