Valentino menutup telepon dari Agusta dengan perasaan jengkel. Bukan, bukan jengkel terhadap Agusta tentu saja. Namun jengkel terhadap si bodoh yang disebut oleh Agusta.
Dia langsung berdiri dan mulai berjalan untuk menuju ruangan Agusta namun saat dia baru berjalan beberapa langkah, seseorang mengagetkan dirinya.
"Mau ke mana kau? Pekerjaanmu saja belum beres, kau mau bermain-main?" tanya Alfredo, atasannya di bagian produksi.
"Maaf, Pak. Saya diminta oleh Pak Agusta untuk ke ruangannya," jawab Valentino.
Mata Alfredo menyipit.
"Sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Pak Agusta?" tanya Alfredo.
Valentino baru tahu kalau ada orang yang terlalu ikut campur terhadap urusan orang.
"Tentu saja ini soal pekerjaan, Pak," jawab Valentino santai.
"Pekerjaan? Jangan membuat aku tertawa, Aditya! Kau sudah jelas di bagian produksi sedangkan Pak Agusta adalah manajer umum perusahaan ini."
"Kau juga pasti tahu kan, menemui Pak Agusta itu tidak mudah. Lalu, bagaimana mungkin beliau malah memanggilmu?" tanya Alfredo heran.
"Kenapa Anda tidak bertanya langsung kepada Pak Agusta tentang hubungan saya dan dia?" tantang Valentino yang sudah cukup dibuat sebal oleh atasannya ini.
Alfredo berdecak.
"Kau mulai berani kurang ajar ya. Apa karena menurutmu kamu itu sudah sering dipanggil dan bertemu dengan Pak Agusta membuatmu jadi membuatmu di atas angin? Kau merasa sudah dekat dengan beliau? Begitu, Aditya? Jangan mimpi!" ejek Alfredo.
Valentino mengembuskan napasnya dengan pelan. Astaga, dia berusaha keras menahan dirinya untuk tidak menyiram air ke kepala bosnya itu.
"Tapi kebetulan saya memang dekat dengan beliau, Pak. Ini buktinya saya dipanggil langsung ke sana," ucap Valentino tenang.
Alfredo langsung berdecih.
"Bukan berarti kamu dipanggil terus kamu merasa hubunganmu dekat dengan Pak Agusta. Ya sudah sana pergi! Jangan sampai membuat beliau menunggu!" usir Alfredo.
Valentino langsung ngacir dari sana karena takut dirinya tak bisa menahan emosinya lagi dan mencekik pria itu.
Namun lagi-lagi ketika dia berada di lift, dia berpapasan dengan seseorang yang tidak ingin dia temui untuk saat ini, David Araya. Dia juga sedang berada di dalam lift ditemani seorang sekretaris cantiknya, Almyra.
"Siang, Pak!" sapa Valentino.
Valentino ingin sekali menghindari orang ini. Tapi, jika dia pergi, ini malah akan terlihat sangat mencurigakan. Maka dia pun memutuskan untuk tetap masuk ke dalam lift.
David Araya hanya mengangguk.
Bagi David, tak terlalu penting untuk berurusan dengan karyawan rendahan seperti Valentino. Baginya karyawan yang berguna adalah karyawan yang memiliki jabatan yang tinggi di perusahaan itu.
"Beb, nanti kamu menginap di tempat aku ya," bisik David tepat di telinga Almyra yang membuat wanita sexy itu bergidik.
David hanya tersenyum melihat reaksi wanita yang sudah pernah menghangatkan ranjangnya itu.
Almyra tersenyum sensual.
"Tentu saja. Tapi ingat ya, nggak gratis," ucap Almyra blak-blakkan.
"Oh, Baby. Kamu nggak perlu menghawatirkan hal seperti itu. Aku ini presiden direktur dari AL Group. Kamu lupa hal itu? Apapun bisa aku berikan untuk kamu, asalkan kamu memberikan apa yang aku mau. Kamu paham kan maksud aku?" tanya David sambil menatap intens Almyra di lift.
Perut Valentino menjadi bergejolak.
Brengsek, dia enak-enakkan bermain-main dengan wanita sedangkan karyawannya harus kerja berat, umpat Valentino dalam hati.
"Sangat paham dong, Baby. Kamu tahu kan biaya sewa apartemen aku mahal?" ucap Almyra tak tahu malu.
David tiba-tiba saja menarik Almyra mendekat ke arahnya hingga dada Almyra bersentuhan dengan dadanya.
Wanita itu memekik karena kaget namun dia tetap memberikan senyum menggodanya ke arah David Araya.
"Apapun yang kau mau, Sayang," ucap David sambil menyeringai.
Valentino yang berdiri di depan kedua orang itu rasanya ingin sekali muntah. Dia benar-benar jijik atas kelakuan saudara tirinya itu.
Well, dia sebenarnya tak masalah dengan predikat playboy yang sudah tersemat pada David Araya. Namun, setidaknya dia kan harusnya menjaga perilakunya di kantor.
