Share

Tak Tahan Lagi

Author: DSL
last update Last Updated: 2024-09-10 17:05:06

Mendengar tangisan Janeetha, Maura menjadi semakin khawatir. “Tenang, Janeetha. Aku di sini untukmu. Apa kau bisa keluar sekarang? Kita bisa bertemu dan bicara.”

Tanpa berpikir panjang, Janeetha mengangguk meski Maura tak bisa melihatnya. “Iya… aku akan keluar sekarang. Aku tak bisa berada di sini lebih lama.”

“Baiklah, aku akan menunggumu di kafe biasa. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja,” kata Maura dengan suara lembut dan berusaha menenangkan.

Setelah menutup telepon, Janeetha bergegas bangkit dari lantai, menghapus air matanya yang masih berlinang.

Ia tahu bahwa ia harus segera pergi dari sini, setidaknya untuk sementara waktu. Bertemu dengan Maura mungkin tidak akan menyelesaikan semua masalahnya, tetapi setidaknya ia tidak akan sendirian dalam menghadapi ini.

Janeetha berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian yang lebih layak untuk dikenakan di luar. Meski rasa sakit masih menjalari tubuhnya, ia berusaha keras untuk tidak memikirkannya.

Setelah berpakaian, ia mengambil tasnya dan bergegas keluar dari apartemen yang terasa semakin mencekam itu.

***

Ketika Janeetha tiba di kafe tempat ia dan Maura sering bertemu, wanita itu merasa sedikit lega. Kafe itu adalah tempat di mana ia bisa melarikan diri sejenak dari kenyataan yang mengerikan di tempat ia tinggal.

Maura sudah menunggunya di salah satu meja di pojok kafe, dan ketika melihat Janeetha masuk, ia segera bangkit dan memeluk sahabatnya dengan erat.

Hal itu membuat Janeetha sedikit meringis dan Maura segera melepas pelukannya sambil mengajak sahabatnya untuk duduk. "Dia menyakitimu lagi?"

Janeetha tak dapat menahan air matanya lagi. Ia menangis begitu saja, membiarkan semua beban yang ia rasakan terlepas meski hanya sedikit.

 Maura mengelus punggung tangan Janeetha dengan lembut, berusaha memberikan dukungan dan kekuatan. “Aku di sini, Janeetha. Kau tak perlu menanggung ini sendirian. Kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama.”

 Dengan mata yang masih berlinang air mata, Janeetha mengangguk. Meski hatinya masih dipenuhi ketakutan dan keraguan, ia tahu bahwa ia tidak lagi sendirian. Maura ada di sini untuknya, dan itu memberikan sedikit harapan dalam kegelapan yang selama ini menyelimuti hidupnya.

 "Apa yang terjadi?" tanya Maura penuh kekhawatiran, tak berhenti mengelus punggung tangan Janeetha. 

Janeetha menunduk, merasakan beban berat di hatinya. Ia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk jujur, untuk menceritakan semuanya.

Namun, lidahnya terasa kaku, seperti ada yang menahan kata-kata itu keluar. Maura menunggu temannya itu dengan penuh kesabaran untuk bercerita.

“Mas Dika … Mas Dika sepertinya selingkuh,” tutur Janeetha lirih, seraya mengusap wajahnya yang basah. Soal kekerasan yang Dikara lakukan padanya, Maura sudah mendengar darinya sejak lama.

Kedua manik Maura membulat sebentar sebelum akhirnya ia berhasil menenangkan diri. “Kau … yakin?”

Ditanya seperti itu, tentu saja Janeetha tidak yakin. “Aku melihat beberapa pesan dari seorang wanita bernama Ameera. Isinya … menurutku cukup mesra.”

“Kau pernah menanyakannya pada suamimu?” tanya Maura berusaha untuk berpikir rasional terlebih dahulu.

Janeetha terkekeh masam. “Kau pikir pencuri akan mengaku jika dia mencuri?” Matanya kembali menggenang.

 Maura menghela napas, menggenggam tangan Janeetha dengan erat. "Aku sangat menyesal, Janeetha. Aku menyesal dulu mendorongmu untuk menikah dengan Dikara. Aku tidak pernah tahu bahwa ini semua akan terjadi. Aku hanya melihat tampilan luarnya yang sempurna, dan aku pikir dia akan membuatmu bahagia."

