Shassy yang baru mendengar keterangan dari Dira lewat telepon pun langsung berlari ke arah parkiran perusahaan. Ia bergegas membawa motornya meninggalkan perusahaan itu.
"Aduh lama sekali, pakai macet segala!" gerutu Shassy, ketika dirinya sedang berada di persimpangan lampu merah. Sebenarnya dia berada di urutan ke-3 dari depan, hanya saja baginya saat itu terasa sangat lama, karena ia sedang terburu-buru.
Shassy pun memacu motornya secepat mungkin. Iya tak peduli dengan suara klakson dari kendaraan yang ia lewati.
Bahkan beberapa kali kita hampir saja menyenggol kendaraan lain karena tak bisa berkonsentrasi.
Hingga akhirnya 25 menit kemudian, ia sampai di tempat yang dikatakan oleh Dira.
Sasi segera turun dari motornya, ia menatap sekitar mencari keberadaan Dira.
"Di mana dia, bukankah katanya dia ada d
Dira pun segera berlari meninggalkan ruangan tersebut. Gerry dan 2 orang lainnya segera menoleh ke arah Shassy bersamaan dengan keluarnya Dira dari ruangan tersebut."Kamu membohongi kami," ucap Gerry dengan mata yang merah menyala penuh kemarahan menatap ke arah Shassy.Shassy pun siap menghadang Gerry dan teman-temannya dengan balok kayu yang dibawanya sebagai senjata."Kam-" Sebelum Gerry menyelesaikan kalimatnya, Shassy pun segera menyerang terlebih dahulu.'Ingat Shass, kamu harus bertahan!Bertahan!' Hanya itu yang ada dalam pikiran Shassy saat ini. Shassy terus memukul membabi buta keempat remaja laki-laki yang ada di ruangan itu.
"Emmm," guman Keen ketika bibir Shassy menyentuh benda pribadinya.Shassy pun langsung melahap benda tersebut, ia memperlakukannya dengan manja seolah sedang menikmati benda manis kesukaannya. Perlakuan yang terasa begitu intens dan terkesan liar itu, membuatkan napas Keen mulai naik turun, keringatnya mengucur menggambarkan betapa sulitnya ia berkonsentrasi memandangi jalanan di depannya."Shass, kamu benar-benar menguji diriku," ucap Keen sambil mempercepat laju mobilnya.Tubuh Keen benar-benar sedang di uji, ia berkali-kali menyeka keringatnya ketika Shassy semakin panas mempermainkan bagian tubuhnya tersebut.Sesekali nafas Keen terdengar memburu, ketika Shassy mempercepat ritmenya.Hingga 15 menit kemudian …
Semua orang yang ada di luar ruangan IGD pun terkejut, Keen dan juga Arnold pun segera masuk ke dalam ruang IGD.'Apa yang wanita ini lakukan?' batin Keen yang saat ini menatap Shassy dengan wajah heran dan tak bisa berkata-kata.Di ruangan itu, Shassy sedang berteriak-teriak dengan wajah pucat dan seolah ketakutan ketika melihat infus yang ada di dekatnya."Tenang Nona, tenang!" ucap Arnold yang mencoba menenangkan Shassy dan dengan hati-hati mendekati Shassy.Shassy pun langsung menatap ke Arnold, menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia memperhatikan pakaian Arnold yang khas pakaian kerja seorang dokter. "Kamu dokter?" ucap Shassy yang terus menatapi Arnold."Iya, tentu aku dokter," sahut Arnold dengan cepat, mencoba tid
"I-itu …." ucap Keen yang masih ragu. Baru kali ini Keen kebingungan untuk menjawab seseorang, apa lagi jika itu pertanyaan dari seorang wanita, yang biasanya akan ia jawab dengan dingin dan cuek.Shassy yang bisa menangkap jawaban dari raut wajah Keen, langsung saja melorot ke lantai. Ia langsung memeluk kaki Keen yang saat ini ada di sampingnya. "Pak, aku mohon … tolong jangan katakan hal ini pada Mas Raka," ucap Shassy memelas di kaki Keen,Keen yang mendengar kalimat itu langsung tersentak kaget, apa lagi dengan tingkah Shassy yang sampai merendahkan dirinya sendiri seperti itu. Hal itu membuat Keen geram bukan kepalang, ia langsung menarik kakinya dengan kasar. "Lepaskan! Ternyata Kamu saja dengan wanita lainnya, yang mampu melakukan apa pun demi uang," cemooh Keen dengan pandangan sinisnya.Shassy mengepalkan tangannya, lalu menatap wajah Keen y
