"Mas Rayyan, apa aku tidak salah lihat," batin Saras. Ia cukup terkejut saat melihat mantan suaminya berdiri di hadapannya. Dan yang lebih mengejutkan, ternyata Rayyan yang menjadi tamu istimewa Sintia. "Rayyan, dari mana mereka bisa kenal. Sintia, Sintia, kenapa kamu bisa kenal dengan benalu dan penghianat ini sih. Kaya nggak ada laki-laki lain saja," batin Bima. Ia sangat terkejut saat tahu jika lelaki yang Sintia kenalkan itu adalah lelaki yang pernah menyakiti Saras. Enak kenapa Bima merasa tidak rela, jika Sintia kenal dan dekat degan Rayyan. Bukan karena cemburu, tetapi mengingat jika Rayyan bukan lelaki yang baik untuk Sintia. Saras saja memilih untuk melepaskannya, tapi kenapa Sintia justru memungutnya. Bima harus menyadarkan Sintia sebelum mantan kekasihnya itu terlalu jauh melangkah. "Loh kok pada diem." Suara Sintia mampu membuyarkan lamunan mereka, bahkan terlihat jika ketiga orang yang berdiri tak jauh darinya menjadi salah tingkah. Terlebih Rayyan, dari raut wajahnya
"Maaf kalau aku harus membatalkan semua ini, aku tidak menyangka kalau kamu ternyata bukan orang baik-baik. Perbuatanmu sangat menjijikkan, aku kecewa pernah percaya denganmu," ujar Sintia, ia benar-benar menyesal karena pernah menaruh rasa percaya terhadap Rayyan. Orang yang belum lama ini ia kenal. "Sintia aku .... ""Pak tolong bawa pria ini keluar dari sini," titah Sintia pada salah satu pegawainya untuk membawa Rayyan keluar. "Sintia tolong dengar penjelasan aku dulu, ini pasti ada yang .... ""Cepat pergi dari sini," potongnya seraya mendorong tubuh Rayyan agar segera pergi dari hotel tersebut. Dengan terpaksa Rayyan pergi, tapi ia berjanji akan mencari tahu siapa yang sudah menyebarkan video dirinya saat bersama Alexa di sebuah hotel. "Bima, iya, pasti ini ulah Bima. Awas saja kamu akan merasakan balasan yang setimpal," geramnya. Setelah itu Rayyan memutuskan untuk pulang, kecewa itu yang ia rasakan saat ini. Gara-gara video itu, Rayyan gagal untuk memanfaatkan Sintia. Rayy
Seminggu telah berlalu saat Saras memilih untuk sedikit menghindar dari Bima, karena Sintia pernah memberinya peringatan untuk tidak mendekati Bima. Jujur, Saras sendiri merasa tidak yakin dengan perasaan yang pernah Bima utarakan. Beruntung Saras tidak terburu-buru untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. "Ada apa lagi sih." Saras sedikit kesal saat melihat jika Sinta kembali menelpon, padahal baru saja mereka berbicara lewat sambungan telepon, dan sekarang sudah menelponnya lagi. [Assalamu'alaikum, halo ada apa][Wa'alaikumsalam, Saras apa kita bisa bertemu hari ini juga][Sintia maaf ya, tapi hari ini aku sibuk. Aku fi kantor banyak banget kerjaan][Jadi kamu tidak ada waktu sebentar untuk kita bertemu][Iya, maaf. Ya sudah aku masih banyak kerja, assalamu'alaikum]Tanpa menunggu jawaban dari Sintia, Saras langsung menutup sambungan teleponnya, perlahan Saras memijit pelipisnya yang sedikit pusing. Bukan hanya urusan kantor saja yang harus ia pikirkan tetapi juga dengan ur
Kini Erika sudah dibawa ke rumah sakit, Rayyan yang mendengar kabar tersebut dengan segera menyusulnya. Kondisi Erika cukup parah, bahkan dokter mengatakan jika Erika mengalami lumpuh permanen, karena hampir semua saraf mati. Jujur, Rayyan sempat terkejut mendengar kenyataan itu. "Yang sabar ya, kamu harus kuat, ini ujian yang harus kamu dan tante Erika hadapi," ucap Roby seraya menepuk pundak Rayyan. Walaupun Roby tahu seperti apa kelakuan mereka, tetapi ia masih punya rasa kasihan. Terlebih mereka adalah saudara. "Terima kasih, maaf jika sering merepotkan kamu," sahut Rayyan. Ia benar-benar bingung, apa yang harus Rayyan lakukan untuk ke depannya. Untuk biaya rumah sakit saja Rayyan tidak tahu harus membayarnya dengan apa. "Bagaimana ini, aku sama sekali tidak ada uang untuk biaya rumah sakit mama." Rayyan membatin, otaknya berusaha untuk mencari solusi, tetapi justru bayang-bayang saat menodai Sintia yang terlintas. "Roby, aku mau keluar sebentar. Aku titip mama ya," ucap Rayya
