PoV Oki Fariani
“Tidaaak!”
Aku berteriak dalam benakku sendiri.
Suara ngorok Herdi terdengar membahana meskipun ia tak ada di ruangan ini. Suaranya sampai menggetarkan langit-langit klinik bersalin. Gawat, sudah jam berapa ini? Jam 10 malam? Kulirik jam di atas dinding.
Aduuh, bagaimana nasib ibu hamil yang lain? Apakah mereka terganggu dengan suara itu? Lalu bayi-bayi yang ada di ruangan bayi apakah semuanya sedang menangis karena takut mendengar suara dengkuran sekeras itu? Aku panik, melebihi paniknya ibu hamil melihat ketuban pecah.
Untunglah sejurus kemudian suara dengkuran itu berhenti. Tak lama, aku melihat wajah Tante menyembul dari balik pintu yang terbuka.
“Fiyuh, akhirnya Herdi bisa Tante bangunin, Tante suruh pulang, kasihan ...”
“... kasihan ibu hamil sama bayi-bayi di sini ya Tan, terganggu dengar suara ngorok!” Potongku cepat.
Tante tersenyum, “Bukan, kasihan Herdi udah kec
PoV Oki FarianiBau amis darah menyeruak di ruangan ini. Tidak usah diberitahu pun, aku paham ada sesuatu yang tak semestinya terjadi. Wajah dari para bidan telah menggambarkan sebuah kegentingan, selain itu kurasakan aliran darah terus menetes, kemudian menggenangi lantai bawah kasur.Bidan yang bertugas merawat bayi segera mengangkat bayi mungil dari atas dadaku. “Di mana ayahnya?”Aah, tak perlu ingatkan aku pada ayah anakku sendiri, dia pasti sedang terlelap nyenyak di rumah, dan aku tak berharap dia menemani di sini.“Tadi ayahnya kecapekan menunggu, jadi saya suruh pulang, sini bayinya biar saya saja yang gendong!” Tanteku mengambil alih si kecil yang belum kupersiapkan nama sama sekali. Terimakasih Tante!“Bu Oki, jangan tertidur sampai dua jam ke depan ya, silakan kabari keluarga melalui hp, atau lakukan apapun, pokoknya Bu Oki harus tetap tersadar!”Aku hanya mengang
PoV Tiwi AdelitaMasuk akal kah jika seorang yang akan melahirkan tidak menyiapkan uang sama sekali? Aneh kan? Kok bisa ... sudah tahu sebentar lagi waktunya persalinan, tapi malah tidak menyiapkan biaya lahiran seribu perak pun?!Begitulah ... Aku gak paham seboros apa Oki, gaji Mas Herdi sebanyak 4 juta tiap bulannya dia habiskan buat apa saja sih, kok gak becus banget mengelola uang sebanyak itu?Yang aku tahu, sebagai istri itu harusnya pintar perhitungan. Gaji suami 4 juta, yaa diatur dong sebaik mungkin, pasti bisalah disimpan untuk biaya lahiran. Kalau sampai tidak bisa mengatur uang, lebih baik dicerai saja istri kayak begitu!Kali ini kejadian sama seperti beberapa hari sebelum pernikahan Mas Herdi terjadi lagi, tiba-tiba Mas Herdi minta uang tiga juta ke bapak dan ibu untuk biaya persalinan Oki. Bayangkan ... masa’ uang tiga juta pun mereka gak punya?! Gimana keluargaku nggak emosi!Bapak dan ibu yaa p
PoV Oki Fariani“Mama mohon Nak, jangan menangis lagi! Jangan menangis, tolooong!” Aku berbisik sambil merintih, memohon dengan amat sangat pada Bayu yang terus menangis di tengah malam ini. Mataku sudah sembab, bengkak karena air mata yang terus merembes.Sementara itu Herdi dengan suara dengkuran yang amat besar, masih tertidur pulas tak terganggu sama sekali dengan jeritan nyaring Bayu sejak tadi. Boro-boro membantu menenangkan anaknya, Herdi lebih senang main game hingga ketiduran.P*ting ASI ku lecet, ada luka dan darah di sana. Tiap Bayu meminta ASI, aku akan menggigil menahan perih. Belum lagi asupan sayur katuk yang hari ini ibu masakkan untukku, membuat bengkak p*yudara hingga mengeras dan jangan ditanya rasa sakitnya seperti apa.P*yudara sudah seperti batu dengan ukuran seperti ulekan, lengkap dengan urat-urat bertonjolan. Badanku demam, dan tubuhku penuh rasa sakit, hingga tak tahu lagi
