Kedatangan Farhan untuk tinggal di desa itu semata-mata untuk membangun kehidupannya yang baru dalam bidang pertanian dan agrobisnis sambil mengobati luka hatinya akibat perceraiannya. Dia sama sekali tak pernah berniat mengusik kehidupan pribadi keluarga Narto. Petualangan cintanya justru dipicu oleh Narto yang memohon agar Farhan menikahi Kirana, anak semata wayangnya.
Pribadi Farhan yang dinilainya baik serta keberhasilan Farhan mengelola kebun miliknya hingga menjadi jauh lebih maju membuat Narto sangat menyukai Farhan. Bukan hanya Narto, semua warga desa itu juga menyukai keberadaan Farhan yang mulai mengupayakan kemajuan di desa itu. Farhan kerap mengadakan penyuluhan kepada warga desa untuk bertani dan berkebun dengan cara yang lebih baik.
Seluruh warga desa menyambut gembira ketika Narto mengabarkan bahwa dia akan menikahkan Farhan dengan Kirana, putrinya. Mereka semua bergotong-royong mempersiapkan pesta perkawinan yang meriah bagi pasangan pengantin itu. Se
Surti menatapnya dari kejauhan lalu dia berdiri dan mendekat. Diamatinya bagian yang dimaksud Farhan. Sudah janjinya akan menjadi saksi bahwa putrinya masih perawan. Mau tak mau dia harus menjalankan tugasnya. Bagian tubuh itu tegang mengkilap basah oleh cairan dari putrinya. Tak tampak noda darah di sana. Mata Surti masih memandanginya dengan teliti mencari noda darah di sana, tetapi tak ditemukannya. Dengan putus asa dipegangnya benda itu sambil terus mengamatinya. Tanpa sadar darahnya berdesir berhadapan dengan benda yang tegang dan berukuran cukup besar itu. Naluri kewanitaannya bangkit dari tidurnya. Surti mulai terangsang. "Mbak sudah janji untuk mengajari Kirana bagaimana menjadi istri yang baik. Lihatlah, dia belum bisa melaksanakan tugasnya memuaskan suaminya." Farhan mulai terangsang melihat tubuh sintal dengan tampang polos di hadapannya. Nafsunya sudah kepalang naik. Dia berpikir keras bagaimana caranya bisa merasakan kenikmatan dari tubuh
Kalian mungkin bilang aku dungu, tetapi aku hanyalah tuna rungu. Tuna rungu bukan berarti dungu. Aku memang kadang ragu dan malu. Ragu yang membuatku hanya menunggu. Menunggu datangnya sang waktu. Waktu untuk menunjukkan apa yang kumampu. Kini kalian mungkin belum tahu. Nanti kalian lihat siapa diriku.~ Kirana Ayudia ~Purnama emas mengintip di puncak bukit. Satwa malam bernyanyi dalam sejuk dan embun. Namun, suaranya lenyap dalam hening. Malam bulan purnama adalah malam yang biasa digunakan oleh satwa untuk bercinta. Melepaskan hasrat berahi mereka. Kirana duduk sendiri di teras rumah ditemani pena dan kertas. Dia sedang menulis syair.Saat-saat seperti itu biasanya Kirana membuat puisi atau syair. Dalam dir
Terimakasihsudahmembacasejauhini.Kasih rating dankomentarnya, ya!Farhan dan Kirana sedang dalam perjalanan ke Solo dengan mobil yang disetir Farhan. Sebuah mobillow MPVyang dibelinya setelah menikah. Narto menyuruhnya membeli mobil itu dari uang hasil panen agar Farhan dan Kirana bisa lebih nyaman kalau perlu bepergian. Bagi Narto itu tak masalah, tiga kali panen cabe dan tomat terakhir menghasilkan cukup banyak uang.Hari masih pagi ketika mereka sampai di rumah Gayatri yang s
Gayatri terbangun. Dilihatnya jam tangan yang melingkar di tangan kirinya menunjukkan pukul sebelas kurang. Dia teringat belum menyuruh pembantunya untuk menyiapkan makan siang. Segera dia bergegas memakai pakaiannya. Dia biarkan Farhan yang masih tertidur dispring bed.Kirana sedang duduk di ruang tengah ketika Gayatri muncul di sana. Pakaian Gayatri tak tampak rapi seperti sebelumnya. Rambutnya juga agak acak-acakan."Ma ... na ... Mas Far ... han ...?" tanya Kirana."Masih tidur kali," jawab Gayatri sambil tersenyum dan berlalu ke dapur.Kirana menoleh ke arah kamar tempat Gayatri keluar tadi. Dari celah gorden yang dibiarkan Gayatri terbuka saat dia keluar kamar tadi, Kirana bisa melihat suaminya terbaring di
