"Nona, mereka ....""Ini perintah!" Amara menyela wanita tua itu. "Segera buka jaringan bawah tanah di Kota Harmonika!""Wow!"Dewata Pedang Kuning berlari menghampiri, lalu bertanya kepada Amara dengan penuh semangat. "Nona, benar-benar ada jaring bawah tanah Istana Kebebasan di Kota Harmonika ya."Mata pria tua itu berbinar-binar.Dia pernah mendengar bahwa Istana Kebebasan memiliki jaring bawah tanah di banyak kota. Dia sangat penasaran dan ingin segera melihatnya.Amara mengangguk pelan, suaranya terdengar elegan. "Tolong bawa mereka masuk.""Oke, oke!"Dewata Pedang Kuning berlari ke arah Arjuna dengan gembira."Nak, kenapa kamu masih berdiri diam? Amara akan membuka jaring bawah tanah, kita selamat!"Meskipun curiga, tidak ada cara lain sekarang.Arjuna membawa istri dan anak-anaknya, diikuti oleh Dewata Pedang Kuning, kembali masuk ke kamar.Wanita tua itu melirik Arjuna dan yang lainnya, lalu berbalik untuk bertanya kepada Amara dengan serius. "Nona, apakah kamu tahu apa yang s
Tak lama kemudian, Merlot dan Shiraz juga diselamatkan.Tak lama setelah pernikahan, Arjuna memimpin pasukannya ke medan perang.Kegembiraan Merlot dan Shiraz saat melihat Arjuna tak kalah dari Daisha.Ini suami mereka, pria yang hebat.Dia tidak mati.Bagus sekali, bagus sekali!"Aku tahu kalian punya banyak hal untuk ditanyakan, tapi sekarang kita harus keluar dari sini dulu.""Bam!"Sebelum Arjuna selesai berbicara, dinding yang mengarah ke halaman luar tiba-tiba runtuh. Api yang berkobar seperti naga api, melesat ke dalam rumah dari luar.Arjuna mengerutkan kening.Apinya dua kali lebih ganas daripada saat dia masuk.Arjuna mengendus.Tunggu.Apinya berbau minyak pinus."Byur!"Dari kejauhan, Arjuna melihat seorang prajurit menuangkan seember air ke halaman.Bau minyak pinus makin kuat.Ember itu sama sekali bukan air, melainkan minyak pinus yang terlihat hampir sama dengan air."Byur!"Seember 'air' lagi dituangkan dari luar. Kali ini prajurit itu berlari ke dalam rumah, menuangka
Wanita cantik terkadang agak konyol."Kamu tidak membuka mata, bagaimana bisa melihat suamimu?"Sambil berbicara, Arjuna menutup mulut dan hidung Daisha dengan selembar kain yang dibasahi air.Pada saat ini, Disa dan Ayumi juga masuk. Mereka menutup mulut dan hidung Eka, Dwi, Tri, dan Catur dengan kain yang dibasahi air, kemudian membawa mereka menjauh dari pelukan Daisha.Daisha tidak memikirkan apa pun ketika mulut dan hidungnya ditutup oleh kain basah Arjuna, tetapi lengannya tiba-tiba terasa kosong.Sebagai seorang ibu, dia sangat waspada ketika anaknya tiba-tiba dibawa pergi. Dia segera membuka matanya."..."Daisha menatap Arjuna dan yang lainnya dengan linglung.Tanpa terkejut, tanpa teriakan, air matanya perlahan menggenang, lalu akhirnya keluar dari matanya."Tuan, Kak Disa, Ayumi, terima kasih sudah menungguku dengan sabar di jalan menuju akhirat.""Bam!""Plak!"Balok-balok kayu yang terbakar di sudut-sudut rumah runtuh, genteng-genteng di atap pun sama."Jalan menuju akhira
Di halaman tempat api membumbung tinggi."Uhuk, uhuk, uhuk!""Oek, oek, oek!"Suara batuk orang dewasa dan tangisan anak kecil terdengar silih berganti, bercampur dengan jeritan.Orang-orang terus tertimpa balok-balok yang jatuh dari atap dan pintu serta jendela yang terbakar."Eka, Dwi, Tri, Catur, jangan takut, jangan takut. Ibu di sini."Daisha memeluk erat keempat putranya.Keempat anak kecil yang malang itu baru berusia satu tahun lebih. Wajah mereka menjadi merah karena api. Padahal sedang musim dingin, tetapi mereka bermandikan keringat.Dwi dan Tri lebih lemah, mereka hampir pingsan dalam pelukan Daisha."Dwi, Tri, bangun, bangun!"Daisha meneriakkan nama kedua putranya dengan cemas.Namun, Dwi dan Tri tidak menjawab."Tolong, Bu, Bu!""Uhuk, uhuk, uhuk!"Daisha berteriak minta tolong dengan panik. Dia memanggil wanita paruh baya yang selama ini merawatnya. Begitu dia membuka mulut, asap masuk ke mulutnya, membuatnya tersedak dengan tidak nyaman.Tidak ada yang menjawab Daisha.
Yudha datang ke hadapan Dewi dengan banyak orang di belakangnya. Lalu dia berlutut di tanah."Paduka Kaisar, akhirnya Anda bangun."Yudha tampak kotor, seperti baru saja lolos dari maut.Melihat Dewi menatap rumah tempat Daisha berada dengan cemas dan khawatir, Yudha segera berkata, "Paduka Kaisar, jangan khawatir, aku akan melakukan yang terbaik. Sekalipun mempertaruhkan tulang belulangku, aku akan menyelamatkan Nyonya Daisha dari lautan api."Dewi langsung berteriak, "Kalau begitu kenapa kamu masih berdiri di sini? Cepat selamatkan mereka."Melakukan yang terbaik, mempertaruhkan tulang belulang? Itu hanyalah alasan Yudha untuk mengulur waktu.Dewi yang tidak makan maupun minum akhir-akhir ini, merasa pusing setelah berteriak."Paduka Kaisar!"Ratna buru-buru menopang Dewi yang hampir jatuh."Paduka Kaisar." Yudha tiba-tiba berdiri. "Yang perlu Anda lakukan sekarang adalah beristirahat dengan baik, serahkan sisanya kepadaku."Usai berbicara, terlepas dari Dewi setuju atau tidak, Yudha
"Ya Tuhan, Bratajaya baru saja kehilangan seorang perdana menteri kiri. Sekarang api membakar halaman tempat tinggal perdana menteri kanan. Apakah ini hukuman dari Tuhan?""Ya, 'kan? Perdana Menteri Kiri sudah tiada, istri serta anak-anaknya malah terjebak dalam lautan api.""Tuan!"Disa tahu bahwa Arjuna luar biasa, tetapi tak disangka Arjuna akan berlari secepat itu. Dia tidak dapat mengejar Arjuna sekeras apa pun dia mengejar.Angin sangat kencang hari ini.Halaman utara kediaman prefek Kota Harmonika dan rumah di sebelahnya dilalap lautan api.Dengan bantuan angin, api yang berkobar meraung dan melahap segalanya. Asap hitam memenuhi seluruh langit di atas rumah. Napas yang membara terasa menyesakkan. Suara api yang berkobar meraung di udara, seolah-olah akan melahap semua kehidupan.Lokasi kebakaran kacau balau. Di bawah cahaya api, banyak orang menangis dan berlarian dengan tatapan cemas dan ekspresi ketakutan, serta teriakan yang menyayat hati.Api terus membesar, seolah mengejek