Akan tetapi, ternyata pria itu tak bisa menjaga harga dirinya sendiri. Bagaimana bisa pria semacam itu menjadi seorang presiden direktur AL Group untuk menggantikan ayahnya?
Valentino segera diselamatkan oleh lift yang terbuka. Akhirnya dia sudah sampai di lantai tempat ruangan Agusta.
"Saya permisi dulu, Pak," ucap Valentino masih berusaha sopan.
David hanya mengangguk dan tidak terlalu memperdulikan Valentino.
Valentino yakin setelah dia keluar dari lift itu, David pasti langsung menerkam wanita yang memang terbilang hot itu.
"Ah, akhirnya kau datang juga," ucap Agusta lega.
Pria itu langsung menutup kertasnya dan dia berdiri untuk mengambil air minum dari kulkasnya dan memberikannya kepada Valentino yang baru saja datang.
"Apa yang si bodoh itu lakukan sampai kau memanggilku kemari?" tanya Valentino.
Dia mengambil sebotol air mineral yang diberikan oleh Agusta. Dia mulai meminumnya.
"Dia menyuruhku untuk membuat proposal baru lagi untuk perusahaan besar. Dia ingin menang tender lagi," jawab Agusta.
Pftt!
Uhuk ... uhuk ... uhuk.
Agusta kaget melihat temannya itu batuk-batuk karena tersedak oleh air minum.
"Take it slow, man!" ujar Agusta.
Valentino masih terbatuk-batuk. Dia baru mulai berbicara ketika batuknya sudah reda.
"Apa dia sudah gila? Apa dia pikir membuat proposal semacam itu mudah?" ucap Valentino kesal.
"Aku pikir dia sedang gila ketenaran. Jadi mungkin dia berpikir jika dirinya memenangkan lebih banyak tender, karyawan akan lebih menyukainya," jawab Agusta.
Valentino kini malah tertawa.
Uhuk ... uhuk ... uhuk.
Valentino jengkel karena harus terbatuk-batuk seperti itu.
"Well, apanya yang lucu?" tanya Agusta heran.
"Tentu saja ini sangat lucu. Tidakkah kau bisa lihat? Berarti dia memang tidak becus melakukan apapun. Ini akan mempermudah aku untuk mengambil alih perusahaan ini," ucap Valentino yakin.
Agusta mengerutkan dahinya.
"Bagaimana caranya?" tanya Agusta.
Valentino menyeringai.
"Mudah saja. Dapatkan kepercayaan darinya!" jawab Valentino.
Agusta menatap Valentino dengan bingung.
"Kau yang harus mendapatkan kepercayaannya. Kau turuti saja apa yang dia mau. Begitu dia mempercayai kamu sepenuhnya, ini akan mempermudah kita untuk melakukan rencana kita," jelas Valentino.
Agusta mengerang karena jengkel.
"Tapi dia menyuruhku untuk mengerjakan proposal yang bahkan aku tidak terlalu mengerti," ucap Agusta.
"Kau tak perlu mengkhawatirkan soal itu. Aku yang akan buat. Kau tinggal berakting di depannya kalau kau bisa melakukan apapun. Bagaimana?" tanya Valentino.
Agusta menghela napasnya.
"Baiklah. Akan aku lakukan. Aku juga sudah tidak sabar melihatmu kembali merebut perusahaan ini," ucap Agusta tulus.
Valentino tersenyum. Agusta adalah satu-satunya orang yang bisa dia percaya di perusahaan ini dan dia berharap temannya ini akan setia kepadanya sampai akhir.
"Omong-omong, kau kenal sekretaris David?" tanya Valentino.
"Aku tahu orangnya tapi aku tak terlalu kenal. Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?" tanya Agusta penasaran.
"Dekati dia. Dia bisa menjadi informan kita suatu saat nanti," jawab Valentino.