PoV Oki FarianiKau tahu apa yang paling memilukan dalam sebuah pernikahan di mana suami tidak bersedia menafkahi istrinya? Lebih mementingkan bermain game sepanjang hari daripada mencari pekerjaan ...Bahkan orangtuanya membiarkan saja anaknya seperti itu, dengan terus menyeduhkan teh setiap pagi, menyediakan makanan, mencucikan baju, tak pernah menegur anaknya sama sekali, dan malah menagih uang persalinan pada sang istri yang sedang kesakitan?Ibarat seorang korban pelecehan, bukannya dibantu tapi justru dipaksa oleh keluarga pelaku agar memberi bayaran kepada sang pemerkosa. GILA!!! Sudahlah luka, trauma, diperas pula!Perasaan jijik seperti itulah yang menghantuiku saat ibu selalu menagih uang persalinan Bayu, berkali-kali masuk ke kamarku untuk menanyai hal yang sama, seolah tak peduli dengan rasa perih yang sedang kuperangi.Bukankah seorang laki-laki disebut sebagai suami karena nafkah yang diberinya
PoV Tiwi AdelitaMas Herdi menendang Oki! GILAA!Aku dan ibu menyaksikannya sendiri, tapak kaki Mas Herdi mendarat di punggung Oki hingga ia tersungkur di lantai.Aku spontan menjerit, sementara Bayu juga langsung menangis histeris di atas kasur.Oki masih dalam kondisi jatuh di atas kedua tangan dan lututnya, ia terdiam di lantai tanpa ekspresi sama sekali. aku membeku di depan pintu kamar Mas Herdi, tak tahu apa yang harus kulakukan, ibu cepat-cepat mengambil Bayu dari atas kasur.“Herdi, kamu ngapain sih kok nendang Oki kayak gitu?” ibu bertanya dengan mengernyitkan kening, sambil menggendong Bayu dan menggoyang-goyangkan bayi itu agar jeritan tangisnya mereda.“Istri kurang ajar harus dihajar!”Astaghfirullah, aku baru mendengar Mas Herdi yang biasanya pendiam melontarkan kalimat sekasar itu dengan nada seberingas itu.Apa sebenarnya yang Oki katakan? Kok bisa-
PoV Oki FarianiTidak ada satu pun dari keluarga Herdi yang mengejarku atau mencegahku pergi, bahkan ketika aku sengaja membesarkan bunyi pintu pagar yang berderit. Aku bahagia, tapi juga luka dalam waktu bersamaan.Bahagia karena aku terbebas, mendapat kata talak dari Herdi dan juga persetujuan dari diamnya keluarganya. Tapi aku pun terluka karena artinya di mata mereka aku dan Bayu tak ada harganya, tak perlu dicegah pergi.Kakiku menapak satu per satu ke jalanan yang sudah dibeton. Ternyata berjalan cukup jauh membuat luka jahitanku terasa perih kembali, apalagi aku terseok sambil menggendong Bayu, tak ada tempat untuk berhenti, aku hanya bisa tersenyum saat melewati para tetangga yang menghujaniku dengan pertanyaan.“Mau ke mana Mba?”“Istrinya Herdi ya Mba?”Benar-benar hanya bisa tersenyum penuh arti, karena aku merasa sudah bukan lagi istri Herdi.Aku terus berjalan hingga
PoV Oki FarianiSering aku tak paham dengan diri sendiri, sebenci apapun, semarah apapun, tetap tak bisa mengekspresikan diri. Ibarat gunung mati, tak ada lagi suplai magma, takkan bisa erupsi.Melihat Herdi makan dengan lahapnya di meja makan Tante, bukannya mengusir Herdi, aku hanya bisa menggendong Bayu masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.Lima puluh menit kemudian, dari dalam kamar aku bisa dengar suara ngoroknya Herdi. Suara yang sudah seminggu tak menggangguku, kini terdengar lagi. Vibrasinya sampai menakuti relung hati. Aku merinding. Aaargh ... andai ada Desy di sini, dia pasti bisa membantu mengusir Herdi. Sedangkan tante, om, sama sepertiku, tak enak hati.Akhirnya, meski sebal ... kami membiarkan Herdi melakukan apapun semaunya, tanpa diladeni, tanpa diajak ngobrol, Herdi tetap betah rupanya. Main game, numpang charge hp, tidur, ngemil camilan di dapur, dia baru pulang setelah makan malam
PoV Tiwi AdelitaSial, Oki belum balik juga ke rumah sampai saat ini.Sudah tiga bulan sejak dia pergi membawa Bayu meninggalkan rumah, dan masalah telah bertambah rumit. Persis kayak bola salju kecil yang menggelinding menjadi raksasa.Awalnya aku memang sengaja menelepon tante Nana untuk curhat, tapi aku tak menyangka tanggapannya di luar ekspektasi.“Tan, sudah sebulan ini Bayu nggak di rumah.”“Lho kok bisa? Memangnya Herdi gak bawa Bayu ke tempat Bapak Ibu?” Tante Nana terdengar bingung.“Kalau Mas Herdi mah di sini tiap hari Tan, dia kan lagi nganggur. Justru Oki sama Bayu yang pergi dari rumah.”“Lho, kok Oki pergi? Dasar istri mata duitan, begitu suami jadi pengangguran langsung ditinggalin?!” Tante Nana terdengar amat emosi. “Benar kan kata Tante, si Oki ini memang cuma ngincer harta Herdi, kalau sudah gak ada duit, yaa pergi