"Papa menyesal selama ini hanya diam saja, sedangkan papa tahu semua perbuatan burukmu." Mata David berkaca-kaca. "Papa merasa gagal sebagai seorang ayah. Maafkan papa, Bill."Mulut Billy sedikit terbuka, hampir mengucap sesuatu. Tapi David lebih cepat memotongnya."Papa tahu perbuatanmu dan Aurora demi untuk mendapatkan keinginan kalian. Tapi ini nggak benar, Billy. Belum ada sejarahnya seorang pria di keluarga kita menjadi suami kedua."Billy terkekeh-kekeh. "Aku hampir tergoda dengan usulmu, Pa.""Maaf, mengecewakan, Om. Tapi saya nggak akan pernah rela membagi istri saya dengan lelaki lain," tegas Joshua."Lalu..."Rena segera memotongnya, "Mari kita selesaikan makanannya dulu. Setelah ini baru bicara."Tiga puluh menit kemudian, di atas meja makan hanya tersisa minuman. Tak ada salah satu dari mereka yang memulai pembicaraan.Suara khas bayi milik Ethan dari dalam kereta dorong bayi memecah keheningan. Joshua menirukan suara anaknya. Lagi-lagi sibuk memeriksa gigi Ethan dan tak m
Rena gemetaran dalam dekapan Joshua di sampingnya. Ia takut menunggu reaksi ayah kandungnya.David hanya membuka mulut tak begitu percaya kata-kata Billy. Kemudian Billy menyodorkan hasil tes DNA yang diberikan Oliver saat di pulau waktu itu.Semua orang bisa tahu, Billy lah yang meremas-remas kertas itu sampai kusut dan sobek di beberapa bagian. Untungnya, hasil tes DNA masih bisa terbaca.Probabilitas David Ethan sebagai ayah biologis dari Renata Cahyani adalah 99,999%."A-apakah ini nyata?" David berdiri sambil memandangi Rena."Si tua Oliver itu yang melakukan tes DNA diam-diam. Nggak tahu dapat sampel dari mana."Air mata David kembali meleleh. "Kamu... Rena... Kamu anakku dan Widya? Oh Tuhan, ini pasti keajaiban!" David bersimpuh seperti orang yang sedang berdoa.Reaksi David membuat hati Rena bergejolak. Ia menyembunyikan wajah ke dalam jaket suaminya. Ada rasa senang sekaligus malu."Jadi... Bayi ini cucuku?""Iya, Pa. Tadinya dia akan menjadi anak tiriku, ternyata malah jadi
"Nggak... Itu nggak mungkin.""Apanya yang nggak mungkin? Kenapa kamu ke sini?""Aku pikir ada masalah karena Billy meliburkan semua orang. Ternyata bukan hanya masalah. Tetapi masalah besar!" Kilatan di mata Aurora berubah. Ia bukan orang bodoh yang tak tahu situasi."Mama? Kenapa Mama ada di sini?" Billy muncul dari pintu."Kamu juga ada di sini? Jangan bilang... Kamu nggak mengejar Rena lagi karena...." Aurora kehilangan kata-kata."Apa yang mau Mama katakan?""Nggak, itu nggak mungkin." Aurora menggeleng-geleng tak percaya.Ingatan Aurora kembali ke malam itu. Ketika ia menemui Widya untuk mengatakan jika ia telah memenangkan David.Widya tengah menunggu di seberang jalan stasiun yang saat itu belum begitu ramai. Wanita itu terkejut melihatnya alih-alih David yang telah lama dinanti."Mau apa kamu ke sini, Aurora?""Untuk membayar kesalahan suamiku padamu.""Apa maksudmu?""David nggak akan pernah kembali padamu, Widya. Dia nggak akan mau meninggalkan semua fasilitas yang ia milik
Suara tiga ketukan palu bergema di seluruh ruangan. Saat ini Renata Cahyani yang belum lama menginjak usia dua puluh lima tahun resmi berstatus janda cerai. Setelah menjalani rumah tangga dengan Dhani Adrian yang hanya bertahan satu setengah tahun.Duduk di sampingnya, sang mantan suami tersenyum lebar setelah mendengar putusan hakim. Rena berusaha keras memasang wajah datar.Bagaimanapun juga, Rena pernah sangat mencintai pria itu. Tidak mungkin ia tak merasa sakit hati."Makasih, Sayang- Ups, maksudku Rena. Semoga hidupmu jadi lebih baik tanpa aku."Rena berlalu tanpa sepatah kata pun. Bagaimana bisa orang yang dulu bersumpah setia sehidup semati semudah itu mencampakannya?"Dasar laki-laki nggak tahu diri!"Setiap langkah meninggalkan pria itu, ia kembali teringat kenangan indah saat masih bersama. Ketika pertama kali Dhani mengucap kata cinta di depan banyak orang di kampus mereka berdua menempuh pendidikan.Setelah satu tahun berpacaran, Dhani mengenalkan Rena kepada keluarganya.
