Share

3 – Pay Out

“Lalu, apa yang kau inginkan?” tanya Freesia.

“Kau.”

Jawaban Allen itu membuat Freesia melotot marah. “Kau … jangan kau pikir kau bisa merendahkanku hanya karena kau sudah membantuku! Aku tidak sudi …”

Kata-kata Freesia terhenti oleh suara denting lift yang sudah tiba di lobi. Pintu lift terbuka dan Freesia melihat orang-orang neneknya menunggu di lobi. Sial!

Freesia menekan tombol menutup, membuat pintu lift kembali tertutup. Lalu, Freesia menekan tombol lantai teratas gedung itu. Lift kembali bergerak ke atas dan Freesia bergerak ke belakang hingga punggungnya bersandar di dinding lift. Saat itulah, sesuatu jatuh dari bahunya.

Freesia menunduk dan melihat jaket kulit yang tadi disampirkan Allen di bahunya mendarat di lantai. Ketika Allen tiba-tiba membungkuk ke arahnya, Freesia refleks memukul kepala pria itu ketika mendapati wajah pria itu berada tepat di depan pahanya.

“Apa yang kau lakukan?! Dasar Mesum!” maki Freesia.

Allen tidak lantas berdiri dan berlutut dengan satu kaki di samping Freesia, menghadap ke arah Freesia. Pria itu perlahan mendongak ke arah Freesia.

“Kau … berani memukulku?” Suara pria itu terdengar berat, berbeda dengan sebelumnya.

Freesia berusaha mundur, tapi punggungnya sudah menempel di dinding lift.

“I-itu karena kau … tiba-tiba melihat pahaku …” Kalimat Freesia terhenti ketika pria itu tiba-tiba melingkarkan jaketnya yang tadi jatuh, ke pinggang Freesia, mengikatnya di sana, sekaligus menutupi paha Freesia.

“Aku tidak melihat pahamu,” ucap pria itu. “Aku hanya mengambil jaketku dan sekarang kau bisa menggunakannya untuk menutupi pahamu. Meski aku tak mengerti kenapa kau memakai celana sependek ini di luar rumah.”

Freesia berdehem dan menguatkan ikatan jaket di pinggangnya. “Ini pakaian paling nyaman untuk kabur dan berlari,” Freesia berkata. “Untuk jaga-jaga.”

“Jadi, kau sudah berniat untuk kabur dan  berlari? Karena itu kau akan pergi ke lantai teratas? Kau berencana kabur dengan cara bagaimana dari sana? Melompat?” Pria itu kembali berdiri dan ikut menyandarkan punggung di dinding lift di samping Freesia.

Freesia menghela napas. “Aku akan  memikirkannya setelah aku berada di sana nanti,” jawab Freesia. “Dan maaf karena sudah menuduhmu, tapi kau yang membuatku berpikir seperti itu.” Freesia melirik pria itu. “Bukankah kau menginginkan tubuhku sebagai bayaran untuk apa yang kau lakukan untukku tadi di restoran?”

Pria itu tersenyum geli. “Kau sepertinya salah paham, Nona,” ucapnya. “Maksudku, aku membutuhkanmu untuk menjadi pengasuh. Apa kau terbiasa dengan anak-anak?”

Freesia mengerutkan kening. “Apa? Pengasuh?”

Allen mengangguk. “Aku butuh seorang pengasuh yang bisa bermain dengan anak-anak, bukan hanya menyiapkan makan, baju, dan keperluannya yang lain, tapi juga bisa menemaninya bermain.” Allen menoleh pada Freesia. “Jika kau bisa melakukan itu, kau mungkin bisa menyimpan tabunganmu dan mendapat tempat bersembunyi dari nenekmu selama lebih dari satu atau dua bulan. Dengan begitu, nenekmu pasti akan menyerah dan kau akan menjadi pemenangnya, kan?”

