Share

3. Rencana Valentino

Valentino menutup telepon dari Agusta dengan perasaan jengkel. Bukan, bukan jengkel terhadap Agusta tentu saja. Namun jengkel terhadap si bodoh yang disebut oleh Agusta.

Dia langsung berdiri dan mulai berjalan untuk menuju ruangan Agusta namun saat dia baru berjalan beberapa langkah, seseorang mengagetkan dirinya.

"Mau ke mana kau? Pekerjaanmu saja belum beres, kau mau bermain-main?" tanya Alfredo, atasannya di bagian produksi.

"Maaf, Pak. Saya diminta oleh Pak Agusta untuk ke ruangannya," jawab Valentino.

Mata Alfredo menyipit.

"Sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Pak Agusta?" tanya Alfredo.

Valentino baru tahu kalau ada orang yang terlalu ikut campur terhadap urusan orang.

"Tentu saja ini soal pekerjaan, Pak," jawab Valentino santai.

"Pekerjaan? Jangan membuat aku tertawa, Aditya! Kau sudah jelas di bagian produksi sedangkan Pak Agusta adalah manajer umum perusahaan ini."

"Kau juga pasti tahu kan, menemui Pak Agusta itu tidak mudah. Lalu, bagaimana mungkin beliau malah memanggilmu?" tanya Alfredo heran.

"Kenapa Anda tidak bertanya langsung kepada Pak Agusta tentang hubungan saya dan dia?" tantang Valentino yang sudah cukup dibuat sebal oleh atasannya ini.

Alfredo berdecak.

"Kau mulai berani kurang ajar ya. Apa karena menurutmu kamu itu sudah sering dipanggil dan bertemu dengan Pak Agusta membuatmu jadi membuatmu di atas angin? Kau merasa sudah dekat dengan beliau? Begitu, Aditya? Jangan mimpi!" ejek Alfredo.

Valentino mengembuskan napasnya dengan pelan. Astaga, dia berusaha keras menahan dirinya untuk tidak menyiram air ke kepala bosnya itu.

"Tapi kebetulan saya memang dekat dengan beliau, Pak. Ini buktinya saya dipanggil langsung ke sana," ucap Valentino tenang.

Alfredo langsung berdecih.

"Bukan berarti kamu dipanggil terus kamu merasa hubunganmu dekat dengan Pak Agusta. Ya sudah sana pergi! Jangan sampai membuat beliau menunggu!" usir Alfredo.

Valentino langsung ngacir dari sana karena takut dirinya tak bisa menahan emosinya lagi dan mencekik pria itu.

Namun lagi-lagi ketika dia berada di lift, dia berpapasan dengan seseorang yang tidak ingin dia temui untuk saat ini, David Araya. Dia juga sedang berada di dalam lift ditemani seorang sekretaris cantiknya, Almyra.

"Siang, Pak!" sapa Valentino.

Valentino ingin sekali menghindari orang ini. Tapi, jika dia pergi, ini malah akan terlihat sangat mencurigakan. Maka dia pun memutuskan untuk tetap masuk ke dalam lift.

David Araya hanya mengangguk.

Bagi David, tak terlalu penting untuk berurusan dengan karyawan rendahan seperti Valentino. Baginya karyawan yang berguna adalah karyawan yang memiliki jabatan yang tinggi di perusahaan itu.

"Beb, nanti kamu menginap di tempat aku ya," bisik David tepat di telinga Almyra yang membuat wanita sexy itu bergidik.

David hanya tersenyum melihat reaksi wanita yang sudah pernah  menghangatkan ranjangnya itu.

Almyra tersenyum sensual.

"Tentu saja. Tapi ingat ya, nggak gratis," ucap Almyra blak-blakkan.

"Oh, Baby. Kamu nggak perlu menghawatirkan hal seperti itu. Aku ini presiden direktur dari AL Group. Kamu lupa hal itu? Apapun bisa aku berikan untuk kamu, asalkan kamu memberikan apa yang aku mau. Kamu paham kan maksud aku?" tanya David sambil menatap intens Almyra di lift.

Perut Valentino menjadi bergejolak.

Brengsek, dia enak-enakkan bermain-main dengan wanita sedangkan karyawannya harus kerja berat, umpat Valentino dalam hati.

"Sangat paham dong, Baby. Kamu tahu kan biaya sewa apartemen aku mahal?" ucap Almyra tak tahu malu.

