Share

2 – Kekasih Palsu

Freesia sudah sampai di base pertama. Saat ini, Freesia, Bramasta, dan pria asing yang mendadak menjadi kekasihnya itu duduk satu meja. Bramasta tampak menatap pria di samping Freesia ini lekat. Jelas dia menghakimi pria ini dari penampilannya.

Omong-omong, Freesia bahkan tidak tahu nama pria yang sekarang menjadi kekasihnya ini. Oh, pria yang malang. Dia tiba-tiba harus menjadi kekasih Freesia dan dihakimi oleh pria sombong yang duduk di depan Freesia ini.

“Jadi … dia adalah kekasihmu?” Bramasta menyelesaikan sesi penghakimannya pada kekasih palsu Freesia dan akhirnya menatap Freesia.

Freesia tersenyum semenyesal mungkin. “Maaf,” Freesia berkata. “Aku benar-benar menyesal karena harus mengacaukan perjodohan kita seperti ini.”

Bramasta menggeleng. “Tidak,” sahutnya. “Sama sekali tidak kacau. Kau hanya punya kekasih. Itu tak mengubah apa pun.”

Freesia berusaha untuk menahan umpatannya. F***ing crazy. Apa yang dipikirkan pria ini?

“Apa … maksudmu?” tanya Freesia hati-hati.

“Kau tahu apa arti perjodohan kita,” ucap Bramasta. “Kerja sama perusahaan. Tidak kurang dan tidak lebih. Jadi, kau bisa memiliki kekasih, begitu pun aku. Kita hanya perlu terikat dalam pernikahan, dan tetap hidup bebas di baliknya.”

Hell, no! Hidup bebas, apanya?! Freesia tidak bodoh!

Dengan nenek Freesia seperti itu, bagaimana Freesia bisa hidup bebas? Freesia bahkan sudah bisa menggambarkan masa depannya jika dia menikah dengan Bramasta Adibrata sialan ini.

Sebagai Nyonya Adibrata, dia akan bertemu dengan para Nyonya lainnya, menghabiskan waktu untuk hal semacam minum teh, arisan mewah, menonton konser musik klasik, pesta ini-itu, ugh … membayangkannya membuat Freesia mual. Dan lagi! Dia tidak akan bisa mengumpat dengan bebas. Lalu, di mana dan bagaimana Freesia bisa meluapkan stresnya?

Freesia bergidik memikirkan itu.

“Kau kedinginan?” tanya Bramasta.

Freesia menggeleng, tapi kemudian, tiba-tiba Freesia merasakan sesuatu tersampir di bahunya. Freesia menunduk untuk mengecek keberadaan sebuah jaket kulit di sana. Freesia menoleh ke samping, ke arah pria yang mendadak menjadi kekasihnya itu.

Pria itu sudah membantu Freesia hingga sejauh ini. Freesia tidak akan menyia-nyiakan bantuannya.

“Kau tahu cara yang lebih romantis untuk menghangatkanku, Sayang,” Freesia berkata, lalu berdiri dan menangkup wajah pria itu, sebelum ia menunduk dan mencium bibir pria itu.

Freesia sudah mendengar banyak cerita ciuman dari teman-temannya. Dasar para tukang pamer itu! Namun, berkat mereka, Freesia jadi punya cukup pengetahuan tentang hal seperti ini.

Seperti, tentang bagaimana ciuman bisa menghangatkan tubuh. Ciuman yang panas. Freesia menyentuh bibir pria itu dengan ujung lidahnya, berharap pria itu tidak akan terlalu terkejut. Namun, pria itu membuka bibirnya dan membalas ciuman hati-hati Freesia dengan ciuman panas.

Tangan Freesia yang tadinya ada di wajah pria itu, berpindah di bahunya untuk berpegangan ketika kakinya terasa lemas karena ciuman pria itu. He’s a f***ing good kisser! Hah! Freesia rasanya ingin memamerkan ciuman pertamanya ini pada para tukang pamer itu.

Namun sebelum itu, bagaimana Freesia akan mengakhiri ciuman ini? Semakin lama, ciuman pria ini semakin … panas. Freesia mulai merasakan kabut di kepalanya. Hingga akhirnya, Freesia kehabisan napas. Freesia baru akan mendorong pria itu, tapi pria itu mengakhiri ciuman mereka.

Freesia terengah kehabisan napas, matanya bertemu dengan mata pria itu. Abu-abu. Matanya berwarna abu-abu.

“Jika kau menggodaku seperti ini, aku tidak akan bisa menahan diri, Sayang,” ucap pria itu kemudian.

Eh?

Freesia menunduk merasakan sebuah tangan mengusap pinggangnya. Sejak kapan tangan pria itu melingkar di pinggang Freesia?