Suasana di ruangan itu pun menjadi sunyi, ada hawa mencekam di antara dua laki-laki yang saling berhadapan itu. Terry yang ada di ruangan itu, merasa seakan dirinya terjebak di tengah perang yang ganas.'Oh tuhan, apa yang harus aku lakukan saat ini,' batin Terry yang terasa sangat berat bahkan untuk sekedar menggeser kakinya."Apa Kamu sudah tau, jika wanita itu ingin menikah dengan kamu karena wasiat dari ibunya," beber Keen.Sebenarnya bukan maksudnya untuk menjelekkan nama Shassy, hanya saja dia tak bisa menyadari perasaannya sendiri, kalau saat ini dia tak rela mendengar Shassy yang akan bertunangan.'Ah, apa yang aku katakan, kenapa aku harus mengatakan hal seperti ini? Apa sebenarnya yang terjadi padaku?' batin Keen yang sedang meraba hati dan pikirannya sendiri, tapi ia tak kunjung mendapatkan penjelasan pasti tentang tindakan konyolnya sa
"Pisau ini …." ujar Keen sambil menggenggam erat pisau lipat yang ada di tangannya.'Apa dia gadis itu?' batin Keen sambil memasukkan pisau tersebut ke dalam sakunya."Ada apa dengan pisau itu Kak?" tanya Dira penasaran dengan ekspresi Keen yang terlihat gelisah.Keen tak menjawab Dira yang tengah menatapnya penuh tanda tanya. Ia dengan cepat berbalik dan keluar dari rumah itu lagi.Dira dan Mamanya segera berjalan cepat mengikuti Keen dari belakang, "Keen kamu mau ke mana?" tanya tante Tiara sambil terus berusaha mengejar Keen yang kini berlari ke arah garasi dan mengambil salah satu mobil yang ada di sana."Kak!" panggil Dira.Tapi Keen tak memperdulikan semua panggilan dan pertanyaan dari mereka berdua. Ia terus saja berlari dan membawa mobil itu keluar dari halaman rumah dengan cepat. &
"Isssh," desis Keen ketika dirinya terpeleset saat menolong gadis itu, yang akan terjatuh."Ah, Om!" pekik gadis itu, ia terlihat panik."Ah, tidak apa-apa … kamu pegang senternya, ayo kita segera ke sana." Keen. Ia pun memberikan senter yang ada di tangannya pada gadis tersebut.Gadis itu segera menerima senter tersebut dan mengulurkan tangannya ke arah Keen. "Ayo Om, cepat!" ucap gadis itu sambil terus mengarahkan senter tersebut ke segala arah.Keen tersenyum kecil, melihat gadis tersebut sedang ketakutan tapi tetap berusaha sok berani. Keen lalu menerima uluran tangan gadis itu, mereka berjalan ke gua yang tak jauh dari tempat mereka sekarang."Om, gimana kaki kamu?" tanya gadis itu sambil menatap ke arah kaki Keen.
Shassy terus berlari meninggalkan rumah besar tersebut, sambil memegangi pipinya yang memerah.Ia terus berjalan di trotoar, yang ada di jalanan dekat rumahnya. Langkahnya gontai, mengigat semua yang terjadi.Bekas tamparan itu masih sakit dan ngilu, menggambarkan seberapa kuat Papa yang dulu sangat menyayanginya, hari ini akhirnya menamparnya demi seorang wanita yang telah merebut posisi mamanya—setidaknya itulah yang ada di dalam pikirannya saat ini."Selalu saja begini!" teriak Shassy dengan rasa perih yang menyelimuti hatinya saat ini.Ia terus berjalan, hingga melihat sebuah tong sampah yang ada di pinggir trotoar itu. Shassy berhenti di dekat tong sampah tersebut, ia berdiri di sana dan terdiam menatap tong sampah tersebut.