"Kenapa kau terlihat terkejut begitu, Greg?" Keannu malah balik bertanya.Andrew Reece yang melihat dua orang yang tengah bersitegang itu tidak mencoba menyela. Dia hanya mendengarkan dengan teliti, membiarkan mereka berdua beradu argumen.Dengan tatapan mata penuh ketidakpercayaan Greg menjawab, "Anda meminta saya untuk mencurangi James Gardner. Bagaimana mungkin saya tidak terkejut?"Keannu mendesah dan segera berbicara dengan ekspresi tidak sabar, "Yang kau curangi itu James Gardner, putra dari seorang pengkhianat. Kau tak perlu berpikir dua kali untuk melakukannya."Greg tetap tidak setuju, "James Gardner sangat jauh berbeda dari Jody Gardner, Yang Mulia. Sejauh ini anak itu tak membuat onar. Bahkan, kemampuannya juga bagus. Dia hanya kalah dari Riley Wood."Keannu menggigit giginya karena kesal, "Greg, dulu Jody Gardner juga terlihat baik saat dia masih muda. Dan dia bahkan menjadi salah satu anak buah Jenderal Mackenzie yang terbilang sangat patuh. Tapi ... siapa yang menyangka
Tetapi, James Gardner yang memasang wajah datar itu kemudian lebih memikirkan hal lain. Dahinya bahkan membentuk sebuah kerutan, menandakan dirinya sedang merasa aneh akan sesuatu.Ketika sang putri sulung raja itu berjalan menjauh dari meja mereka, tanpa menunggu jawaban Riley, James segera bertanya, "Kenapa dia ingin berbicara denganmu? Dan kenapa sepertinya kalian ....""Jangan coba-coba berasumsi apapun, James!" Riley memperingatkan dirinya dengan nada tegas."Kenapa aku tidak boleh melakukannya?" dua alis tebal milik James menyatu karena keheranan.Riley tidak menjawab dan malah menghabiskan air mineralnya. Kesal karena diacuhkan James berkata lagi, "Siapa yang tidak heran kalau putri raja yang bahkan sangat jarang terlihat di acara-acara umum, sekarang malah datang ke sini untuk menemuimu.""Menemui seorang calon prajurit. Itu terlalu aneh!" tambah James.Dia masih menatap dengan penuh selidik ke arah Riley, berharap mendapatkan jawaban yang memuaskan.Akan tetapi, dengan santa
Riley membasahi bibirnya selama beberapa detik sebelum menjawab, "Yang Mulia, identitas saya memang tak mungkin disembunyikan selamanya. Tapi ... ada sesuatu hal yang membuat saya tidak bisa menjauhinya.""Apa? Dia juga memiliki kemampuan yang sama hebatnya denganmu, meski kau lebih unggul. Dia bisa jadi musuhmu kelak. Mengapa kau malah berteman dengan orang yang mungkin akan menjadi sainganmu di masa depan?" cecar Rowena sembari menggigit gigi karena gemas.Dia benar-benar heran atas tindakan Riley yang menurutnya sangat tidak hati-hati itu.Pemuda bermata hijau itu menghela napas panjang, "Ada alasan-alasan yang tidak bisa saya katakan dan tidak perlu saya katakan. Namun, yang pasti saya akan menanggung semua hal yang telah saya putuskan."Rowena menjadi lebih kesal dari pada sebelumnya. Dia hampir saja mengatakan tentang kedatangan ayahnya yang sangat mencemaskan putranya tapi dia tidak bisa melakukannya.Dia telah berjanji pada William Mackenzie sehingga mengingkari janjinya itu s
Riley segera membungkukkan badan dan hanya bisa berkata, "Mohon ampuni saya, Yang Mulia. Saya ...."Dia terdiam sejenak, seakan mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasi yang terjadi. Namun, tiba-tiba Keannu malah berkata lagi, "Simpan penjelasanmu! Temui aku setelah tahap seleksi selesai."Riley mengangkat perlahan wajahnya dan memperlihatkan ekspresi tenang meskipun sesungguhnya dia benar-benar bingung. "Aku harap kau memiliki jawaban yang bagus, anak muda ... kalau tidak, aku rela membuangmu meski aku harus kehilangan salah satu calon prajurit terbaik sekalipun," lanjut Keannu dengan tatapan dingin.Andai itu orang biasa, orang itu pasti tak akan berani bernapas ketika ditatap sedemikian rupa oleh rajanya. Tapi, Riley dididik oleh ayah dan ibunya untuk menjadi pria yang berani dan tak kenal rasa takut, maka hal itu tak berlaku untuknya.Riley tidak takut, melainkan hanya bingung. Sedangkan, Keannu terlihat keheranan melihat sikap anak muda itu yang masih terli
