Share

Bukti Baru

Nirmala selalu mencoba bersikap biasa. Namun pada satu kesempatan, Nirmala enggan bersikap manis di depan Heru, seperti ketika malam itu saat Heru ikut berbaring di sampingnya dan memeluk Nirmala dari belakang. Seketika Nirmala menjauh dan melepaskan diri dari pelukan Heru. Sontak hal itu membuat Heru terkejut.

"Kenapa sayang?" tanya Heru.

"Kaget Mas, aku baru saja mau terlelap mimpi ada yang nabrak gitu. Maaf Mas," ucap Nirmala mencari alasan. Heru tersenyum dan meraih tangan Nirmala, tetapi Nirmala menariknya kembali. "Aku lagi haid Mas, maaf."

Nirmala membohongi Heru. Tentu saja dia tak ingin berdekatan dengan lelaki yang sedang ia curigai berselingkuh. Wajah Heru menekuk, apa yang dibayangkan pupus sudah.

"Maaf ya, Mas."

Nirmala kembali meminta maaf, akhirnya Heru pun luluh dan mengajak Nirmala segera tidur. Padahal Heru membayangkan malam ini akan menjadi malam milik mereka berdua karena Kania, putri sematawayangnya tak ada di rumah. Sayang, semua hanya khayalan semata.

***

"Hari ini kamu jemput Kania?" tanya Heru.

"Nggak Mas, Kak Nilam pinjam Kania untuk beberapa hari katanya. Aku rasa sih Kak Nilam udah kangen pengen punya anak lagi deh. Soalnya 'kan Lukman udah dewasa, udah mau lulus SMA tapi Kak Nilam belum dikasih bayi lagi."

"Iya juga ya, ya sudah kalau Kania betah nggak rewel sih gak apa-apa cuman kalau sudah rewel kamu jemput dia ya."

Nirmala hanya menganggukan kepalanya. Mereka melanjutkan sarapan pagi dan Heru segera bersiap hendak berangkat bekerja. Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang tak beres dengan perutnya.

"Ih, Mas jorok. Bau tahu." Nirmala menutup hidungnya, seraya menahan tawa. Bagaimana tidak, obat pencahar yang dicampurkan dalam minuman suaminya itu bereaksi lebih cepat. Heru bolak-balik kamar mandi hingga ia harus menelepon rekan kerjanya mengabarkan akan datang telat.

Melihat ponsel Heru tergeletak sembarangan, Nirmala terpikir untuk mengirim nomor kontak perempuan itu ke nomornya. Ia lupa untuk melakukannya ketika menyadap aplikasi hijau milik Heru. Nirmala bergerak cepat dan menghilangkan jejak dengan menghapus pesan yang terkirim padanya.

"Minum dulu Mas," ucap Nirmala memberikan segelas teh tawar.

"Kamu kasih apa sih makanannya?" tanya Heru curiga.

"Nggak aku kasih apa-apa Mas. Ini buktinya aku nggak apa-apa 'kan? Kamu kali yang lupa kemarin, kamu makan apa hayo?" selidiki Nirmala

"Aku nggak makan apa-apa sayang," ucap Heru

"Hmm ... Mungkin perut Mas lagi ngambek aja kali, diajak bohong terus. Katanya gak makan apa-apa tapi suka makan siang gratisan terus, iya 'kan?" ledek Nirmala

Heru terlihat kikuk dan sikapnya kembali terlihat aneh. Dia merasa tersindir oleh perkataan Nirmala.

"Kenapa diam Mas? Kan bener kalau makan di kantin itu gratis! Kan memang fasilitas kantor."

"Eh, i-iya ya itu 'kan gratis."

Sial, Heru tak menyadari istrinya tengah terus berusaha memancing dirinya agar mau berbicara jujur. Namun, nyatanya sama sekali tak ada niat itu terlihat dari dirinya. Nirmala semakin yakin ada yang tidak beres dengan suaminya itu.

Setelah merasa membaik, Heru akhirnya berangkat ke kantor. Saat hendak mencium kening Nirmala, istrinya itu menjauh. Raut wajah Heru kembali menggambarkan rasa heran atas perilaku istrinya itu.

"Maaf Mas, abis pakai sunscreen takutnya masih nempel," kilah Nirmala

Heru pun berlalu dari hadapan Nirmala. Setelah memastikan suaminya telah cukup jauh, nirmala segera mengunci pintu dan menyalakan sepeda motor milik suaminya karena sepeda motor miliknya dia tinggal di rumah Kak Nilam.

Nirmala cukup ahli dalam mengendarai sepeda motor. Dengan cepat ia bisa menemukan mobil milik suaminya itu. Perlahan ia mengikuti mobil itu. Hingga Nirmala dibuat tercengang dengan arah yang dipilih suaminya. Heru tidak menjalankan mobilnya menuju jalan kantor tempat ia bekerja. Nirmala semakin penasaran terlebih ketika mobil Heru masuk ke dalam kawasan perumahan elit di daerah itu.

"Maaf Bu, bisa tunjukan kartu identitasnya?" ucap seorang satpam yang menjaga perumahan itu.

Nirmala mendengus kesal. Sial seketat ini perumahan elit itu ternyata! Nirmala menyerahkan KTP-nya tanpa melihat wajah satpam itu. Matanya tetap mengarah ke mobil Heru yang semakin jauh dan tak terlihat.

"Ibu mau ke rumah siapa? Blok dan nomornya berapa, Bu?" tanya satpam itu.

Nirmala terkejut mendengar pertanyaan itu. Bagaimana bisa dia menjawab pertanyaan satpam itu karena memang dia tak tahu rumah siapa yang ingin dikunjungi.

Setelah berpikir cukup lama, Nirmala teringat nama perempuan itu. "Aduh, saya nggak hafal nomor sama bloknya, Pak. Yang jelas saya mau ke rumah Bunda Alea, ada perlu Pak. Bisa?" tanya Nirmala

Lama menunggu jawaban Satpam yang sedang mengobrol dengan rekannya, mungkin mereka berdiskusi tentang kedatangan Nirmala ke kompleks itu. Namun, akhirnya Nirmala pun diperbolehkan masuk kawasan itu dengan kartu identitas yang ditahan di pos satpam.

Dengan petunjuk dari satpam tentang rumah perempuan itu, Nirmala mengendarai sepeda motornya dengan hati-hati hingga dari kejauhan sudah terlihat mobil Heru hendak keluar dari kompleks itu. Segera ia belokan kendaraannya agar tak berpapasan dengan suaminya.

Tepat ketika mobil Heru melintasi belokan di mana Nirmala berhenti, mata Nirmala tak bisa menghindari ada sosok perempuan yang duduk di samping suaminya tengah tertawa riang.

Seketika hatinya merasa remuk, matanya memanas, tubuhnya terasa lemas dan bergetar. Dalam kekalutan ia segera merogoh ponselnya dan mengambil gambar mobil suaminya, berharap itu bisa menjadi salah satu bukti dalam membongkar pengkhianatan Heru.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status