"Bersabarlah, Valen. Aku masih mencoba untuk memikirkan cara yang tepat untuk mengeksekusi rencana ini," ucap Agusta. Valentino hanya manggut-manggut. "Baiklah kalau begitu. Aku harap kau segera menemukan cara yang tepat untuk menyingkirkan salah satu peranku. Karena bagaimanapun juga aku tak ingin menjalani tiga peran yang pasti cukup melelahkan untukku," ucap Valentino. "Yeah. Dan apa yang harus kita lakukan setelah bertemu dengan Antonio Cassano nanti?" tanya Agusta penasaran. "Bukan kita. Tapi kau. Karena aku sudah mengenal Antonio jadi yang perlu kau lakukan nanti adalah kau harus mencoba untuk meyakinkan si David untuk bertemu dengan Antonio. Dia harus menjalin kerjasama bisnis dengan Antonio agar kita bisa mengendalikan kerjasama ini," ucap Valentino. Agusta hanya memandang teman masa kecilnya itu dengan tatapan jengah. "Tapi Valen, bagaimana caranya kau membuat si Antonio Cassano itu mau membantu kita?" tanya Agusta. Valentino tersenyum misterius. "Aku punya banyak cara
"Sejarah keluarga Araya?" tanya Joshua. Joshua agak terkejut ketika mendengar nama keluarga itu. Tiba-tiba saja dia menjadi agak gugup. "Iya, Pak. Bukankah Anda adalah pengacara keluarga itu?" tanya Valentino. "Ah, begitu. Iya, iya. Saya memang pengacara keluarga Araya. Tapi ngomong-ngomong, ada urusan apa Anda menanyakan tentang keluarga Araya kepada saya?" tanya Joshua. Valentino memainkan tangannya dan mengetuk-ngetuk jarinya di meja. "Saya berencana untuk mengajak kerjasama David Araya. Namun, saya belum tahu pasti bagaimana latar belakangnya. Dan karena Anda itu pengacaranya, Anda mungkin bisa memberi masukan kepada saya, apakah memang keluarga Araya itu keluarga yang terpercaya atau tidak?" ucap Valentino. Joshua merasa heran. "Pak Miller, kalau untuk urusan seperti itu sepertinya bukan saya yang patut untuk menjelaskannya. Karena tugas saya hanya sebagai seorang pengacara yang mengatur wasiat dari mendiang ayah dari David Araya," ucap Joshua. Valentino tersenyum. Ternya
"Curiga? Kenapa Anda bisa berpikir jika Valentino Araya telah mengirim orang untuk hadir dalam pemakaman itu?" tanya Valentino. "Pria asing itu... " "Pria asing? "Ah sudahlah. Mungkin itu hanya karena saya yang terlalu ketakutan waktu itu jadi bisa saja sayang melihat yang tidak saya inginkan. Ngomong-ngomong kenapa Anda begitu tertarik dengan keluarga itu?" tanya Joshua. Valentino kembali bersikap biasa saja karena sepertinya Joshua tidak mencurigai dirinya sama sekali. "Saya tidak tertarik dengan keluarga itu. Saya hanya tertarik pada bisnis. Jika Itu memang menguntungkan, pasti aku akan mengejarnya. Ya sepertinya memang berbisnis dengan David Araya cukup menarik dan aku bisa pastikan jika aku bisa menarik keuntungan yang besar dari sana. Ah, maafkan saya karena saya terlalu banyak bicara. Wah... Sepertinya sudah cukup Pak pengacara. Saya sudah terlalu banyak menyita waktu Anda," ucap Valentino. "Oh, tidak. Tidak. Tidak apa-apa, Pak. Saya justru senang sekali bisa berbisnis den
Sepulang bertemu dengan sahabat masa kecilnya, Valentino yang cukup merasa lelah karena aktivitasnya yang cukup padat di hari itu pun memutuskan untuk langsung pulang ke apartemen miliknya. Namun, sungguh sial baginya, di depan pintu apartemennya sudah ada seorang wanita yang tidak ingin dia temui, Almyra, sekretaris David Araya yang terlihat tertarik pada dirinya. Dia ingin sekali berbalik namun wanita itu terlanjur melihatnya. "Calvin, akhirnya kamu pulang juga," ucap Almyra. Valentino mengangguk dan memberikan senyum palsu untuk wanita itu. "Iya. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Valentino. "Oh begini. Kebetulan aku sedang membuat kue brownies rasa cokelat dan aku membuat agak banyak. Jadi aku ingin memberi kamu satu loyang ini. Kamu terima ya?" ucap Almyra. Valentino melirik satu loyang kue brownies rasa coklat itu. Sebenarnya dia tidak suka kue yang terlalu manis tapi Valentino bukan orang yang kejam sampai harus menolak pemberian makanan dari orang lain. "Iya, tentu sa
