Share

4. Apartemen Gardenia Hills

Valentino mengangguk ke semua orang yang dia temui di jalan saat dia menuju ke luar gedung.

Pria itu berpura-pura menjadi seorang pria yang agak bungkuk agar membuat semua orang tak mengenalinya. Dan tentu saja dia berhasil.

Valentino melenggang bebas tanpa merasa khawatir jika identitasnya ketahuan.

Namun, belum sampai dia ke gerbang depan perusahaan dirinya dikagetkan oleh sebuah klakson.

Tin... tin... tin... 

"Woi, minggir!" teriak seorang laki-laki dari dalam mobil.

"Mau cari mati ya?" ucap seorang wanita terdengar setengah berteriak dari dalam mobil.

Valentino membungkuk dan menyingkir dari jalan.

Kaca mobil itu diturunkan dan betapa kagetnya Valentino karena ternyata itu adalah mobil David. Tapi tak ada David di dalam mobil itu, melainkan hanya ada Almyra dan seorang pria yang Valentino tahu pria itu adalah sopir pribadi David.

"Eh, si culun lagi. Kamu jangan-jangan mengikuti aku ya? Masa iya kita baru beberapa jam aja ketemu dua kali di lingkungan kantor. Aneh banget!" ucap Almyra dari dalam mobil.

Wanita sexy itu bersedekap dan menatap Valentino dengan jijik.

"Saya tidak mengerti apa yang anda maksud. Saya kan mau jalan pulang. Ini sudah waktunya jam pulang dan ini adalah satu-satunya jalan untuk ke menuju keluar dari gedung ini," ucap Valentino santai.

"Eh, aku tahu ya model kayak kamu itu kalau naksir wanita pasti sok-sokan jadi penguntit kaya kamu. Tapi ingat ya. Kamu boleh-boleh aja naksir aku, tapi jangan mimpi kamu bisa deketin aku. Laki-laki kayak kamu itu nggak ada gunanya buat aku," hina Almyra.

Bukannya marah, tapi Valentino malah tersenyum pada wanita yang terlalu percaya diri itu.

"Tapi saya tidak naksir Anda dan tidak berencana untuk menjadikan Anda seseorang yang penting untuk saya. Jadi Anda nggak perlu khawatir," ucap Valentino tenang.

Almyra terkejut ketika Valentino menjawabnya seperti itu. Merasa harga dirinya terinjak-injak gara-gara pria culun yang tidak berguna itu, dia segera menutup kaca mobil itu.

"Jalan, Pak. Meladeni pria macam dia itu nggak ada gunanya," ucap Almyra.

Valentino hanya berdecih saat mobil itu berjalan lagi keluar dari lingkungan perusahaan AL Group.

"Dasar jalang! Dia pikir dia itu siapa? Bidadari? Barang bekas aja belagu," umpat Valentino pelan.

Dia langsung mencegat sebuah taksi.

Hanya sekitar lima menit menunggu, dia sudah mendapatkan taksinya.

"Apartemen Gardenia Hills, Pak," ucap Valentino pada sopir taksi itu.

"Baik, Mas," jawab sopir taksi itu ramah.

Pria itu mulai mengemudikan taksinya dengan kecepatan sedang.

"Baru pulang kerja ya Mas?" tanya sopir paruh baya itu.

"Iya, Pak," jawab Valentino lembut.

Valentino selalu ramah kepada siapapun apalagi orang yang bisa menghargai orang lain. Dan karena dia melihat sopir taksi ini memang terlihat ramah dan tak dibuat-buat, dia pun menjawabnya dengan ramah pula.

"Maaf ya Mas, ini sepertinya agak macet. Kalau kita putar balik nanti malah kelamaan jadi mohon tunggu dulu ya?" pinta sopir itu sopan.

Valentino yang memang menyadari jika jalanan sedang macet itu pun tak keberatan.

"Ah, enggak apa-apa, Pak. Saya tidak sedang terburu-buru kok," jawab Valentino.

"Oh, iya Mas. Mas tinggal di apartemen Gardenia Hills ya?" tanya sopir itu.

"Iya, Pak. Tapi saya baru aja tinggal di sana, baru sekitar satu bulan," jawab Valentino.

"Wah, Mas beruntung ya bisa tinggal di sana. Saya dengar harga sewa apartemen itu mencapai miliaran ya per tahun?" tanya sopir itu penasaran.

Valentino tersenyum.

"Benar, Pak," jawab Valentino.

"Mas hebat ya bisa tinggal di sana. Pasti pekerjaan Mas sangat bagus sampai bisa tinggal di sana," ucap sopir itu terdengar kagum.

Valentino menggeleng.

"Bukan seperti itu, Pak. Saya ini hanya karyawan biasa. Saya bisa tinggal di sana karena warisan orang tua saya," jawab Valentino terpaksa berbohong.

Karena sangat tidak mungkin jika dia mengatakan gedung apartemen itu adalah salah satu investasinya sebelum dia kembali ke Indonesia.