 Mendengar kata-kata Maura, Janeetha merasa hatinya terenyuh sekaligus tersayat. Ia tahu bahwa Maura tak bermaksud buruk ketika dulu mendorongnya untuk menikah dengan Dikara.

Dikara memang terlihat sempurna di luar—tampan, mapan, dan penuh pesona. Namun, di balik semua itu, ada sisi gelap yang tak pernah diperlihatkan kepada orang lain. Dan kini, Janeetha terjebak dalam pernikahan yang penuh dengan kekerasan dan penderitaan.

 "Ini bukan salahmu," ucap Janeetha pelan, suaranya nyaris terdengar. "Kau tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku juga tidak tahu. Semua ini terjadi begitu cepat."

“Tapi mengenai perselingkuhan itu. Bukannya aku ingin membela suamimu. Tetapi sebaiknya kau pastikan terlebih dahulu jika itu memang benar.”

Janeetha terdiam. Meskipun itu tidak benar, Janeetha tidak akan peduli. Ia hanya merasa itu adalah sesuatu hal yang ia dapat gunakan sebagai alasan untuk menyerang Dikara dan berpisah dengan pria itu.

Maura menatap sahabatnya dengan tatapan penuh simpati. "Tapi kau tidak harus menghadapi ini sendirian, Janeetha. Aku ada di sini untukmu. Kita bisa mencari jalan keluar bersama-sama."

 Janeetha mengangguk serta mengulas senyum samar, meski hatinya masih dipenuhi keraguan. Ia tahu bahwa Maura tulus ingin membantunya, tetapi ia juga tahu bahwa tidak ada solusi mudah untuk masalah yang ia hadapi.

Pernikahannya dengan Dikara bukan hanya tentang hubungan suami-istri biasa; ada banyak hal yang terlibat, dan Janeetha merasa bahwa dirinya tenggelam dalam lautan masalah yang tak ada habisnya.

Janeetha hendak berbicara lagi saat seorang pria tinggi dengan postur gagah mendekat ke arah mereka membuat ia menoleh ke arah sosok tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   148. Pergi!

    Ketika Ketika Janeetha membuka matanya, ruangan putih terang menyambutnya. Kelopak matanya terasa berat, tubuhnya lemah, dan ada rasa sakit luar biasa di perutnya.Dia berkedip beberapa kali, mencoba memahami di mana dirinya berada. Aroma khas rumah sakit menyengat hidungnya. Infus terpasang di tangannya, dan tubuhnya terasa begitu lemah, seolah hanya tersisa separuh jiwa dalam dirinya.Kemudian, ingatan itu kembali.Darah.Rasa sakit.Jeritan yang tidak terdengar.Tangannya perlahan bergerak ke perutnya yang datar.Tidak…Tidak mungkin…Matanya membelalak saat kepanikan merayapi tubuhnya. Nafasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Dia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya menolak. Air matanya mulai menggenang di sudut mata.“Bayi…” suaranya hampir tak terdengar. “Bayi ku…”Maria, yang sejak tadi duduk di sudut ruangan, segera menghampirinya dan menggenggam tangannya dengan erat. “Janeetha… aku di sini.”

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   147. Tidak Akan Pergi

    “Dasar bajingan! Pergi kau!”Dikara tersentak.Suara itu begitu familiar, mengandung kemarahan yang meledak-ledak. Sebelum ia bisa sepenuhnya mengangkat kepalanya, seseorang sudah menarik kerah bajunya dengan kasar, hampir membuatnya terjatuh dari kursi.Fabian.Pria itu berdiri di depannya dengan wajah merah padam, tatapan penuh kebencian terpancang kuat di matanya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seolah menahan emosi yang hendak meledak.“Sudah cukup kau menghancurkan hidupnya! Apa kau belum puas?!” Fabian menggeram, suaranya bergetar oleh amarah. “Dia hampir mati, Dikara! Kau dengar itu? HAMPIR MATI karena kau!”Dikara hanya menatapnya, matanya kosong.Jika ini terjadi beberapa bulan lalu, ia mungkin sudah membalas Fabian dengan kepalan tangan. Ia mungkin sudah melayangkan tinju ke wajah pria itu tanpa pikir panjang.Tetapi malam ini… tidak ada amarah dalam dirinya. Hanya keham

