Diego Greco mengira James Gardner akan bereaksi serius terhadap apa yang dia katakan. Sebab, pembahasan yang mereka sedang bicarakan memang sangatlah penting. Namun, ternyata hal yang tidak terduga terjadi.
James, sang jenderal perang muda yang sedang ditatap dengan tatapan panik itu malah tertawa renyah. Saking renyahnya, Diego hampir berpikir jika James tertawa karena mendapatkan sebuah hadiah yang besar.
Alis kiri Diego terangkat. Dia menampilkan yang terlihat nyaris seperti ingin menenggelamkan James ke dasar samudera.
Aku belum pernah bertemu dengan orang segila ini, Diego berkata dalam hati.
Bukannya James tidak tahu bahwa Diego begitu jengkel terhadapnya, tapi pria itu malah terlihat sedikit acuh.
Dia berlagak seolah pembahasan itu bukanlah sebuah hal yang bisa meledakkan sesuatu kapan saja.
Melihat tingkah sahabat baiknya yang di luar nalarnya itu, Diego menggertakkan gigi, sudah tidak tahan lagi.
Dengan mata menyi
Riley tidak langsung menjawab. Rowena bisa dengan jelas melihat keragu-raguan sang suami. Menurutnya hal itu sudah menjawab pertanyaannya.Maka, dia memutuskan untuk tidak mendesak suaminya itu untuk menjelaskan. Wanita itu hanya menundukkan kepala dan kemudian berujar pelan, “Sebetulnya tidak masalah jika tahta itu akhirnya jatuh pada dia.”Rowena lebih nyaman menggunakan kata “Dia” sebab dia enggan menyebut nama pengkhianat itu. Bagaimanapun juga, meskipun orang itu memiliki darah Wellington, hal yang hendak dilakukannya jelas-jelas akan menimbulkan kerugian yang besar.Riley menatap istrinya dengan tatapan teduh, tapi masih belum memberikan tanggapan.“Yang terpenting Xylan selamat. Itu saja,” kata Rowena dengan bibir bergetar.Riley langsung meraih tangan putih cantik istrinya dan menggenggamnya seraya berkata, “Dia akan selamat. Ada James di sana. Dia tidak akan membiarkan adikmu dalam bahaya.”Rowena mengangguk, “Aku tidak bermaksud meragukan kemampuan teman baikmu itu, Riley.
Diego Greco mengira James Gardner akan bereaksi serius terhadap apa yang dia katakan. Sebab, pembahasan yang mereka sedang bicarakan memang sangatlah penting. Namun, ternyata hal yang tidak terduga terjadi.James, sang jenderal perang muda yang sedang ditatap dengan tatapan panik itu malah tertawa renyah. Saking renyahnya, Diego hampir berpikir jika James tertawa karena mendapatkan sebuah hadiah yang besar.Alis kiri Diego terangkat. Dia menampilkan yang terlihat nyaris seperti ingin menenggelamkan James ke dasar samudera.Aku belum pernah bertemu dengan orang segila ini, Diego berkata dalam hati.Bukannya James tidak tahu bahwa Diego begitu jengkel terhadapnya, tapi pria itu malah terlihat sedikit acuh.Dia berlagak seolah pembahasan itu bukanlah sebuah hal yang bisa meledakkan sesuatu kapan saja.Melihat tingkah sahabat baiknya yang di luar nalarnya itu, Diego menggertakkan gigi, sudah tidak tahan lagi.Dengan mata menyi
James tersenyum geli, “Begitulah kenyataannya.”Diego memutar bola matanya, “Mana bisa?”“Bisa.” James menjawab singkat dan kemudian bangkit dari kursinya dengan gerakan yang sangat cepat lalu tiba-tiba mengambil senjata miliknya secara kilat yang terletak di dekat meja bagian pinggir.Diego yang terkejut itu ikut bangkit dari kursi meskipun dia masih tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Tanpa aba-aba James langsung mengarahkan senjatanya itu pada sisi jendela kanan dan berteriak dengan suara keras, “Siapa di sana?”Diego melotot kaget dan segera mengambil senjata miliknya.“Keluarlah!” James memerintah.Akan tetapi, tidak ada siapapun yang muncul hingga akhirnya James bergegas ke luar lalu berjalan menuju ke arah seseorang yang James pikir beberapa waktu yang lalu menguping pembicaraannya dengan Diego.“Sialan!” James mengumpat dengan kesal begit
James Gardner, who did not want to look happy, replied briefly, "You are right, Your Majesty."Xylan Wellington nodded back and was silent for a moment.Seeing Xylan's eyes that still showed anxiety, James immediately spoke, "Don't worry about anything, Your Majesty. Everything will definitely be under control."Xylan leered and then smiled faintly, "Of course. I have you by my side, so ... what am I worried about?"James almost fell over when he heard that.Oh, he wasn't used to hearing compliments that sounded so sincere from others so he didn't know how to respond.Meanwhile, Xylan who felt that his business was done in the training building turned around and looked like he was about to leave. James quickly walked over to him and asked, "Are you ... going back to your palace, Your Majesty?""No, General Gardner."James stared with a questioning gaze.Xylan flashed a mysterious smile. But he explained anyway, "I'm going to pay a visit to some ministers' homes."The answer instantly
James Gardner yang tidak mau terlihat gembira itu menjawab singkat, “Anda benar, Yang Mulia.”Xylan Wellington membalasnya dengan mengangguk dan terdiam sejenak.Melihat mata Xylan yang masih menampakkan kecemasan itu, James segera berbicara, “Jangan khawatirkan apapun, Yang Mulia. Semua pasti akan terkendali.”Xylan mengerlingkan mata dan kemudian tersenyum tipis, “Tentu saja. Aku memilikimu di sisiku, jadi … untuk apa aku merasa cemas?”James hampir terjungkal kala mendengarnya.Oh, dia tidak terbiasa mendengarkan pujian yang terdengar begitu tulus dari orang lain sehingga dia pun tidak tahu bagaimana cara merespon pujian tersebut.Sementara itu, Xylan yang merasa urusannya telah selesai di gedung latihan itu memutar badan dan terlihat akan segera pergi. James cepat-cepat berjalan mendekatinya lalu bertanya, “Apa Anda … akan kembali ke istana Anda, Yang Mulia?”“Tidak, Jenderal Gardner.”James menatap dengan tatapan penuh tanda tanya.Xylan menyunggingkan sebuah senyuman misterius.
Xylan tidak menjawab dan malah menatap balik jenderal perang muda dengan tatapan kosong.Ah, sejujurnya dia begitu enggan menceritakan emosi terdalamnya. Dia membuang napas perlahan untuk menetralkan jantungnya yang sempat berdegup kencang.Akan tetapi, di saat dia teringat bahwa hanya James Gardner yang benar-benar bisa dia percaya, maka dia memutuskan untuk berkata, “Jawaban apa yang kau harapkan, Jenderal Gardner? Tentu saja aku kesal.”James menanggapi dengan cepat, “Maksud saya … bagaimanapun juga Anda sangat mempercayai-”“Aku tahu apa yang ingin kau katakan. Tapi … kurasa hal itu tidak penting lagi. Dia tetaplah seorang pengkhianat,” Xylan memotong ucapan James dengan tidak sabar.James terdiam.Alih-alih membahas hal itu lagi, Xylan langsung berujar, “Lalu, bagaimana sekarang? Apa kau sudah punya cara untuk menghentikannya?”“Apa … kita bisa menangkapnya sekarang?” lanjut Xylan dengan nada serius.Giliran James yang mendesah pelan dan dengan hati-hati mulai menjelaskan, “Kita