David tiba-tiba saja menarik Almyra mendekat ke arahnya hingga dada Almyra bersentuhan dengan dadanya.

Wanita itu memekik karena kaget namun dia tetap memberikan senyum menggodanya ke arah David Araya.

"Apapun yang kau mau, Sayang," ucap David sambil menyeringai.

Valentino yang berdiri di depan kedua orang itu rasanya ingin sekali muntah. Dia benar-benar jijik atas kelakuan saudara tirinya itu.

Well, dia sebenarnya tak masalah dengan predikat playboy yang sudah tersemat pada David Araya. Namun, setidaknya dia kan harusnya menjaga perilakunya di kantor.

Akan tetapi, ternyata pria itu tak bisa menjaga harga dirinya sendiri. Bagaimana bisa pria semacam itu menjadi seorang presiden direktur AL Group untuk menggantikan ayahnya?

Valentino segera diselamatkan oleh lift yang terbuka. Akhirnya dia sudah sampai di lantai tempat ruangan Agusta.

"Saya permisi dulu, Pak," ucap Valentino masih berusaha sopan.

David hanya mengangguk dan tidak terlalu memperdulikan Valentino.

Valentino yakin setelah dia keluar dari lift itu, David pasti langsung menerkam wanita yang memang terbilang hot itu.

"Ah, akhirnya kau datang juga," ucap Agusta lega.

Pria itu langsung menutup kertasnya dan dia berdiri untuk mengambil air minum dari kulkasnya dan memberikannya kepada Valentino yang baru saja datang.

"Apa yang si bodoh itu lakukan sampai kau memanggilku kemari?" tanya Valentino.

Dia mengambil sebotol air mineral yang diberikan oleh Agusta. Dia mulai meminumnya.

"Dia menyuruhku untuk membuat proposal baru lagi untuk perusahaan besar. Dia ingin menang tender lagi," jawab Agusta.

Pftt!

Uhuk ... uhuk ... uhuk.

Agusta kaget melihat temannya itu batuk-batuk karena tersedak oleh air minum.

"Take it slow, man!" ujar Agusta.

Valentino masih terbatuk-batuk. Dia baru mulai berbicara ketika batuknya sudah reda.

"Apa dia sudah gila? Apa dia pikir membuat proposal semacam itu mudah?" ucap Valentino kesal.

"Aku pikir dia sedang gila ketenaran. Jadi mungkin dia berpikir jika dirinya memenangkan lebih banyak tender, karyawan akan lebih menyukainya," jawab Agusta.

Valentino kini malah tertawa.

Uhuk ... uhuk ... uhuk.

Valentino jengkel karena harus terbatuk-batuk seperti itu.

"Well, apanya yang lucu?" tanya Agusta heran.

"Tentu saja ini sangat lucu. Tidakkah kau bisa lihat? Berarti dia memang tidak becus melakukan apapun. Ini akan mempermudah aku untuk mengambil alih perusahaan ini," ucap Valentino yakin.

Agusta mengerutkan dahinya.

"Bagaimana caranya?" tanya Agusta.

Valentino menyeringai.

"Mudah saja. Dapatkan kepercayaan darinya!" jawab Valentino.

Agusta menatap Valentino dengan bingung.

"Kau yang harus mendapatkan kepercayaannya. Kau turuti saja apa yang dia mau. Begitu dia mempercayai kamu sepenuhnya, ini akan mempermudah kita untuk melakukan rencana kita," jelas Valentino.

Agusta mengerang karena jengkel.

"Tapi dia menyuruhku untuk mengerjakan proposal yang bahkan aku tidak terlalu mengerti," ucap Agusta.

"Kau tak perlu mengkhawatirkan soal itu. Aku yang akan buat. Kau tinggal berakting di depannya kalau kau bisa melakukan apapun. Bagaimana?" tanya Valentino.

Agusta menghela napasnya.

"Baiklah. Akan aku lakukan. Aku juga sudah tidak sabar melihatmu kembali merebut perusahaan ini," ucap Agusta tulus.

Valentino tersenyum. Agusta adalah satu-satunya orang yang bisa dia percaya di perusahaan ini dan dia berharap temannya ini akan setia kepadanya sampai akhir.

"Omong-omong, kau kenal sekretaris David?" tanya Valentino.

"Aku tahu orangnya tapi aku tak terlalu kenal. Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?" tanya Agusta penasaran.

"Dekati dia. Dia bisa menjadi informan kita suatu saat nanti," jawab Valentino.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status