"Saras bangun, Saras." Dengan raut wajah panik, Rayyan terus berusaha untuk membangunkan mantan istrinya itu. Namun Saras sama sekali tidak meresponnya. Selang berapa menit, Dila datang. Wanita itu cukup terkejut saat melihat Rayyan, tetapi pandangan matanya beralih pada Saras yang tak sadarkan diri. Melihat itu, Dila menjadi panik, terlebih saat melihat hidung Saras yang kembali mengeluarkan darah. "Astagfirullah, Saras. Saras bangun, Rayyan Saras kenapa?" tanya Dila dengan panik, ia juga berusaha untuk membangunkan Saras, tetapi sahabatnya itu tetap tidak meresponnya. "Aku tidak tahu, tadi katanya kepalanya pusing," jawab Rayyan. Seketika Dila terdiam, ini bukan untuk yang pertama kali Saras mengeluh kepala pusing. Dila pernah menyarankan untuk ke dokter tetapi Saras menolaknya. "Rayyan kita bawa ke rumah sakit, ayo." Dila menyarankan untuk membawa Saras ke rumah sakit, dengan segera Rayyan mengangkat tubuh mantan istrinya itu dan membawanya ke mobil. Rayyan membaringkan tubuh
"Sekarang aku tanya pada kalian, kalian lebih percaya dia atau saya?" tanya Saras pada semua karyawan yang berkumpul. Mendadak suasana menjadi hening, para karyawan saling lirik dan berbisik. Sedetik kemudian mereka bersuara, jika mereka lebih percaya dengan Saras. "Kami lebih percaya dengan, Ibu Saras. Karena kami tahu betul pribadi, Ibu Saras seperti apa," ucap salah satu karyawan yang mungkin sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan milik Saras. "Benar, Ibu Saras tidak mungkin melakukan hal di luar batas," timpal seorang karyawan satunya. Mendengar itu, Sintia bertambah geram, usahanya benar-benar gagal. Malu itu yang kini Sintia rasakan, karena rencana untuk menjatuhkan Saras, justru berbalik pada dirinya. "Kamu dengar sendiri bukan, masih mau lanjut atau mundur pelan-pelan?" tanya Saras dengan senyum mengejek. Terlihat jelas jika Sintia bukan hanya menahan rasa malu, tapi juga rasa kesal serta amarah. "Baik, kali ini kamu boleh menang, tapi ingat satu hal. Mantan suamimu it
"Bima, kenapa kamu diam saja." Dyah berjalan menghampiri Bima, ia cukup kesal saat melihat calon tunangan putrinya yang seperti tidak peduli terhadap Sintia. "Kalau Sintia memang tidak bersalah, pasti nanti akan dibebaskan. Jadi, Tante tidak perlu khawatir seperti itu, dan satu lagi. Sintia tidak akan berurusan dengan polisi kalau memang dia tidak bersalah," ungkap Bima. "Apa yang dikatakan Bima itu benar, lebih baik sekarang kita ke kantor polisi saja untuk mengetahui lebih lanjut." Rahma, ibunda Bima menimpali. Tanpa banyak bicara, kini mereka memutuskan untuk ke kantor polisi. "Sintia, apa yang kamu lakukan. Kamu tidak akan pernah berurusan dengan polisi kalau memang tidak membuat ulah." Bima membatin, kini mereka sudah dalam perjalanan menuju ke kantor polisi. Entah kenapa perasaan Bima biasa saja saat melihat Sintia ditangkap polisi. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih, kini mereka tiba di kantor polisi. Bahkan kini mereka sudah berada di dalam, polisi sedang
Satu jam kemudian, kini Saras sudah berada di ruang rawat, saat ini Irma dan Dila yang sedang menemaninya. Sementara Bima dan Roby tengah bersama dengan Rayyan, beruntung kondisi Rayyan sudah stabil, hanya butuh istirahat yang cukup agar segera pulih. "Rayyan terima kasih, aku tidak tahu harus ngomong apa lagi. Kamu sudah menyelamatkan hidup Saras," ucap Bima. Sementara Rayyan hanya mengangguk, ia merasa berguna, walaupun apa yang Rayyan lakukan tidak akan sebanding dengan luka yang pernah ditorehkan kepada Saras. "Tolong jaga Saras," ucap Rayyan dengan suara lemah. Sejujurnya ia ingin melihat Saras untuk yang terakhir kalinya, tapi Rayyan sudah bersumpah. Bahwa ia hanya akan melihat mantan istrinya itu saat menikah dengan Bima nanti. "Mas, apa kamu tidak ingin melihat Saras?" tanya Roby. Walaupun Rayyan pernah berbuat jahat, tapi Roby kini sudah memaafkannya. Begitu juga dengan yang lain, mereka telah memaafkan kesalahan Rayyan. Rayyan menggeleng. "Aku akan melihat Saras saat dia