Setiba di rumah sakit, Devano langsung berjalan menuju ke kasir. Dia ingin menegosiasikan pembayaran. Dia ingin meminta waktu seminggu lagi.
Namun, ketika dia mendekati meja kasir, seorang perawat menemui dirinya dan memberi tahu bahwa ayah angkatnya sudah melakukan operasi lanjutan karena uang yang harus dibayarkan sudah dilunasi.
Tentu saja Devano ternganga kaget dan cepat dia bertanya kembali. "Operasi kedua ini membutuhkan biaya berapa besar?"
Perawat tersebut tersenyum, lalu memandang ke arah kasir. Dengan sikap sigap, sang kasir memberikan sebuah kuitansi yang bertuliskan angka dua ratus juta.
"Apa? Ternyata biaya yang kedua ini lebih mahal! Apa ayah angkatku akan melakukan operasi ketiga?"
"Kami belum tahu akan hal itu, tapi ada kemungkinan bisa terjadi, jika dirasa operasi kedua ini tidak berhasil mengangkat sel kankernya secara keseluruhan."
"Kapan batas terakhir aku harus membayar uang ini?"
"Kau punya waktu seminggu lagi."
"Siapa yang sudah membayar biaya operasi yang sebelumnya?" tanya Devano dengan raut wajah penasaran.
Perawat tersebut secara spontan menggelengkan kepalanya. "Aku sama sekali tidak tahu. Aku hanya mendapat informasi bahwa semua pembayaran sudah dilakukan secara penuh."
Devano mengerutkan keningnya. Dia sama sekali tidak mengira, jika ada orang yang begitu baik yang mau membayar biaya operasi ayah angkatnya. Dia mulai berpikir bahwa bisa saja ada orang seperti dirinya yang pernah dibantu oleh ayah angkatnya di masa lalu.
Dia kemudian berbalik untuk pergi ke ruangan perawatan ayah angkatnya, tapi tepat pada saat dia berbalik, dia melihat seorang lelaki yang berusia sekitar lima puluh tahunan dengan menggunakan jas mewah sedang berdiri menatap dirinya dengan senyum ramah.
Keduanya saling bertatapan, dan lelaki tersebut tiba-tiba membungkukkan badan memberikan penghormatan. Dia kemudian berkata dengan sopan, "Tuan Muda! Saya akhirnya berhasil menemukan Anda! Maaf atas semua situasi yang selama ini menimpah Anda. Mulai saat ini, kami akan memastikan Anda tidak mengalami situasi seperti ini lagi!"
"Apa yang kau inginkan dari diriku? Apa tidak cukup dengan semua yang kalian lakukan kepadaku dan juga kedua orang tuaku. Apa sekarang kalian juga mau menyiksa diriku dengan segala kepura-puraan seperti ini. Aku tidak akan tertipu lagi. Kalian sudah membunuh kedua orang tuaku. Keduanya meninggal karena Kakek yang mengusir kami."
Pria tersebut sangat terkejut dengan perkataan yang baru saja diucapkan oleh pemuda yang merupakan cucu dari bosnya tersebut.
"Tuan Muda, Bos Besar sangat menyesal atas apa yang terjadi beberapa tahu yang lalu. Dia terpaksa melakukan itu semua demi keselamatan dirimu. Jika saja pada waktu itu, dia tidak mengusirmu dan juga kedua orang tuamu, maka kalian semua akan mati dengan mengenaskan."
"Namun, karena pengusiran yang dilakukan, pada akhirnya kedua orang tuaku juga mati. Apa kau ingin mengatakan bahwa hal itu adalah sebuah yang dia harapkan."
"Tuan Muda. Anda harus tahu bahwa semua itu adalah sebuah kecelakaan. Tidak sama sekali diharapkan terjadi oleh Bos Besar. Sekarang situasi sudah aman, jadi Tuan Muda sudah bisa kembali ke rumah. Sebenarnya sejak dua tahun Tuan Muda pergi dari rumah, Bos Besar sudah mencari keberadaan Anda, tapi tidak sama sekali ditemukan. Jadi Tuan Muda harus segera bertemu dengan Bos Besar. Dia sangat merindukan diri Anda!"
Devano berkata dengan dingin," Aku tidak akan menemui lelaki tua itu. Dia sudah merampas semua yang aku miliki. Aku tidak mau kecewa yang kedua kalinya."