Mata Freesia seketika berbinar mendengar itu. “Ya, ya! Aku mau! Aku bisa bermain dengan anak-anak! Aku suka bermain dengan anak-anak! Meski … um …” Freesia sedikit ragu, “aku tidak begitu bagus dalam hal menyiapkan makan, baju, dan lainnya, karena aku sendiri tak pernah melakukan hal seperti itu sendiri, tapi … aku percaya diri dengan menemani anak-anak bermain.” Freesia menatap Allen dengan penuh tekad.

Sejujurnya, ada satu tempat bermain yang menjadi impian Freesia. Taman bermain anak-anak yang memiliki segala macam mainan dan halang rintang, trampolin, kolam mandi bola yang besar, istana balon …. Sejak kecil, Freesia ingin semua itu, tapi tak diizinkan karena itu terlalu berbahaya dan seorang lady tidak seharusnya melompat-lompat di atas trampolin sambil berteriak-teriak atau melompat ke kolam bola hingga roknya tersibak.

Freesia akan menggunakan kesempatan ini untuk memaksa neneknya menyerah, sekaligus memuaskan keinginan masa kecilnya yang tak terpenuhi.

“Baiklah,” jawab pria itu. “Kita bisa pergi ke rumahku dulu, membuat kontrak, dan kau bisa mulai bekerja besok.”

Freesia menatap Allen dari atas ke bawah setelah mendengar itu. “Tapi … bagaimana aku bisa percaya jika kau benar-benar menginginkanku untuk menjadi pengasuh anak, dan bukannya akan menjualku?”

Bagaimanapun, Freesia tetap harus curiga. Dia tidak bodoh.

Namun, Allen kemudian tersenyum. “Kau bisa mengirimkan lokasimu pada orang yang kau percaya sepanjang perjalanan kita nanti,” Allen berkata. “Bagaimana?”

Freesia berpikir tentang usulan pria itu. Namun, siapa yang bisa Freesia percaya tentang hal seperti ini? Dia bahkan tak punya sahabat atau teman dekat.

“Tapi, kau harus berhati-hati memilih orang. Jika tidak, mereka akan mengkhianatimu dan melaporkanmu pada nenekmu,” Allen mengingatkan.

Freesia mengecek kontak di ponselnya, lalu menoleh pada Allen. “Deal.

Suara denting lift yang sudah membawa mereka ke lantai teratas menutup kesepakatan mereka.

***

Gadis ini … apa dia sama sekali tidak merasakan aura berbahaya Allen?

Mungkin ketika di restoran tadi, Allen menyembunyikan aura berbahayanya. Seperti yang dikatakan gadis itu, Allen berakting dengan sempurna. Namun, detik ketika Allen menyebutkan apa yang ia inginkan dari gadis itu tadi, ia tak lagi menyembunyikan aura berbahayanya.

Gadis itu mungkin sempat merasakannya sesaat, karena itu dia mencoba menolak Allen. Namun, itu tak bertahan lama sampai dia kembali menutup pintu lift dan membawa mereka naik ke lantai paling atas gedung itu. Dia bahkan tanpa curiga menerima penawaran Allen untuk ikut ke rumahnya.

Gadis ini mungkin tak sadar, bantuan yang dia minta dari Allen tadi, kemungkinan harus dia bayar dengan nyawanya sendiri. Meski, Allen menikmati situasi ini. Sepertinya, ia menangkap satu peliharaan yang akan sangat berguna nantinya.

Dan peliharaan barunya itu, saat ini duduk di sebelah Allen di mobil yang disetiri Allen, dengan tangan memegangi erat ponsel dan tatapan tajam keluar jendela, seolah berusaha mengingat jalan. Meski, Allen tak yakin dia bisa mengingat jalan yang mereka lewati dengan jelas karena gelap.

“Omong-omong,” Allen angkat bicara, untuk memecah suasana sunyi, “tidakkah kau pernah diajari untuk tidak mengikuti orang asing sembarangan? Terutama, di malam hari.”

“Karena itu, aku mengirim lokasiku pada salah satu teman kuliahku dan memintanya menghubungi polisi jika tiba-tiba lokasiku tak bisa dilacak,” ucap gadis itu, masih dengan usahanya menghafal jalan di luar. Usaha yang sia-sia.