"Sialan! Siapa yang mau menyerahkan nyawa? Apa kau pikir aku bodoh?" balas Riley dengan gigi bergemeletuk akibat rasa kesal yang mulai muncul. James tertawa renyah, "Kawanku yang baik, kau memang sangat-sangat bodoh. Ayolah, kau bisa saja bermain-main dengan gadis manapun. Tapi, mengapa kau malah memilih seorang putri raja?" "Itu tidak sesuai ... maksudku aku tidak pernah menduga hal ini akan terjadi," ucap Riley membela diri. Oh, ini mulai terasa rumit baginya. Riley baru menyadari hal itu sepenuhnya. Sayangnya, dia tidak bisa menghindar dari hukuman yang mungkin akan dia terima dari sang raja. James menggelengkan kepala, tak berdaya melihat kebodohan temannya itu, "Memang kau tidak tahu bagaimana Raja Keannu begitu sangat berlebihan melindungi putrinya? Kau lupa kalau ... hm, aku yakin kau pasti tahu rumor-rumor yang beredar." Riley mengusap wajahnya dan sekali lagi berkata, "Hentikan! Aku tahu aku sudah salah melangkah. Daripada kau terus menerus mengejekku, tidakkah kau mau se
Tidak hanya itu saja tapi Riley bahan mendengar James bertanya, "Lalu, di mana dia sekarang, Wood?" Sebelum Riley bisa menjawab, dengan wajah panik pria muda itu malah beralih ke Alen, "Smith, di mana dia?" Alen yang terkejut dengan reaksi James balik bertanya, "Memang kenapa kau bertanya?" "Jawab saja di mana dia sekarang!" ucap James dengan mengertakkan gigi. Dengan jengkel Alen menjawab, "Mungkin dia sudah di depan gerbang pintu utama. Mereka yang tidak lolos-" James sudah berdiri tanpa mendengarkan perkataan Alen sampai tuntas. Dia langsung berlari meninggalkan meja itu. Refleks, Riley dan Alen ikut bangkit dan menyusul James. Di tengah-tengah perjalanan, Alen berkomentar, "Dia berlari seperti seekor cheetah." "Dia ... lebih unggul dariku soal ini," balas Riley dengan napas terengah-engah. Riley dan James pernah berlatih bersama sehingga pemuda itu tahu kemampuan lari James yang memang mengesankan. "Kau bercanda? Dia lebih hebat?" ucap Alen tak percaya. Riley mengangg
James dan Diego seolah tidak sadar jika ada Riley. Tapi Riley cukup paham untuk membiarkan dua orang itu berbicara.Saat dia membalikkan badan, dia berpapasan dengan Alen yang baru saja naik ke dalam masuk. "Ada apa? Diego tak ada di sini?""Ada.""Lalu, mengapa kau malah turun, Riley?" tanya Alen dengan napas yang masih tak beraturan.Pemuda itu sampai memegang dadanya untuk menenangkan diri. Riley menunjuk dua orang yang terlihat masih berpelukan. Alen langsung mengernyit, "Hei, apa yang mereka lakukan?"Riley menjawab, "Berbicara. Ayo, kita turun!""Hah? Kenapa? Aku juga ingin berbicara dengan Diego. Aku tak berlari sampai kehabisan napas begini untuk mengejar James. Aku tidak-"Pemuda itu sudah tak bisa melanjutkan ucapannya karena Riley telah menyeretnya turun dari bus dengan paksa.Sementara itu, rupanya James dan Diego mendengar suara berisik Alen. Keduanya pun melepaskan diri dengan canggung.James berdeham keras, menyamarkan rasa malu lalu berkata, "Kalau kau pergi, lalu sia
Riley pun hanya bisa mendesah sebal melihat tingkah kekanakan James yang seperti biasa.Setelah James dan Alen sudah melangkah agak lebih jauh, dia berkata pada salah satu pengawal, "Saya siap pergi sekarang.""Silakan! Mari ikut kami!" ucap pengawal itu.Riley pun dibawa menuju ke istana raja merupakan istana paling besar dan luas di kerajaan itu. Luasnya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan istana anak-anaknya ataupun ratunya sekalipun.Penjagaannya juga jauh lebih ketat dibandingkan dengan bagian istana lain. Tapi, Riley menyadari bila hal itu memang perlu dilakukan. Keannu Wellington adalah seorang pemimpin kerajaan sehingga sudah sepantasnya mendapatkan perlindungan yang maksimal.Istana raja memiliki sebuah aula besar yang biasanya digunakan untuk menyambut kedatangan para tamu yang merupakan pejabat ataupun staf lainnya. Tetapi, Riley tahu bila sang raja memiliki sebuah taman yang merupakan taman favorit raja. Dia mengetahuinya dari sang ayah yang pernah beberapa kali me