Apartemen Gardenia Hills adalah milik Valentino yang dia bangun sejak beberapa tahun yang lalu.

Jadi tentu saja mudah baginya untuk menempati salah satu unit di apartemen itu.

"Wah, pasti orang tua Mas benar-benar pekerja keras ya sampai bisa memberikan warisan sebesar itu pada anaknya. Hebat sekali!" seru sopir taksi itu.

"Iya, Pak. Tapi sebenarnya semua orang tua itu hebat. Mereka hebat dengan caranya sendiri-sendiri," ucap Valentino.

"Saya bukan orang tua hebat, Mas. Saya hanya mampu menjadi sopir taksi. Anak saya aja terkadang malu sama profesi saya," ucap sopir itu diiringi tawa sedih.

Valentino bisa merasakan sebuah kepahitan dalam tawa itu.

"Tak ada orang tua yang tak hebat di dunia ini, Pak. Semuanya hebat. Bapak tak perlu rendah diri. Mungkin sekarang anak Bapak belum bisa melihat kehebatan Bapak. Tapi saya yakin suatu saat nanti pasti dia akan sadar jika ayahnya adalah orang tua yang sangat hebat," ucap Valentino dalam.

Sang sopir terharu mendengarnya. Valentino melihat mata sopir itu berkaca-kaca.

"Terima kasih, Mas. Aduh maaf kok malah saya jadi curhat tadi," ucap sopir itu.

"Tidak apa-apa, Pak. Oh iya nanti saya turun di depan apartemen saja ya," ucap Valentino.

"Baik, Mas," jawab sopir itu.

***

Valentino sampai di apartemen miliknya. Semua karyawan membungkuk ke arahnya untuk menunjukkan rasa hormatnya pada pria berusia tiga puluh tahun itu.

Seluruh karyawan Apartemen Gardenia Hills mengenal sosok pemilik apartemen tersebut namun mereka sudah diberitahu untuk tidak membocorkan rahasia besar Valentino.

Valentino berjalan dengan cepat karena sudah tidak sabar untuk segera sampai ke unit apartemennya.

Unit apartemennya terletak di lantai lima puluh enam. Sebuah lantai khusus untuk sang pemilik Apartemen Gardenia Hills. Di lantai itu hanya terdapat sebuah unit apartemen saja, yakni milik Valentino Araya.

"Selamat sore, Tuan Muda!" sapa Rino, seorang penjaga yang berdiri di depan pintu unit apartemen milik Valentino.

"Selamat sore, Tuan Muda!" sapa Andre yang juga seorang penjaga seperti Rino.

"Sore," balas Valentino.

Rino dan Andre membukakan pintu untuk tuan muda mereka.

Begitu Valentino masuk ke dalam, dia disambut oleh beberapa pelayan berseragam hitam putih.

"Selamat sore, Tuan Muda. Apa Anda mau mandi sekarang?" tanya salah seorang pelayan.

"Iya, siapkan air hangat untukku!" titah Valentino.

"Baik, Tuan!" sahut pelayan itu. Wanita itu membungkuk dan undur diri dari hadapan sang tuan muda.

"Bagaimana untuk makan malam Anda, Tuan?" tanya seorang pria yang memakai pakaian khas seorang chef.

"Aku mau rendang dan beberapa macam makanan khas Indonesia lainnya," jawab Valentino.

"Baik, Tuan. Akan saya siapkan," sahut sang koki dan dia pun juga undur diri dari sana.

Seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah kepala pelayan di kediaman Valentino menghampirinya.

"Apakah Anda ingin disiapkan teh hangat atau kopi dulu sebelum mandi, Tuan Muda?" tanya wanita paruh baya itu.

"Tidak. Aku sedang tak ingin minum- minuman hangat. Buatkan aku jus alpukat atau jeruk saja," ucap Valentino.

"Baik, Tuan Muda," sahut sang kepala pelayan.

Valentino meminta mereka untuk kembali ke pekerjaan mereka masing-masing dan dia sendiri masuk ke kamarnya sementara di dalam kamar mandinya ada dua pelayan yang sedang menyiapkan air mandi untuknya.

Valentino melepas kacamata tebalnya dan juga tahi lalat palsunya beserta jam tangan kuno pemberian ibundanya. Dia lalu menyisir rambut hitamnya dengan tangan.

"Sudah siap, Tuan," ucap salah satu pelayan.

Valentino hanya mengangguk.

Baru saja Valentino akan mandi, namun Ruslan, salah satu anak buah kepercayaannya datang tergesa-gesa masuk ke dalam kamarnya.

"Maaf, Tuan Muda. Saya tadi ditelepon oleh Nyonya Hera untuk menyampaikan pada Anda agar Anda segera menghubungi beliau saat sudah sampai rumah," ucap Ruslan.

Valentino terpaksa harus menunda untuk membersihkan dirinya. Orang paling penting di dalam hidupnya sedang menunggu kabarnya.

"Baiklah, sambungkan aku dengan ibuku," ucap Valentino.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status