Suara deheman dari seberang meja menyadarkan Freesia dan ia segera menarik diri untuk kembali duduk di kursinya. Freesia melirik pria di sebelahnya yang tampak sedikit menunduk, tapi Freesia bisa melihat senyum di ujung bibirnya.

Uh, mendadak Freesia merasa malu. Itu tadi ciuman pertamanya. Dan itu ciuman yang sangat panas. Kenapa Freesia harus kehabisan napas di tengah ciuman itu sementara pria itu tampak baik-baik saja? Padahal, Freesia yang memulai ciuman itu, tapi ia mengakhirinya dengan memalukan.

“Maaf,” ucap pria di sebelah Freesia sembari menatap Bramasta. “Tapi, seperti yang kau lihat, cinta kami begitu panas. Apa pernikahan kalian bahkan bisa  menyembunyikan cinta kami untuk sama lain?”

Pria ini pasti seorang aktor! Namun, karena Freesia bahkan tak bisa mengenalinya, mungkin dia aktor pemula, atau karirnya tidak begitu bagus. Oh, Freesia akan menjadi sponsornya dan memastikan dia menjadi aktor paling bersinar tahun ini!

Namun, tentu saja, Bramasta adalah tokoh villain yang tidak akan membiarkan hidup Freesia dan aktor ini berakhir bahagia. Karena kemudian, pria itu bertanya tajam pada kekasih palsu Freesia,

“Apa kau tahu siapa Freesia?”

“Gadis yang kucintai,” jawab pria di sebelahnya ini.

Freesia nyaris bersorak dan bertepuk tangan saking senangnya dengan jawaban romantis itu.

Namun, Bramasta sang Tokoh Villain, tak tampak begitu senang.

“Lalu, boleh aku tahu, siapa kau dan dari keluarga mana kau hingga kau berani mendekati Freesia Martin?” tanya Bramasta dengan ekspresi persis seperti tokoh jahat di film yang pernah Freesia tonton.

It’s Freesia Natasha Martin,” koreksi Freesia.

Bramasta melirik Freesia kesal, tapi tak mengatakan apa pun.

“Allen Woodz,” kekasih palsu Freesia itu menyebutkan namanya.

Allen Woodz. Allen Woodz. Allen Woodz.

Tak peduli berapa kali pun Freesia menyebutkan nama itu dalam kepalanya, ia tak mendapatkan gambaran satu pun. Sepertinya, dia memang pria biasa. Mungkin, aktor pembantu, mengingat aktingnya yang begitu meyakinkan.

“Woodz?” sebut Bramasta.

Freesia mengamati ekspresi Bramasta. Jangan bilang, pria itu mengenal keluarga kekasih palsu Freesia ini?

“Ya,” jawab Allen Woodz. “Dan karena Freesia sudah menegaskan jawabannya untuk perjodohan ini, kurasa kami bisa pergi, kan?”

Allen menggenggam tangan Freesia, lalu menariknya berdiri bersama pria itu. Freesia menatap Bramasta.

“Katakan pada nenekku, aku tidak akan pulang ke rumahnya,” Freesia berkata. “Tidak, sampai nenekku membatalkan perjodohan kita.”

Ah, Freesia berharap setidaknya ada satu foto ciumannya dengan Allen yang tersebar. Dan Freesia berharap, dengan begitu, neneknya akan menyerah untuk menjodohkan Freesia dengan siapa pun.

***

Allen dan Freesia akhirnya meninggalkan restoran dengan bergandengan tangan dan berdiri di depan pintu lift. Allen menekan tombol lift dan mereka menunggu lift bergerak naik dari lobi. Allen kemudian mendengar helaan lega napas Freesia. Allen menunduk menatap tangan gadis itu yang menggenggam erat tangannya.

Freesia Natasha Martin. Siapa gadis ini sebenarnya?

“Allen.”

Allen mengernyit merasakan sesuatu di dadanya seolah tertarik kuat tatkala namanya terucap dari bibir itu. Bibir yang tadi diciumnya dengan panas. Bahkan hingga saat ini, Allen masih mengingat dengan jelas rasa bibir itu.

Stroberi.

Mengingat itu membuat Allen mendadak ingin tersenyum. Ah … benar-benar aneh. Gadis yang aneh.

“Allen?” Panggilan gadis itu menyadarkan Allen.

Allen berdehem. “Ya?”

“Terima kasih,” ucap gadis itu sembari tersenyum.

“Tidak masalah,” sahut Allen. “Toh, aku tidak akan melakukannya secara gratis.”

Freesia seperti akhirnya sadar tentang apa ini.

“Ah, benar. Aku berutang satu permintaan untukmu,” ucap gadis itu. “Jadi, apa yang kau inginkan?”

