Suasana sudah begitu ramai, Bu Wati senang akhirnya Sarah akan segera resmi menikah kembali dengan Heru, perjalanan panjang dan tak mudah sudah dilewati Sarah. Penantian dan kesabaran Sarah akhirnya berbuah manis, sempat ragu tapi akhirnya Sarah mantap kembali menerima Heru dalam hidupnya. Rasanya merasa bersalah telah membuat Heru menunggu padahal mereka bisa segera menikah kembali, tapi perlu waktu untuk Sarah menerima Heru, ketakutan akan masa lalu selalu membayanginya. Bagaimanapun Heru pernah membuatnya kecewa dengan meninggalkan Sarah seorang diri di rumah sakit lalu pergi entah kemana hingga Sarah harus tinggal di panti ini. Kebahagiaan itupun hadir dalam hati Nirmala, perempuan yang dulu pernah disakiti oleh Satah tapi mampu memaafkan dan berbesar hati menerima kehadiran Sarah dalam hidupnya bahkan mereka jadi sangat akrab sejak Sarah berhijrah menjadi lebih baik, tak ada yang tak memuji Nirmala yang bisa menerima mantan madunya bahkan mantan istri simpanan suaminya dulu, ba
“Bun, Bunda … kaos kaki Ayah di mana, ya?”Nirmala yang sedang menyuapi anaknya tiba-tiba terdiam mendengar suaminya, Heru menyebut panggilan yang bukan biasa diucapkan untuknya. Dahinya mengernyit karena heran. Ia mencoba mendengarkan dengan saksama. Ditaruhnya mangkok itu, lalu berjalan menuju kamar di mana suaminya berada.“Bun .…” Suara Heru terhenti ketika yang muncul adalah Nirmala. Wajahnya mendadak pucat pasi seperti teringat pada sesuatu.Nirmala semakin menaruh curiga. “Panggil siapa, Pa?” tanya Nirmala. Pertanyaannya membuat Heru gelagapan. Nirmala pun memandang suaminya dengan lekat.“Panggil Mamalah, siapa lagi?" ujar Heru mencoba menutupi rasa geroginya karena kepergok salah menyebut nama panggilan.Nirmala semakin bergelut dengan rasa curiga. Ia menelisik ada sesuatu yang aneh dalam diri suaminya itu. “T
“Mama gak jadi bekalin Papa?” tanya Heru bingung dengan perubahan istrinya dalam sekejap saja.“Nggak Pa, nanti saja ya Mama anterin langsung ke kantor.”“Nggak perlu repot-repot Ma. Nanti Kania kepanasan lagi kalau kamu ajak ke kantor. Nanti Papa makan di kantin lagi aja ya,” ucap Heru datar.Nirmala semakin penasaran dengan sikap suaminya itu. Niatnya untuk mendatangi suaminya siang nanti semakin bulat. Nirmala terus meyakinkan suaminya, hingga akhirnya Heru mengalah dan menuruti apa mau Nirmala.“Pokoknya Papa tenang aja, tiba waktu makan siang nanti makanan sudah siap disantap di hadapan Papa,” ucap Nirmala meyakinkan Heru.Heru hanya tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih dan mendaratkan kecupan lagi di kening Nirmala.Tidak ada yang berubah memang sejauh ini. Sikap Heru masih sama. Meski terkadang pulang
Nirmala terus mencoba menghubungi nomor itu. Beberapa kali Nirmala tampak gusar karena tak kunjung mendapat jawaban. Akhirnya ia memilih untuk berhenti melakukan panggilan itu, kemudian bergegas menuju dapur. Nirmala segera menyiapkan makanan untuk dibawa ke kantor suaminya. Pikirannya masih terus berkecamuk. Ia sebetulnya ingin membuang rasa curiga itu, tetapi entah kenapa panggilan Heru dan panggilan perempuan itu pada suaminya sungguh selalu membayangi pikirannya.Ponsel Nirmala berdering. Segera ia meraihnya di atas meja makan. Melihat nama “Lukman” tertera di layar dengan penuh semangat Nirmala segera mengangkat telepon itu.“Ada apa Tante?” ucap seseorang di seberang sana.“Lukman, bisa bantu Tante?”“Bantu apa?”“Ajarkan Tante bagaimana menyadap telepon dan mengetahui posisi sebuah nomor telepon,” ujar Nirmala.
