"Apa?" Heru terkejut mendengar ucapan Sarah, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Terus kamu jawab apa?" Sarah terdiam, Heru menunggu jawaban Sarah dengan hati tak karuan."Aku belum menjawabnya, mas. Aku bercerita tentang semua itu pada Mbak Nirmala, dia memintaku untuk beristikharah. Saat ini jujur aku gamang, aku gak tahu bisa percaya sama kamu sepenuhnya atau nggak, aku ini pernah menjadi istri kedua secara sembunyi-sembunyi, menyakiti perempuan lain bahkan kini perempuan itu seolah tak pernah merasa disakiti olehku, dia sangat baik. Tetap saja justru dengan begitu rasa bersalahku kian besar, aku takut mas." "Apa yang kamu takutkan?" Sarah menatap lelaki itu, keduanya saling menatap penuh arti. "Aku takut kamu mengkhianatiku seperti kamu mengkhianati Mbak Nirmala." Heru menghela napas berat dan mengusap wajahnya kasar. "Sarah, aku rela mengkhianati Nirmala karena apa?" tanya Heru menatap perempuan di depannya. Sarah menunduk, memang ia rasakan semua yang ter
"Kenapa harus menepi sejenak?" tanya Heru di ujung sana. "Mas, aku mohon. Aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya, aku harus memutuskan semua dengan segala pertimbangan, aku gak mau gegabah soal ini. Ini menyangkut kehidupanku selanjutnya. Aku mohon Mas Heru mengerti." "Berapa lama?" "Tiga hari saja mas, tolong jangan kirim aku pesan atau apapun. Kita nanti akan tahu seberapa rindu hati kita jika tak melakukan itu, jika dalam waktu tiga hari itu aku ternyata tak bisa hidup tanpamu maka aku yang menghubungimu duluan, begitupun sebaliknya."Heru terdengar menghela napas berat, ia tak menyangka sesulit itu kembali pada Sarah padahal ia pikir bisa dengan mudah karena Sarah terlihat sangat mencintainya terbukti dari kebiasaannya mengantar makanan saat di penjara. Tapi itu saja tak cukup membuat Heru yakin akan mudah mendapatkan Sarah, dia harus berusaha lebih keras lagi. "Baiklah, aku turuti." Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Heru membuat Sarah bernapas lega."Terima kasih
Suasana sudah begitu ramai, Bu Wati senang akhirnya Sarah akan segera resmi menikah kembali dengan Heru, perjalanan panjang dan tak mudah sudah dilewati Sarah. Penantian dan kesabaran Sarah akhirnya berbuah manis, sempat ragu tapi akhirnya Sarah mantap kembali menerima Heru dalam hidupnya. Rasanya merasa bersalah telah membuat Heru menunggu padahal mereka bisa segera menikah kembali, tapi perlu waktu untuk Sarah menerima Heru, ketakutan akan masa lalu selalu membayanginya. Bagaimanapun Heru pernah membuatnya kecewa dengan meninggalkan Sarah seorang diri di rumah sakit lalu pergi entah kemana hingga Sarah harus tinggal di panti ini. Kebahagiaan itupun hadir dalam hati Nirmala, perempuan yang dulu pernah disakiti oleh Satah tapi mampu memaafkan dan berbesar hati menerima kehadiran Sarah dalam hidupnya bahkan mereka jadi sangat akrab sejak Sarah berhijrah menjadi lebih baik, tak ada yang tak memuji Nirmala yang bisa menerima mantan madunya bahkan mantan istri simpanan suaminya dulu, ba
“Bun, Bunda … kaos kaki Ayah di mana, ya?”Nirmala yang sedang menyuapi anaknya tiba-tiba terdiam mendengar suaminya, Heru menyebut panggilan yang bukan biasa diucapkan untuknya. Dahinya mengernyit karena heran. Ia mencoba mendengarkan dengan saksama. Ditaruhnya mangkok itu, lalu berjalan menuju kamar di mana suaminya berada.“Bun .…” Suara Heru terhenti ketika yang muncul adalah Nirmala. Wajahnya mendadak pucat pasi seperti teringat pada sesuatu.Nirmala semakin menaruh curiga. “Panggil siapa, Pa?” tanya Nirmala. Pertanyaannya membuat Heru gelagapan. Nirmala pun memandang suaminya dengan lekat.“Panggil Mamalah, siapa lagi?" ujar Heru mencoba menutupi rasa geroginya karena kepergok salah menyebut nama panggilan.Nirmala semakin bergelut dengan rasa curiga. Ia menelisik ada sesuatu yang aneh dalam diri suaminya itu. “T