“Kau benar-benar akan memberikan apa pun yang kuinginkan?” tanya Allen.

Freesia mengangguk. “Sebenarnya, aku menduga dirimu adalah aktor yang belum cukup bersinar. Well, aku tahu persaingan di industri itu memang sangat ketat. Tapi, aku bisa membantumu. Aku akan menjadi sponsormu dan memastikan kau menjadi aktor terbaik tahun ini.”

Aktor? Allen nyaris tertawa mendengar itu. Namun, gadis ini tidak sepenuhnya salah. Selama ini, Allen selalu berganti peran dalam melakukan pekerjaannya. Pun kali ini, Allen datang ke restoran itu sebagai pengunjung restoran. Hingga perannya berubah karena kemunculan Freesia. Dan tentu saja, rencananya juga berubah.

“Terima kasih untuk tawarannya, tapi bukan itu yang kubutuhkan,” Allen berkata.

Freesia mengerutkan kening. “Bukan itu? Lalu apa?”

Allen menatap wajah gadis itu, mempelajarinya. Wajahnya kecil. Matanya berpendar. Ah, begitu hidup. Hidung kecil dengan proporsi pas dengan wajahnya. Dan … bibir kecil stroberinya yang berwarna pink. Gadis ini mungkin masih remaja. Maksimal, usianya dua puluh tahun.

Mengingat di usia semuda ini sudah terikat perjodohan, Allen bisa membayangkan dia berasal dari keluarga macam apa. Namun, gadis ini sepertinya sudah bertekad untuk meninggalkan keluarga ‘terhormat’-nya itu.

Percakapan mereka terhenti ketika pintu lift terbuka. Allen dan Freesia masuk ke lift dan Allen menekan tombol lobi, membawa lift itu bergerak turun.  

“Omong-omong, kau bilang kau tidak akan pulang ke rumah nenekmu sampai perjodohan itu dibatalkan,” singgung Allen. “Lalu, kau akan tinggal di mana?”

“Aku bisa menginap di hotel atau villa,” jawab gadis itu.

“Kau punya uang untuk itu?” Allen memastikan.

“Tentu saja!” sahut gadis itu bangga. “Aku punya banyak uang.”

“Uangmu sendiri atau uang nenekmu?” tanya Allen.

Gadis itu mengerjap. “Tunggu!”

Gadis itu mengeluarkan ponsel dari tas selempang kecil yang dibawanya. Dari posisinya, Allen bisa melihat gadis itu mengecek saldo rekeningnya. Gadis itu punya beberapa puluh juta di rekeningnya.

“Uang tabunganku sepertinya akan cukup untuk bertahan selama sebulan atau dua bulan, setidaknya,” gumam gadis itu. “Argh! Jika tahu begini, seharusnya aku lebih rajin menabung!”

Gadis itu membuka akun bank-nya yang lain. Ada jumlah yang jauh lebih banyak di sana. Gadis itu berusaha mentransfer uang itu ke rekeningnya, tapi kemudian ada notifikasi jika akun itu sudah diblokir.

Wow. Cepat sekali neneknya bergerak.

“Argh …” Freesia mengerang frustrasi. “Semua kartuku juga pasti sudah diblokir. Sahamku tidak akan bisa kujual karena Nenek pasti sudah melakukan sesuatu dengan itu. Beberapa aset pribadi atas namaku pun adalah pemberian Nenek, jadi dia pasti sudah mengamankannya juga. What the f***ing hell!

Allen terkejut mendengar gadis itu tiba-tiba mengumpat.

“Jika dia pikir, dengan begini dia bisa membuatku menyerah, hell no f***ing way!” Gadis itu terus mengumpat selama beberapa waktu.

Allen berusaha menahan senyum ketika teringat seseorang yang ada di rumahnya. Mereka begitu mirip.

“Lalu, bagaimana kau akan memberikan apa yang kuinginkan?” tagih Allen.

“Ah, itu … um … sebelumnya, apa yang kau inginkan? Rumah? Gedung? Uang? Saham?” Freesia meringis. “Aku bisa memberikan uang muka dulu dan kita bisa membuat kontrak tentang itu. Sisanya akan kubayarkan begitu aku mendapatkan semua uangku kembali.”

“Dan bagaimana kau seyakin itu jika semua uangmu akan kembali? Itu bahkan bukan uangmu, tapi uang nenekmu,” sebut Allen.

Freesia kembali mengerang frustrasi.

“Tapi, aku tidak mengatakan jika itu yang kuinginkan,” ucap Allen.

Freesia mengerutkan kening. “Lalu, apa yang kau inginkan?”

Allen tersenyum miring. “Kau.”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status