Nirmala bangkit dan mengusap matanya. Ia merasa sudah cukup untuk menangisi semuanya. Ada hal yang lebih penting yang harus ia kerjakan ketimbang meratapi hal ini. "Kak, untuk beberapa hari bisakah aku menitipkan Kania pada kakak?" tanya Nirmala."Silakan, Kakak tidak keberatan. Apa rencanamu?" tanya Kak Nilam."Rasanya aku harus mengumpulkan banyak bukti setelah itu aku harus membicarakannya dengan Mas Heru. Aku tidak ingin gegabah. Aku harus benar-benar bisa membuktikan kalau memang Mas Heru sudah mengkhianatiku. Dan, aku rasa Kania sebaiknya tidak tinggal denganku."Nirmala berusaha kuat menghadapi semua yang menimpanya. Ia akan melewatinya dengan segala yang ia bisa lakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti dari kecurigaannya."Kakak dukung kamu, ingat jangan emosi. Kamu harus tetap tenang dan dulukan logikamu. Jangan lupa pikirkan, Kakak khawatir ada yang salah darimu hingga suamimu berkhianat. Dan
Nirmala selalu mencoba bersikap biasa. Namun pada satu kesempatan, Nirmala enggan bersikap manis di depan Heru, seperti ketika malam itu saat Heru ikut berbaring di sampingnya dan memeluk Nirmala dari belakang. Seketika Nirmala menjauh dan melepaskan diri dari pelukan Heru. Sontak hal itu membuat Heru terkejut."Kenapa sayang?" tanya Heru."Kaget Mas, aku baru saja mau terlelap mimpi ada yang nabrak gitu. Maaf Mas," ucap Nirmala mencari alasan. Heru tersenyum dan meraih tangan Nirmala, tetapi Nirmala menariknya kembali. "Aku lagi haid Mas, maaf."Nirmala membohongi Heru. Tentu saja dia tak ingin berdekatan dengan lelaki yang sedang ia curigai berselingkuh. Wajah Heru menekuk, apa yang dibayangkan pupus sudah."Maaf ya, Mas."Nirmala kembali meminta maaf, akhirnya Heru pun luluh dan mengajak Nirmala segera tidur. Padahal Heru membayangkan malam ini akan menjadi malam milik mereka
Mobil Heru sudah menghilang. Nirmala masih mencoba menguatkan hatinya dengan mengatur napas. Bayangan gelak tawa yang ia lihat antara suaminya dengan perempuan itu terus ada dalam ingatannya seolah menari di pelupuk matanya.Perlahan Nirmala bangkit dan mengendarai kembali sepeda motornya. Kali ini ia kembali menjalankan sepeda motor menuju rumah Kak Nilam.***"Kak, apa salah aku Kak? Mas Heru tega melakukan ini," ujar Nirmala menangis tersedu dalam pelukan Kak Nilam"Sabar Dek, semua belum tentu apa yang kita pikirkan. Apa yang kita lihat belum tentu seperti itu. Kamu harus tenang, itu belum cukup jadi bukti. Apa kamu sudah tanya langsung sama suamimu?"Nirmala menggelengkan kepalanya."Nah, itu. Harusnya kamu coba komunikasikan padanya, jangan asal mengambil kesimpulan. Setidaknya jika memang benar seperti yang kamu pikirkan kamu tetap dapat pahala dari sabar dan tidak
"Kenapa Pa, kok kayak kaget gitu?" tanya Nirmala pada Heru"Enggak, biasa saja. Perasaan kamu saja kali, ayo masuk. Aku cuci tangan dulu."Nirmala tak membahas lagi, karena ia yakin hanya akan ada kebohongan dari suaminya. Heru mengajak Nirmala dan Kania masuk ke dalam rumah, lalu ia mengikuti kedua perempuan yang mengisi hatinya itu."Papa, Papa kenapa?" tanya Kania."Nggak apa-apa sayang, kok kamu tanya gitu?" heran Heru."Mama nangis terus di rumah Bude."Mendengar ucapan Kania, Heru menoleh ke arah Nirmala yang tengah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. "Kania main sendiri dulu ya," ucap Heru.Anak kecil itu hanya mengangguk dan kembali asyik dengan berbagai jenis mainan di depan televisi yang menyala.Heru berjalan menghampiri Nirmala. Nirmala dibuat terkejut ketika ada tangan yang melingkar di pinggangny