Rena mempercepat langkah kaki. Jantungnya berpacu seiring berjalannya waktu. Sudah sekitar seperempat jam ia kehilangan arah. Sinyal di ponselnya pun hilang.Hanya dengan mengandalkan indra pendengaran, ia mencari-cari arah suara tangisan tadi. Namun hanya gemerisik dedaunan yang ia dengar.Rena bersimpuh di dekat pohon besar. Persendian kakinya terasa ngilu. Ia terpaksa melepas sepatu hak tingginya.Penyesalan selalu datang terlambat dan Rena baru saja menyadari. Ia bahkan tak tahu bagaimana rupa bocah kecil itu. Pun tak mengindahkan ucapan Rangga untuk tidak masuk ke dalam hutan."Jadi ini bahaya yang Rangga maksud. Nggak ada jalan setapak di hutan dan orang pasti kebingungan mencari arah mata angin."Ketika matanya sedikit menutup oleh semilir angin, suara tangisan itu kembali terdengar. Kali ini lebih jelas dari sebelumnya.Rena meninggalkan sepatunya dan berjalan ke arah suara itu. Untung saja, daun-daunan kering dan tebal menyelimuti tanah. Kakinya lebi
Billy mendorong pengawal Gavin lalu berlari masuk ke pondok. Ia tak menghiraukan kakinya tergelincir masuk ke dalam lantai kayu berlubang."Nggak ada! Nggak ada siapa-siapa!""Bill, tenanglah! Kita pasti akan menemukan Rena," ucap Joshua yang menyusul di belakangnya.Pengawal yang membawa anjing tadi berkata, "Maaf Tuan Joshua, kami akan mencari lagi di tempat lain."Cahaya-cahaya senter memenuhi hutan. Puluhan pengawal Volker tiba bersama Rudi, sang kepala pengawal."Ke mana saja kalian?!"Billy menampar Rudi yang seharusnya mengawal Rena diam-diam setiap saat. Pengawal lainnya menunduk ketakutan."Jangan emosi. Kita kembali dulu. Lalu membagi tim untuk mencari di setiap sudut pegunungan ini." Joshua mencoba meredakan amarah Billy.Harga diri para pengawal Volker terasa seperti diinjak-injak ketika Joshua memerintah mereka. Namun mereka pun tak bisa mengelak. Terlebih lagi sang tuan muda saat ini tampak tak bisa berpikir lurus."Bob, kali ini saja, bergabunglah dengan orang-orang Vol
"Siapa orang yang berani menculik Rena?" gumam Billy.Billy menatap satu persatu orang dalam ruangan. Rangga dan Pak Kepala bercakap-cakap lirih. Sementara Kevin baru saja kembali dari dapur. Dan Joshua masih duduk di sebelahnya.Joshua ada bersamanya dari awal. Ia pun menyuruh anak buahnya untuk membantu pencarian. Billy segera mencoret Joshua dari daftar tersangka.Lalu Rangga? Ia yang paling dicurigai Billy. Rena juga terakhir terlihat bersamanya. Namun Ria, si anak kecil yang hilang mengaku ditemukan oleh Rangga. Dan mereka berdua masih bersama saat Billy mendatanginya.Billy tahu, banyak orang yang mengincar Volker. Entah untuk memeras atau balas dendam. Namun acara hari ini sangat rahasia. Hanya mereka yang ada di sini saja yang tahu. Bahkan Thomas pun tak tahu."Kevin.""Apa? Kamu sudah tenang sekarang? Jangan khawatir, Rena pasti akan segera kembali," kata sepupunya menenangkan."Aku nggak melihatmu sejak acara dimulai," selidik Billy."A
"Aku akan memberi tahu dan menolong anak itu. Tapi kamu harus patuh padaku."Setelah terdengar bunyi alarm panjang, pria itu berlari keluar meninggalkan rasa penasaran. Rena kembali sendirian di kamar dingin dan lembab itu. Rasa takut, resah dan marah bercampur jadi satu.Jika tak ada seorang pun yang bisa menemukan keberadaannya, pria itu akan membawanya ke luar negri. Dan apa yang terjadi pada Ricky akan selalu jadi misteri. Rena yakin, pria itu tak akan mengatakannya. Pria itu akan terus menggunakan Ricky agar Rena tak lari darinya."Lebih baik aku bertanya langsung kepada Billy. Aku harus mencari cara agar bisa keluar dari tempat ini." Rena menggigit-gigit kecil bibir bawahnya.Badannya masih kebas. Ia belum bisa sepenuhnya menggerakkan badan. Hanya kedua ibu jari kaki yang bisa ia gerakkan dengan bebas.Rena berjuang sekuat tenaga untuk melemparkan dirinya sendiri. Tubuhnya jatuh ke lantai menimbulkan suara berisik. Ia menahan nafas sebentar. Tak ada suara langkah kaki yang mend