Safira duduk di ruang tamu besar rumah keluarganya, mengamati ornamen-ornamen mewah yang menghiasi sekelilingnya. Dia adalah wanita muda berusia tiga puluhan, dengan rambut hitam panjang yang selalu rapi disanggul. Matanya yang tajam dan ekspresinya yang tenang menunjukkan kecerdasan dan ketegasan. Di hadapannya, duduk neneknya, seorang wanita tua dengan rambut putih yang terurai lembut. Neneknya, meskipun tampak lemah, memiliki aura otoritas yang tidak bisa diabaikan."Safira, sayang, nenek ingin membicarakan sesuatu yang penting," kata Ny. Amora dengan suara lembut namun tegas. Safira mengangguk, siap mendengarkan. "Perusahaan keluarga kita, Mega Rejeki, baru saja mengalami perubahan besar."Safira mengerutkan kening, merasa ada yang aneh. "Perubahan apa, Nek?""Nenek sudah menjual sebagian besar saham perusahaan kepada seseorang yang nenek percayai," jawab Ny. Amora, matanya bersinar dengan kilau yang tidak bisa dijelaskan.Safira terkejut. "Kenapa, Nek? Bukankah kita selalu menjag
Berita tentang perpindahan Perusahaan Mega Rejeki kepada pemilik baru langsung membuat semua orang menjadi terkejut. Banyak orang bertanya tentang kebenaran dan juga penyebab semua terjadi. Hal ini membuat banyak orang berspekulasi bahwa keluarga Amora sudah bangkrut. Bahkan ada yang berani memprediksi bahwa keluarga Amora akan menjadi gelandangan.Sungguh sebuah isu yang sama sekali tidak mengenakan telinga buat Amora dan keluarganya. Meski sudah berusaha menahan semua isu tersebut, tetap saja semua berjalan tanpa bisa terkendali sama sekali.Berita ini juga memberikan cerita bahwa pemilik baru masih sangat muda dan tentu saja sangat kaya. Hal ini membuat banyak orang kaya berharap bisa menjalin hubungan dengannya. Meski begitu, rahasia tentang siapa pria tersebut masih belum terbuka sama sekali.Melihat situasi yang seperti ini, banyak berharap bahwa mereka juga bisa menjalin hubungan bisnis dengan Perusahaan Mega Rejeki. Sebelumnya mereka enggan bekerja sama karena perusahaan terse
Mendengar tidak ada pilihan lain, kecuali menerima tawaran seorang investor, Amora hanya bisa menarik napas pendek. Dia tahu bahwa ada kemungkinan dia akan kehilangan posisi. Sebagai pemegang saham minoritas, maka tidak ada jalan lain, kecuali ikut dengan pemilik yang terbanyak. Tidak ada yang bisa dilakukan akan hal itu."Baiklah. Aku setuju dengan semua yang kau tawarkan. Apa prosesnya bisa dilakukan sekarang juga?" tekanan yang diberikan Bank Nagara membuat Amora sama sekali tidak bisa memilih. Dia pasti lebih baik menjual delapan puluh persen saham, dari pada dia harus kehilangan perusahaan secara penuh. Setidaknya dengan kehilangan delapan puluh persen saham, dia masih mempunyai kesempatan di masa yang akan datang.Amora duduk di kursi kantor yang empuk dengan perasaan campur aduk. Ruangan meeting yang mewah dengan dinding kaca yang memberikan nuansa kehebatan di masa lalu, terasa begitu menyesakkan hari ini. Di hadapannya terhampar berkas-berkas transaksi yang harus ia selesaika
Amora sama sekali tidak mampu berkata apa-apa. Dia sendiri baru saat ini tahu akan keuangan yang sebenarnya. Selama ini, dia hanya terpaku pada laporan keuangan yang selalu dibuat baik-baik saja oleh Carlos. Sekarang dia sudah tahu, tapi semua itu sudah terlambat sama sekali."Emang kita masih punya cadangan seberapa besar lagi?" tanya Amora dengan tatapan penuh kebingungan kepada manejer keuangan.Dengan suara terbata-bata, sang manejer keuangan menjawab, "Maaf Bu Amora. Pada saat ini, uang yang ada di rekening sudah tidak mungkin untuk kita pakai lagi.""Maksudmu?" tanya Amora dengan tatapan tajam, "jelaskan apa maksudmu bahwa uang di rekening sudah tidak bisa digunakan lagi?""Uangnya sudah habis. Pada saat ini, kita sudah sama sekali tidak bisa melakukan pembayaran hutang. Bahkan untuk biaya operasional saja, kita sudah tidak mampu lagi!""Apa?" ucap Amora dengan suara tertahan. "Berapa saham kita yang bisa dijual untuk menutup itu semua?""Sebelumnya saya menghitung sekitar empat
Amora memang tidak tahu harus berbuat apa. Dia sama sekali tidak mengira, jika kleputusan yang sulit harus dia ambil. Sungguh bukan sesuatu yang mudah, tapi pada saat ini, dia harus melakukannya. "Bu, apa ada cara lain yang bisa kita lakukan?""Apa kau mau menjual semua hartamu untuk digunakan membayar semua hutang jatuh tempoh?" tanya Amora kepada Carlos yang memang selama ini lebih dipercaya dari pada anak sulungnya.Carlos tentu saja langsung terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya. Dia tidak mau membuat sesuatu hal yang sangat merugikan. Dia memang tidak mau membuat Perusahaan Mega Rejeki diambil orang lain, tapi dia tidak mau sama sekali berkorban untuk perusahaan tersebut menggunakan hartanya.Pada saat semuanya masih terdiam dengan pikiran masing-masing, terdengar pintu dibuka dari luar. Seorang wanita yang merupakan asisten pribada Amora masuk dan mendekat."Maaf, Bu. di luar ada perwakilan dari Bank Nagara. Mereka mau bertemu dengan ibu terkait hutang jatuh
Amora memandang ke arah semua orang. Dia sama sekali tidak mengira, jika semua ini terjadi hanya karena ulah dari Handerson yang merupakan cucu kesayangannya. Dia selama ini selalu berusahaan mendapatkan sebuah kesenangan dan keuntungan, tapi kini, semua itu terasa lenyap di tangannya.Amora menekan telpon untuk menghubungi Handerson. Dia tidak bisa menerima berita begitu saja, kecuali langsung mendengar dari yang bersangkutan.Ketika telpon tersambung, Amora masih menahan kemarahannya. Dia bertanya dengan suara yang lembut dan tidak terlihat sedang menahan sebuah kemarahan sama sekali."Handerson, apa yang terjadi dengan Horizon solution? Aku baru saja mendengar bahwa kau bersikap tidak sopan yang membuat CEO yang baru di Horizon solution tersinggung dan memutus semua kontrak kerja sama kita. Sebenarnya siapa yang telah kau hina dan remehkan?"Handerson langsung terkejut mendengar pertanyaan nenek mertuanya tersebut. Dia sama sekali tidak mengira akan diberi pertanyaan seperti ini. D