"Tujuh ratus juta!"Rena berguling kegirangan selepas menghitung berulang-ulang jumlah nol di rekening. Betapa beruntung dirinya. Bukan hanya mendapat uang melebihi harga jual, si pembeli rumah juga memberi voucher menginap tiga hari dua malam di hotel bintang lima.Mendadak ia berpikir perceraian dengan Dhani bukan sesuatu yang buruk. Jika harus menghabiskan seumur hidup dengan peselingkuh itu mana mungkin dia bisa merasakan semua ini.Rena segera beranjak berganti pakaian setelah mendapat pesan singkat dari si pembeli rumah. Berdandan sedikit untuk sang pembeli yang murah hati."Selamat malam." Suara seorang pria mengejutkan dari belakang. Rena sontak berbalik."Maaf saya pasti sudah mengejutkan. Benar dengan Mbak Rena ya?""Benar.""Saya Bagas Sadewa, pengacara yang dikirim untuk mengurus balik nama surat tanah.""Oh, saya kira bakalan ketemu dengan pembelinya langsung.""Mohon maaf sekali lagi, bos saya sedang ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan."Mari silahkan ke meja yang su
"Maaf," bisiknya. Ricky tak menjawab. Masih sibuk berbicara di telepon.Untung saja Rena tak bisa melihat dalam kegelapan. Wajah Ricky merah padam. Darahnya berdesir oleh sentuhan singkat itu."Mbak tadi ngomong sama aku?" tanyanya sok polos."Nggak, nggak kok. Kenapa mamamu?""Oh, mereka bakalan pulang telat. Air di depan kantornya sedikit meluap."Rena mengintip jam di ponsel muridnya. Sudah lebih pukul sembilan malam. Waktunya anak sekolah untuk beristirahat."Tunggu di sini saja dulu. Tidur di kamar Mbak nggak apa-apa. Nanti Mbak bangunin kalau mamanya sudah datang atau hujannya reda.""Nggak usah, Mbak. Nanti Mbak Rena ketakutan aku tinggalin sendirian di sini." Ricky menyeringai nakal.Ucapannya benar. Rena hanya berbasa-basi menawarinya tidur. Sesungguhnya ia tak suka sendirian dalam gelap, hujan lebat dan berpetir pula!Semakin malam mereka semakin sedikit bicara. Berbanding terbalik dengan hujan yang turun semakin lebat.Kali ini Rena benar-benar menawarkan kamar untuk diguna
"Sudah dengar belum, Bu? Katanya si mbak janda yang itu tuh, semalam berdua-duaan sama anaknya Mbak Ratri.""Masa sih? Kelihatannya kalem gitu. Yang bilang siapa?""Mas-mas ronda semalam mergokin mereka.""Aduh, Bu. Zaman sekarang muka kalem nggak tahu dalamannya gimana!""Haa, namanya juga janda. Lama nggak ada pegang, bocah pun diembat!"Gosip para tetangga sampai juga di telinga Ratri. Ibu muda itu meskipun sering bicara blak-blakan, ia tak mudah percaya omongan orang. Apalagi ia kenal dekat dengan wanita yang tengah digosipkan.Sejak les di tempat Rena, nilai anaknya semakin membaik. Sudah hampir sebulan ini ia tak mendapat laporan negatif dari sekolah. Pun Ricky lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dari pada keluyuran dengan teman-temannya yang urakan.Namun omongan para tetangga tetap membuat telinga panas. Karena anaknya sendiri yang jadi topik utama."Sementara ini nggak usah les dulu ya." Ratri akhirnya memutuskan."Kenapa, Ma? Bentar lagi kan ujian!" Ricky memprotes, "Ja
Rena segera melepaskan tangannya. Ia sendiri terkejut dengan gerakan spontan yang membuat orang salah paham."Maaf, Mas. Saya nggak bermaksud...""Nggak apa-apa.""Tunggu sebentar ya.""Iya, Mbak. Nggak usah terburu-buru. Santai saja."Rena melesat masuk ke ruangan lain. Sibuk memindahkan sesuatu di kantong plastik.Sementara Andi dibuat semakin penasaran. Tingkahnya kini mirip seperti anak remaja yang sedang dimabuk cinta."Kira-kira mau disuruh ngapain ya?" wajah dan telinga Andi memerah seperti kepiting rebus membayangkan hal yang tak pantas.Ia ingin melihat apa yang sedang dikerjakan Rena yang meninggalkannya cukup lama. Tetapi ia memutuskan untuk bersabar. Suami Ratri itu kembali senyum malu-malu melihat kemunculan Rena."Ini ada sedikit masakan buat Mbak Ratri." Rena menyerahkan bungkusan berisi makanan. "Saya sendiri yang masak. Semoga Mbak Ratri cepat sembuh."Rena dapat melihat raut wajah Andi yang penuh kekecewaan."Oh, iya. Terima kasih."Ketika Rena menyerahkan bungkusan