Pekerjaan memasak pagi itu baru saja usai. Semur ayam, sayur sop, dan tahu goreng sudah selesai semua dimasak. Kirana juga sudah selesai membuat sambal terasi. Pagi itu dia masak sendiri di dapur. Ibunya sedang memanen sayuran di halaman belakang rumah.Matahari sudah tinggi ketika Kirana selesai memasak. Tubuhnya yang berkeringat menimbulkan rasa gerah. Dia ingin mandi dulu sebelum mengantarkan makan buat suaminya di pondok kebun tempat biasa suaminya beristirahat siang.Setelah meletakkan tahu goreng dan sambal di meja makan, Kirana masuk ke kamarnya di paviliun. Sebelum mereka menikah, dibuatkan pintu dalam untuk masuk ke paviliun dari ruang tengah. Semula paviliun itu hanya bisa diakses dari depan.Rumah itu mereka cukup besar dibandingkan rumah-rumah lain di desa itu. Rumah berdin
"Wah, pondoknya bagus sekali, Mbak." Kirana hanya tersenyum menanggapinya.Ratih terkagum-kagum melihat pondok yang arsitekturnya berbeda dari pondok-pondok yang ada di desa itu.Kirana mengajaknya beranjak dari motor ATV yang baru saja mereka kendarai. Dia menuntun Ratih ke ujung teras pondok di tepi tebing itu. Dia penasaran apakah hanya dirinya sendiri yang takut melihat ke bawah atau Ratih juga begitu."Iiih ... serem lihat ke bawah, Mbak."Ratih berpegang erat pada pagar pengaman teras. Dia mengalihkan pandangannya dari sungai deras di bawah mereka lalu menatap ke arah sumber bunyi di sampingnya. Aliran air penggerak generator yang terjun ke sungai yang ada di samping kiri pondok itu diamatinya.
Farhan naik motornya melalui jalan desa menuju rumah mertuanya. Dia baru saja selesai mengarahkan warga memasang kamera CCTV di beberapa titik di desa untuk bisa memantau keamanan dari pos keamanan. Meskipun selama ini desa itu aman, tetapi Farhan memberi pengarahan kepada semua warga untuk selalu waspada. Dia sadar bahwa suatu saat desa ini akan makmur dengan kemajuan pertanian dan perkebunan serta peternakan yang sedang dirintisnya. Kegiatan warga desa itu di malam hari belakangan semakin bertambah. Semula warga desa cuma tinggal di rumah atau nongkrong sambil ngobrol di malam hari, sekarang mulai berubah. Kegiatan belajar di balai desa mulai diramaikan oleh anak-anak remaja yang belajar berbagai keterampilan menggunakan teknologi. Setiap minggu, ada pengajar yang didatangkan oleh Farhan dari kota untuk mengajari anak-anak tersebut mulai dari membuat video sampai membuat blog. Farhan ingin mereka bisa membuat berbagai video promosi tentang desa mereka. Ada rencana
Malam terasa sunyi. Kabut putih mengambang mendatangkan dingin yang merasuk ke dalam pori-pori tubuh. Tak ada nyanyian serangga malam. Rembulan pun absen entah ke mana.Bunyi air terdengar dari aliran air penggerak generator di samping pondok. Cahaya lampu menerangi di sekitar pondok dan juga jalan desa. Sesekali terdengar gelak tawa di kejauhan dari pos penjaga keamanan.Pondok Sunyi malam itu tak lengang. Ada tiga manusia yang bermalam di sana. Mereka baru saja masuk setelah lama mengobrol di teras ditemani api unggun dan kopi panas serta makanan kecil."Dik, kamu tidur di bawah, ya!" ujar Farhan kepada Ratih."Iya, Mas."Ratih sudah mengambil posisi duduk di karpet ruang depan pon