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   146. Rapuh

    Setelah semalaman berjaga, Dikara berdiri dengan tubuh tegang di depan ruang ICU, menunggu dokter yang baru saja masuk untuk memeriksa Janeetha. Begitu juga Maria dan Sam.Pikiran pria itu berkecamuk, memutar kembali kejadian-kejadian yang telah terjadi. Keguguran. Trauma. Janeetha telah kehilangan bayinya. Anak mereka.Suatu kenyataan yang menghantamnya tanpa ampun.Pintu ICU terbuka, dan Dokter Arief melangkah keluar dengan ekspresi lebih tenang dari sebelumnya. “Kondisinya mulai stabil. Jika tidak ada komplikasi lain, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan dalam beberapa jam.”Dikara mengangguk pelan, meskipun perasaannya masih berantakan.Maria, yang berdiri tak jauh darinya, bersedekap dengan tatapan tajam. “Bagus. Itu artinya kau tak perlu di sini lagi.”Dikara menoleh, menatap Maria dengan pandangan dingin. “Aku akan tetap di sini.”Sam, yang berdiri di samping Maria, mendengus sinis. &l

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   145. Kehilangan

    Maria menatapnya penuh kebencian. “Kau tidak bisa mengambilnya kembali begitu saja.”Dikara menatapnya sejenak, lalu perlahan berjalan mendekat.“Aku tidak mengambil apa pun.” Suaranya rendah, tetapi ada nada mengancam di dalamnya. “Aku hanya datang untuk menjemput istriku.”Maria mengepalkan tangannya, sementara Sam berdiri lebih dekat di sampingnya.Di balik pintu ruang operasi, Janeetha sedang berjuang antara hidup dan mati.Suara alat-alat medis yang berbunyi nyaring, berpadu dengan suara dokter dan perawat yang berusaha menyelamatkan dua nyawa sekaligus.Tubuh Janeetha terbaring tak berdaya di atas meja operasi, darah masih mengalir dari tubuhnya meskipun tim medis sudah berusaha menghentikannya.Dokter yang bertugas berdiri di dekat kepala Janeetha, menatap monitor dengan rahang mengatup rapat. “Tekanan darahnya turun drastis! Beri tambahan cairan!”Seorang perawat buru-buru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   144. Di Ambang Bahaya

    Malam semakin larut, hujan turun perlahan di luar jendela klinik kecil itu. Di dalam ruangan yang remang, Janeetha terbaring dengan tubuh lemah, wajahnya pucat pasi. Napasnya pendek dan tersengal, sementara tangannya menggenggam erat sprei ranjang seakan mencoba menahan rasa sakit yang semakin menggigit perutnya.Maria duduk di sisi ranjang, memegang tangan Janeetha dengan erat. Sam mondar-mandir di ruangan dengan wajah tegang, sesekali menoleh ke arah dokter Arief yang sedang memeriksa tekanan darah Janeetha.Beberapa waktu lalu Janeetha kembali mengeluh kesakitan dan tampak lebih parah dari sebelumnya karena itu Sam segera memanggil dokter Arief.Tiba-tiba, tubuh Janeetha menegang. Napasnya memburu, dan bibirnya mengeluarkan erangan tertahan sebelum tubuhnya mulai bergetar hebat.“Maria… sakit…” Suaranya nyaris tidak terdengar.Maria langsung menegang, sementara Sam menghentikan langkahnya dan bergegas mendekat.&

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   143. Semakin Dekat

    Sam memapah Janeetha keluar dari rumah persembunyian mereka. Langkah Janeetha lemah, tubuhnya nyaris limbung jika saja Sam tidak menggenggamnya erat.Maria berjalan cepat di depan, sesekali menoleh dengan wajah tegang. Mereka tahu mereka tidak bisa sembarangan ke rumah sakit besar—terlalu berisiko.“Kita harus menemukan tempat yang aman untuk memeriksanya,” gumam Maria sambil melihat layar ponselnya. “Ada sebuah klinik kecil di pinggiran kota. Aku punya kenalan di sana. Dia bisa membantu tanpa terlalu banyak bertanya.”Sam mengangguk tanpa ragu. “Ayo.”Mereka menaiki mobil tua yang telah disiapkan Maria sebelumnya. Sam duduk di belakang bersama Janeetha, memastikan kepalanya bersandar nyaman di bahunya. Wanita itu tampak semakin pucat, bibirnya sedikit gemetar akibat kehilangan darah.“Bertahanlah,” bisik Sam pelan.Janeetha hanya mengangguk lemah, matanya mengerjap samar. Setiap detik ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status