"Sini... Sini kamu!"Kevin melindungi kepala dengan kedua tangan. Sementara Joshua menangkap lengan Billy dengan cepat."Sialan! Kamu selalu menginginkan apa yang aku punya!" maki Billy."Tunggu dulu, aku bilang kalau aku suka Rena. Siapa bilang aku mau merebutnya darimu?" Kevin membela diri."Lantas apa tadi yang kamu bilang? Mau membuat Rena terkesan? Terus kalau dia terkesan kamu mau apa?""Yah, kalian belum menikah. Aku nggak keberatan menggantikan posisimu."Billy meronta ingin sekali saja menghajar sepupunya. Namun Joshua masih melilit lengannya dengan kuat. Dan Kevin berlari pergi setelah menjulurkan lidah."Kalian ini ngapain di rumah sakit! Keluar semuanya!" hardik Rena."Betul, keluar sana!" Billy mengikuti."Kamu juga! Aku mau istirahat."Bukan hanya sekali dua kali ia mendengar pengakuan para pria. Sekarang rasanya jadi hambar. Ia tak mau repot-repot lagi memikirkan perasaan orang yang mengungkap cinta padanya. Sebab ia sudah
Beberapa hari setelah kematian Thomas, Billy disibukkan oleh pergantian kepemimpinan Volker Corp. Hal itu berlangsung sampai seminggu lamanya."Maaf kalau aku jarang menemuimu, Sayang. Sebentar lagi akan selesai," ujar Billy dari telepon."Nggak apa. Jangan tergesa-gesa. Aku akan menunggumu.""Tapi aku sangat merindukanmu," keluh Billy.Setiap malam mereka hanya berbincang melalui telepon. Dan Billy pun tak lagi datang ke kantor Rena.Tak bisa dipungkiri, Rena sedih tak bisa melihat wajah kekasihnya. Ia pun sangat merindukan Billy. Tapi ia tak mau bersikap egois dan seolah ingin menguasai Billy hanya untuk diri sendiri, sementara Billy merupakan penerus Volker yang memiliki tanggung jawab besar.Apalagi, setelah Thomas tak ada, Aurora gencar menyudutkan Rena agar berpisah dengan Billy. Jika Rena melakukan kesalahan kecil saja, Aurora akan segera menghubungi dan memarahi Rena. Tentu saja tanpa sepengetahuan Billy.Namun perbuatan Aurora hanya akan membuat perasaan Rena tumbuh semakin b
Fani Maharani, seorang mahasiswi biasa yang berasal dari suatu desa. Ia dikenal sebagai dewi tercantik jurusan manajemen. Para pria pun sering mengelu-elukan dan berusaha mendapat perhatiannya. Begitu pula dengan Joshua.Fani tentu saja senang berteman dengan semua orang. Terkadang kebaikan hati dan keramahannya membuat para pria salah paham. Seolah ia memberikan kesempatan untuk mereka.Namun, di antara para pria itu, ia hanya dekat dengan Joshua. Fani menganggap Joshua teman spesialnya, lantaran keluarga Gavin yang telah menyokong para mahasiswa berprestasi di jurusannya.Suatu hari, Joshua mengungkap perasaannya. Fani memamerkan senyum terindah mendengar pengakuan Joshua. Ia pikir Fani pun memiliki perasaan yang sama. Tapi ia keliru."Terima kasih, Josh. Aku menghargainya. Tapi aku harus minta maaf padamu. Aku saat ini menyukai orang lain, Josh.""Siapa laki-laki beruntung itu, Fan?"Fani sempat ragu-ragu tapi Joshua terus mendesak. Saat itu pula, Joshua t
"Tapi selama ini aku terus berpikir kalau Billy memang sengaja mendorong Fani, setelah minta maaf padanya.""Itu nggak mungkin," Rena tak mau percaya Billy tega melukai seseorang. Namun ingatan tentang perbuatan Billy pada Lisa dan lainnya, membuat Rena meragu."Benar, itu nggak mungkin," gumam Rena meyakinkan diri sendiri."Yang jelas, Billy yang membuat Fani celaka, Ren. Makanya aku sempat membencinya.""Sempat? Jadi sekarang kamu sudah nggak membencinya, bukan?""Nggak terlalu. Tapi hubungan kami sudah terlanjur buruk. Ditambah lagi, masalah perusahaan kami yang selalu bersaing memenangkan tender.""Lalu gimana dengan Fani? Apa dia...."Joshua mengunci pandangan Rena. "Aku nggak tahu. Tubuhnya nggak pernah ditemukan.""Sejak itu, aku nggak pernah lagi bicara dengan Billy. Kalau ketemu, kami selalu bertengkar seperti anjing dan kucing saja. Saling menyalahkan nggak ada ujungnya. Dan Felix yang selalu melerai kami berdua," kenangnya."Oh, jadi Fe