“Apa kau dekat dengan temanmu itu?” tanya Allen.

“Tidak,” jawab gadis itu. “Tapi, dia cukup bisa dipercaya. Dia tidak akan mengkhianatiku karena dia tidak menyukai nenekku dan keluarganya tidak dekat dengan keluargaku. Nenekku pernah mencelanya tidak sopan dan tak tahu aturan ketika mereka bertemu.”

Itu berarti, temannya yang malang itu aman untuk dibunuh.

“Tapi, apa kau tidak takut padaku?” tanya Allen, kali ini benar-benar penasaran.

Freesia akhirnya menoleh pada Allen dan Allen bisa merasakan tatapan gadis itu dari atas ke bawah. Allen berdehem.

“Kurasa, apa yang kau lakukan barusan … termasuk sedikit tidak sopan?” singgung Allen.

“Kau yang bertanya padaku, jadi aku setidaknya harus mencari alasan jika ingin menjawab itu,” jawab Freesia.

“Lalu, apa jawaban dan alasanmu?” tanya Allen.

“Kupikir, kau bukan orang jahat, karena kau mau membantuku. Kau juga sopan dan looks like you have pretty good manner. Kau juga memberikan jaketmu untuk menutupi tubuhku,” urai gadis itu.

“Dan itu menjadi alasan kenapa kau tidak takut padaku?” Allen tak bisa menahan senyum gelinya.

“Mungkin,” jawab Freesia. “Tapi, jika kau benar-benar berniat jahat padaku, kau akan tahu sendiri akibatnya.”

“Akibat seperti apa, misalnya?” tanya Allen sembari berusaha menahan senyum geli.

“Meski aku kabur dari rumah, tapi aku tetaplah cucu tunggal nenekku. Aku satu-satunya keluarga nenekku. Meski aku tidak akan bisa menjadi ahli waris perusahaan, tapi aku tetap darah dagingnya, jadi dia akan melakukan hal mengerikan padamu jika kau melakukan sesuatu yang buruk padaku,” ucap Freesia penuh percaya diri.

“Kau cucu tunggal dan satu-satunya ahli waris nenekmu?” Allen memastikan.

“Ya,” jawab Freesia. “Karena itu, nenekku sampai harus mengirimku ke luar negeri untuk belajar manajemen perusahaan di tempat yang menurutnya terbaik. Meski, aku berhasil kabur.” Gadis itu tersenyum bangga.

Allen tak mengerti jalan pikiran gadis ini. Sungguh menakjubkan.

“Lalu, kenapa nenekmu mengirimmu ke luar negeri? Tidakkah seharusnya dia mengurungmu di rumah dan memastikan keamananmu di atas segalanya?” sebut Allen.

“Itu yang terjadi padaku selama ini. Bahkan, ketika aku sekolah di luar negeri, selalu ada orang-orang yang mengawalku,” Freesia berkata. “Aku hanya bebas dari mereka ketika aku berada di lingkungan sekolah. Ck, they’re f***ing annoying.

“Kurasa, nenekmu juga tidak tahu kebiasaan mengumpatmu itu,” singgung Allen.

“Jika nenekku tahu, aku pasti akan langsung dikurung dan harus belajar tata krama dan etika dari awal.” Freesia menghela napas dramatis.

Allen tersenyum geli. “Lalu, bagaimana akhirnya kau tertangkap dan berakhir dengan perjodohan di restoran hotel itu?”

“Ha ha!” Freesia tertawa kering. “Mereka sudah menungguku di bandara dan menyeretku ke hotel itu. Karena itu, aku tak punya persiapan apa pun. Tapi, untungnya aku bertemu denganmu.” Freesia melempar senyum pada Allen.

Ah, jadi karena gadis ini sudah menyerah untuk menjadi ahli waris di perusahaan, dia akan digunakan untuk tumbal dalam bentuk pernikahan, di mana calon suaminya yang akan mengurus perusahaan untuknya?

Satu-satunya keluarga yang dimiliki gadis ini … benar-benar menggelikan.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
dialognya enak banget ya dibacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status