Dear, Readers. Terima kasih sudah setia membaca kisah Valentino Araya selama ini. Valentino Araya menjadi salah satu tokoh favorit saya (yah gimana nggak jadi favorit kalau saya sendiri yang menciptakannya) hehe. Ide novel ini tercipta begitu saja dan tidak menyangka jika ternyata banyak yang merelakan waktu dan juga koinnya untuk membaca kisah ini. Sungguh saya tidak pernah menduganya. Mohon maaf jika masih banyak sekali typo.Tapi jangan khawatir, akan segera direvisi agar nyaman dibaca. Season 1 dari Sang Miliarder yang Tersembunyi telah selesai ya readers. Saya akan kembali untuk season 2 ya readers, tapi kemungkinan tidak akan secepat season1 updatenya. Terima kasih,
Beberapa orang terlihat berdiri karena terlalu terkejut sedangkan beberapa lainnya masih duduk dengan ekspresi yang mulai terlihat sangat takut. Mereka saling melihat kearah orang-orang di sekitar mereka karena takut jika mereka duduk disekitar orang yang menjadi pembunuh Misky itu.Ferisha masih terlihat sangat tenang sekali tanpa apa rasa takut sedikitpun. Dia juga telah memerintahkan mantan anak buahnya dan juga bersama-sama dengan polisi untuk menangkap pembunuh itu di gedung itu."Tak perlu khawatir. Pembunuh itu sudah diawasi dengan ketat oleh banyak polisi yang ada di sini jadi Anda tidak perlu mencurigai orang-orang di sekitar Anda," lanjut Valentino.Aryan menatap sahabatnya itu dengan bingung tapi dia tidak mengucapkan apapun.Valentino mengangguk pada Ruslan. Ruslan langsung mengangguk pada ada polisi yang juga berdiri di sampingnya.Petugas polisi itu kemudian mendekat ke arah Aryan."Pak Aryan, Anda ditangkap atas pembunuhan ter
Valentino telah yakin atas apa yang dia lakukan. Ferisha memang tidak memberitahu dirinya mengenai kecurigaan istrinya itu pada salah satu orang yang dianggap benar-benar melakukan pembunuhan itu.Akan tetapi dia ingin mengalihkan pikirannya dulu dan berujar, "Aryan, bersiap-siaplah karena aku akan segera melantik dirimu menjadi direktur pemasaran."Aryan mengangguk kemudian dia keluar dari ruang kerja Valentino. Pria itu tersenyum dan berjalan kembali menuju ruangannya.Setelah pria itu keluar dari ruang kerjanya, Valentino menghubungi istrinya dan mengatakan akan pulang dengan cepat.Ferisha telah menyiapkan makanan untuk sang suami. Saat Valentino di apartemen mereka, dia itu langsung menghambur ke pelukan istrinya."Hei, apakah kau terlalu merindukan aku sampai kau memelukku seperti ini?" tanya Ferisha sambil mengusap punggung suaminya itu.Ferisha melepaskan pelukannya dan menatap suaminya yang terlihat cukup sedih itu."Apa yang
Malam itu Ferisha menemani suaminya hingga suaminya itu bisa tertidur pulas di tempat tidur mereka. Ferisha tidak langsung tidur cantik langsung saya menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai kasus pembunuhan terhadap Misky. Wanita itu sedang hamil besar dan kehamilannya telah mencapai usia tujuh bulan. Usia kehamilan yang sudah memasuki usia tua karena sebentar lagi dirinya akan segera melahirkan. Akan tetapi, semangatnya untuk mengungkap kasus itu tidaklah sirna karena dia telah mencurigai seseorang yang mungkin saja menjadi pelaku utama dalam kasus pembunuhan itu. Dia sangat yakin dugaannya itu benar karena banyak hal yang mencurigakan tentang orang itu. Ferisha hanya tidak ingin menyesal di kemudian hari karena tak bisa mengungkap kasus pembunuhan itu. Dia tidak bisa menolong sahabatnya, Almyra saat itu. Dan bahkan dia juga tidak bisa menyelamatkan Misky, suami Almyra. Jadi satu-satunya cara untuk menebus rasa bersalahnya terhadap
Meskipun perkataan Bara dan argumen Valentino dan juga Aryan cukup terdengar meyakinkan, Misky belum bisa mempercayai sepenuhnya dan kemudian dia kembali mencari Stefan Aditama di sekitar daerah tempat dia menemukan Bara. Dia kembali menelusuri apartemen mewah di sekitar tempat itu tapi sayangnya dia tidak menemukan apa-apa.Misky mulai frustrasi ketika hingga hampir satu minggu lamanya setelah kematian Bara, Misky belum juga menemukan setitik terangkan mengenai keberadaan Stefan. Pria itu pintar sekali menyembunyikan dirinya hingga bahkan ketika Valentino mengarahkan semua anak buahnya untuk mencari Stefan, tetap tak ada hasilnya.Misky merasa tidak bisa membalas dendamnya pada pria itu dan langsung saja dia pergi ke makam istrinya.Saat itu sudah sore dan Masih banyak orang yang sedang mengunjungi pemakaman tersebut.Misky terduduk di makam istrinya itu dan dia malah kembali teringat semua kejadian yang telah dia alami. Dia merasa menjadi pria paling sial
Warning! Terdapat adegan kekerasan yang mungkin tidak membuat nyaman, jadi bijaklah dalam membaca. Bara masih belum juga menyerah padahal dia sudah hampir kehabisan napasnya karena terus-menerus berlari tanpa henti. Pada akhirnya Misky tetap saja berhasil mobilnya di depan pemuda itu dan kemudian turun dari mobilnya dengan wajah yang masih tenang. "Kau mau lari ke mana lagi?" Misky bertanya sambil minum susu kotak dengan santainya tanpa menoleh pada Bara yang sudha pucat pasi. "Kenapa kau mengejarku?" tanya Bara mencoba untuk mencari peruntungannya berharap jika mereka tidak mengetahui jika dirinya yang telah membunuh Almyra. Misky tersedak saat minum susu itu dan kemudian melempar kotak susu yang hampir habis itu ke tempat sampah. Saat dia berhasil memasukkan susu kotak itu dia pun berseru, "Wow. Aku hebat, bukan?" Bara menggelengkan kepalanya seakan pria yang sedang ada di depannya itu sudah gila karena bisa-bisanya ma