“Mama gak jadi bekalin Papa?” tanya Heru bingung dengan perubahan istrinya dalam sekejap saja.“Nggak Pa, nanti saja ya Mama anterin langsung ke kantor.”“Nggak perlu repot-repot Ma. Nanti Kania kepanasan lagi kalau kamu ajak ke kantor. Nanti Papa makan di kantin lagi aja ya,” ucap Heru datar.Nirmala semakin penasaran dengan sikap suaminya itu. Niatnya untuk mendatangi suaminya siang nanti semakin bulat. Nirmala terus meyakinkan suaminya, hingga akhirnya Heru mengalah dan menuruti apa mau Nirmala.“Pokoknya Papa tenang aja, tiba waktu makan siang nanti makanan sudah siap disantap di hadapan Papa,” ucap Nirmala meyakinkan Heru.Heru hanya tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih dan mendaratkan kecupan lagi di kening Nirmala.Tidak ada yang berubah memang sejauh ini. Sikap Heru masih sama. Meski terkadang pulang
Nirmala terus mencoba menghubungi nomor itu. Beberapa kali Nirmala tampak gusar karena tak kunjung mendapat jawaban. Akhirnya ia memilih untuk berhenti melakukan panggilan itu, kemudian bergegas menuju dapur. Nirmala segera menyiapkan makanan untuk dibawa ke kantor suaminya. Pikirannya masih terus berkecamuk. Ia sebetulnya ingin membuang rasa curiga itu, tetapi entah kenapa panggilan Heru dan panggilan perempuan itu pada suaminya sungguh selalu membayangi pikirannya.Ponsel Nirmala berdering. Segera ia meraihnya di atas meja makan. Melihat nama “Lukman” tertera di layar dengan penuh semangat Nirmala segera mengangkat telepon itu.“Ada apa Tante?” ucap seseorang di seberang sana.“Lukman, bisa bantu Tante?”“Bantu apa?”“Ajarkan Tante bagaimana menyadap telepon dan mengetahui posisi sebuah nomor telepon,” ujar Nirmala.
Nirmala bangkit dan mengusap matanya. Ia merasa sudah cukup untuk menangisi semuanya. Ada hal yang lebih penting yang harus ia kerjakan ketimbang meratapi hal ini. "Kak, untuk beberapa hari bisakah aku menitipkan Kania pada kakak?" tanya Nirmala."Silakan, Kakak tidak keberatan. Apa rencanamu?" tanya Kak Nilam."Rasanya aku harus mengumpulkan banyak bukti setelah itu aku harus membicarakannya dengan Mas Heru. Aku tidak ingin gegabah. Aku harus benar-benar bisa membuktikan kalau memang Mas Heru sudah mengkhianatiku. Dan, aku rasa Kania sebaiknya tidak tinggal denganku."Nirmala berusaha kuat menghadapi semua yang menimpanya. Ia akan melewatinya dengan segala yang ia bisa lakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti dari kecurigaannya."Kakak dukung kamu, ingat jangan emosi. Kamu harus tetap tenang dan dulukan logikamu. Jangan lupa pikirkan, Kakak khawatir ada yang salah darimu hingga suamimu berkhianat. Dan
Nirmala selalu mencoba bersikap biasa. Namun pada satu kesempatan, Nirmala enggan bersikap manis di depan Heru, seperti ketika malam itu saat Heru ikut berbaring di sampingnya dan memeluk Nirmala dari belakang. Seketika Nirmala menjauh dan melepaskan diri dari pelukan Heru. Sontak hal itu membuat Heru terkejut."Kenapa sayang?" tanya Heru."Kaget Mas, aku baru saja mau terlelap mimpi ada yang nabrak gitu. Maaf Mas," ucap Nirmala mencari alasan. Heru tersenyum dan meraih tangan Nirmala, tetapi Nirmala menariknya kembali. "Aku lagi haid Mas, maaf."Nirmala membohongi Heru. Tentu saja dia tak ingin berdekatan dengan lelaki yang sedang ia curigai berselingkuh. Wajah Heru menekuk, apa yang dibayangkan pupus sudah."Maaf ya, Mas."Nirmala kembali meminta maaf, akhirnya Heru pun luluh dan mengajak Nirmala segera tidur. Padahal Heru membayangkan malam ini akan menjadi malam milik mereka