Share

Sindiran Telak

Mobil Heru sudah menghilang. Nirmala masih mencoba menguatkan hatinya dengan mengatur napas. Bayangan gelak tawa yang ia lihat antara suaminya dengan perempuan itu terus ada dalam ingatannya seolah menari di pelupuk matanya.

Perlahan Nirmala bangkit dan mengendarai kembali sepeda motornya. Kali ini ia kembali menjalankan sepeda motor menuju rumah Kak Nilam.

***

"Kak, apa salah aku Kak? Mas Heru tega melakukan ini," ujar Nirmala menangis tersedu dalam pelukan Kak Nilam

"Sabar Dek, semua belum tentu apa yang kita pikirkan. Apa yang kita lihat belum tentu seperti itu. Kamu harus tenang, itu belum cukup jadi bukti. Apa kamu sudah tanya langsung sama suamimu?"

Nirmala menggelengkan kepalanya.

"Nah, itu. Harusnya kamu coba komunikasikan padanya, jangan asal mengambil kesimpulan. Setidaknya jika memang benar seperti yang kamu pikirkan kamu tetap dapat pahala dari sabar dan tidak berprasangka buruk."

"Kak, itu sudah jelas sekali Kak. Mas Heru mengkhianati pernikahan kami, dia punya wanita idaman lain Kak, Mas Heru sudah mengkhianatiku."

Nirmala semakin tersedu. Ia meratapi dirinya yang harus menghadapi ujian pernikahan seperti ini, tak pernah terbayangkan akan terjadi seperti ini. Lelaki yang menikahinya empat tahun yang lalu itu kini telah mendua. Semakin lama luka yang Nirmala rasakan semakin perih, sungguh sulit memang menerima orang yang kita cintai dan kasihi ternyata telah mengkhianati.

"Kuatkan hati, bicarakan baik-baik. Sabar, ini ujian pernikahan yang harus kamu lalui. Mungkin Heru sedang khilaf atau ada alasan lain yang justru letaknya ada pada diri kita."

Mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Kak Nilam membuat hati Nirmala semakin perih. Jika memang karena ada kurang dalam dirinya kenapa Heru harus sampai berselingkuh? Bukankah dulu mereka telah berjanji untuk dapat saling menerima.

Ponsel Nirmala berdering, membuat dirinya melepaskan pelukan sang kakak tercinta. Panggilan dari Ibu, Nirmala mengalihkan pandangan ke arah Kak Nilam tanpa berpikir panjang Kak Nilam mengambil ponsel itu. "Hallo Bu."

"Nilam? Ini Nilam 'kan?" tanya Ibu bernada penuh keheranan

"Iya Bu, kebetulan Nirmala lagi ke mari. Ada apa Bu?"

"Oh, syukurlah. Ini Kania mulai rewel, nanti bilang sama Nirmala jemput Kania. Atau ibu anter aja ke rumahmu sekarang ya?"

Nirmala yang mendengar ucapan Ibunya itu dengan segera menyilang-nyilangkan tangannya, memberi tanda pada kakaknya agar Ibunya tak sampai datang ke sini.

"Nggak perlu, Bu. Nanti Aku sama Nirmala yang jemput, kebetulan aku ada perlu biar sekalian pakai mobil aja. Kasian Kania 'kan."

"Oh, ya sudah. Ibu tunggu ya."

Nirmala bernapas lega mendengar percakapan Kak Nilam dengan Ibu. Kak Nilam menggelengkan kepalanya. Dia tak paham apa tujuan Nirmala melakukan ini semua jika ia sudah ingin menyerah.

"Telepon suamimu, ajak ia bertemu dan bicarakan baik-baik. Jangan terlalu lama menyimpan masalah, lama-lama Ibu bisa tahu semuanya." Nilam memerintah dengan tegas pada Nirmala, Nirmala hanya menundukan kepalanya. Dia tengah berusaha menahan bulir beningnya tak meluncur.

***

"Kania ...."

"Mama ...."

Nirmala dan Kania saling berpelukan. Hati Nirmala seakan tergores kembali melihat wajahnya yang sangat mirip dengan Heru, lukanya terasa perih kembali melihat tawa lepasnya. Bagaimana Nirmala akan menghadapi persoalan rumah tangganya?

"Kok Mama nangis?" tanya Kania mengusap mata Nirmala.

"Mama kangen kamu Nak." Nirmala memeluk kembali putri kesayangannya.

"Kania juga," ucapnya. Anak cantik dan pintar bicara itu membalas memeluk Mamanya. Nilam tak mampu menahan derai air matanya. Ia buru-buru mengusapnya berharap Ibunya tak melihatnya.

"Kania mau pulang ke rumah Bude atau ke rumah Kania?" tanya Nilam. Anak kecil itu terdiam sejenak, matanya ia arahkan pada Nirmala lalu sesekali pada Kak Nilam.

"Atau Kania mau nginep sama Nenek lagi?" sahut Ibu

"Kania kangen Papa."

Bak disiram air garam luka di hati Nirmala semakin perih terasa. Anak kecil itu merindukan papanya sebagaimana Heru yang selalu menanyakan Kania ketika sampai rumah, hati Nirmala berdesir. "Kania pulang sama Mama ya," ucap Nirmala bergetar.

Kania menganggukan kepalanya. Nirmala mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya itu. Nirmala mungkin bisa membohongi Kania, tetapi tidak dengan ibunya. Ibu mana yang tak paham akan isi hati anaknya.

"Ada apa dengan adikmu?" tanya Ibu pada Nilam

"Nggak ada apa-apa Bu, mungkin Nirmala terharu aja. Ini 'kan pertama kalinya Kania nginep di rumah Ibu tanpa dia, jadi ya Nirmala mungkin kagum, salut, kangen juga sama Kania, Bu." Nilam mencoba menutupi masalah yang menghadapi adiknya. Keduanya telah berjanji jika ada masalah rumah tangga jangan sampai bocor atau orang tua mengetahuinya. Ibu hanya membulatkan mulutnya menanggapi ucapan Kak Nilam.

***

Kak Nilam mengantarkan Nirmala dan Kania. Sementara Lukman membawa sepeda motor Heru yang tadi pagi dibawa Nirmala.

"Rencana kamu sekarang apa Mala?"

"Aku akan memperjuangkan semuanya Kak, demi Kania dan demi kebahagian kami. Aku gak mau kalah. Aku mau perempuan itu kalah dan menyadari kesalahannya begitu pun dengan Mas Heru, dia harus membayar atas luka yang sudah ia torehkan."

"Bagus, Kakak setuju tapi tetap nggak boleh pakai emosi ya," pesan Nilam mengulas senyum pada adiknya, itu. Nirmala membalas senyum kakaknya itu.

Setibanya di rumah sudah ada mobil Heru terparkir di garasi dan orangnya tengah membersihkan tanaman kecil. Pandangannya mengarah ke arahku ketika mengucap salam.

"Kania ...." Lelaki itu menyapa Kania terlebih dahulu

"Dari mana, Dek?" tanya Heru pada Nirmala.

"Habis jalan-jalan sama Kak Nilam, lihat-lihat perumahan yang di kompleks mewah di ujung kota ini Mas," jawab Nirmala

Mendengar nama komplek itu seketika Heru terpaku, Nirmala merasa sedikit senang karena mampu membuat Heru sedikit syok terapi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
kakak nya sok bijak harus nya ngasih saranĀ²buat adik nya ngamanin harta apa benda yg berguna gitu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status