Sesuai janjinya, Valentino mengajak Almyra untuk sarapan bersama. Almyra sebenarnya mulai was-was jika David sampai mengetahui jika dia saat ini sedang bersama dengan Valentino. Tapi dia juga tidak ingin membuang-buang kesempatan jika dia bisa bersama dengan pria yang menurutnya cukup menarik dan juga baik itu. "Terima kasih sudah menemani saya makan pagi ini. Saya jadi tidak enak karena sudah mencuri waktu kamu dari David Araya," ucap Valentino. "Oh, jangan bicara seperti itu. Aku senang sekali menemani kamu makan. Dan ternyata masakan kamu juga enak sekali. Dari mana kamu belajar memasak?" tanya Almyra. "Tentu saja ibu saya yang mengajari saya. Oh iya. Apakah David akan menjemput kamu nanti?" tanya Valentino. Almyra nampak bingung karena dari semalam kekasihnya itu tidak menghubungi dirinya sama sekali, jadi dia pun tidak tahu pagi ini David akan menjemputnya atau tidak. "Aku rasa mungkin aku akan pergi sendiri ke kantor," jawab Almyra. "Apa kamu mau saya antar?" tanya Valenti
Entah kenapa tiba-tiba saja firasat Valentino mengatakan jika dokter tersebut sedang berada di rumah sakit yang pertama mereka datangi. Namun, kali ini Valentino tidak datang sebagai seorang Valentino Araya ataupun Calvin Miller. Dia yang kebetulan saja membawa perlengkapan kostum Aditya Putra segera mengganti bajunya dan juga merubah penampilannya secara total. Dia menyuruh sopirnya untuk menurunkannya sebelum sampai rumah sakit. "Pergilah! Jemput aku satu jam lagi di depan minimarket sebelah sana," ucap Valentino. Valentino langsung masuk ke dalam rumah sakit itu dan mendaftarkan dirinya untuk berkonsultasi dengan Dokter Elina Prada. Dan benar saja. Ketika dia menggunakan identitas Aditya Putra, dia langsung mendapatkan nomor antrean. Valentino masih tidak mempercayainya dan dia jadi berpikir apa yang membuat Dokter Elina yang sepertinya telah memberitahu staf rumah sakit agar tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan dokter itu. Tapi kenapa bisa begitu? Tidak mungkin Dokt
Valentino langsung menuju bagian administrasi di rumah sakit itu. "Mohon maaf Pak, tapi kami tidak bisa memberikan informasi apapun pada orang yang bukan berasal dari sanak saudaranya," ucap karyawan rumah sakit itu. Valentino terpaksa harus menggunakan identitas aslinya untuk bisa mendapatkan arsip itu. "Pak, saya adalah anak kandung dari Budi Araya. Saya Valentino Araya. Saya terpaksa harus menggunakan cara ini agar saya bisa menyelidiki kasus kematian ayah saya yang janggal. Ini identitas saya," ucap Valentino. Petugas itu pun terkejut, namun dia sadar jika pria yang ada di hadapannya itu tidak berbohong karena identitas dan wajahnya sama. Valentino merasa beruntung karena mendapatkan teman seperti Agusta karena dia bisa membuat kartu identitas palsu untuknya yang luar biasa mirip dengan yang asli. Valentino tidak memiliki kartu tanda penduduk di Indonesia jadi yang mengurus semuanya adalah Agusta. Petugas yang sudah percaya pada Valentino itu akhirnya pergi ke rak arsip dan
"Tentu saja tidak pernah. Saya baru beberapa bulan ini ke Indonesia. Saya juga baru pertama kali ke rumah ini," ucap Valentino sambil menatap ramah ke arah Sriani. Sriani mendesah kecewa. Dia kira dia telah melihat anak dari Budi Araya yang telah lama dia cari. Menurutnya tamu David itu benar-benar mirip dengan anak itu. Hanya postur tubuhnya saja yang sangat berbeda. Valentino dulu gemuk dan Calvin terlihat tinggi dan kurus. Tidak. Tidak. Bukan kurus tapi lebih tepat ke proposional. "Ah, begitu. Maaf saya kira tadi Anda adalah orang yang saya kenal dulu," ucap Sriani. "Tidak apa-apa, Bu," sahut Valentino. Valentino terpaksa mengatakan itu karena dia melihat siluet David Araya yang terpantul di kaca. Dia tidak tahu apakah David itu sedang mencurigai dirinya atau hanya sedang menguping pembicaraan. Tapi dia lebih baik mencari aman untuk tidak membuatnya curiga. David kemudian muncul dengan tiba-tiba dan langsung menatap kesal pada kepala pelaya