Share

Bab 5

Penulis: Rana Semitha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-20 13:09:41

Qin Guan mengepalkan tangannya dengan erat. Kelompok ini menghancurkan sebuah Sekte hanya untuk kitab pusaka, mereka benar-benar serakah.

"Apa kitab itu benar di wilayah Sekte?"

Salah satu orang mengangguk. "Menurut informasi yang aku dapat, Lin Tian membawa kitab itu bersamanya. Dia sudah masuk di dalam gua selama lima puluh tahun, tetapi belum ada yang pernah melihatnya keluar."

"Jadi Lin Tian mati di tempat itu?"

Orang itu kembali mengangguk. "Jika kita mencarinya, kita pasti bisa menemukannya."

Qin Guan masih berada di luar kedai arak. Dia mengetahui jika kitab empat musim adalah salah satu dari empat kitab penguasa dunia. Banyak pendekar yang mencari kitab ini karena percaya siapa pun yang menguasai salah satu dari kitab penguasa dunia akan menjadi yang terhebat sepanjang masa.

"Karena keserakahan ... badai kehancuran datang..."

Mei Ling melihat kebencian dalam tatapan Qin Guan yang membara. Meski wajahnya tenang, Mei Ling tahu jika pemuda itu sedang menahan gejolak amarah di hati. "Qin Gege, apa yang akan kita lakukan?"

"Kita masuk."

Sebelum pergi, dia sudah mengganti sarung pedang musim dingin dengan sarung kayu yang sederhana. Taburan batu giok di sarung pedang berwarna putih itu terlalu mencolok. Jika orang-orang dari kelompok Naga Hitam melihat pedang itu pun mereka tidak akan curiga.

Qin Guan menggandeng tangan Mei Ling dan mengajaknya masuk ke tempat itu.

Paras cantik gadis itu mengundang tatapan jahat dari kelompok Naga Hitam. Mereka bahkan tidak ragu untuk mendatangi meja mereka dan mengganggunya.

"Gadis cantik, tinggalkan kekasih lemahmu maka kan kuberikan surga dunia padamu."

Wajah Qin Guan memburuk. Dia menatap pria di depannya dengan dingin. "Kembali ke tempatmu sebelum menyesal."

"Anak muda, kau berani mengancamku?" Pria itu menyeringai. "Belum ada satu orang pun yang bisa bertahan hidup setelah mengusik kelompok Naga Hitam."

Qin Guan tidak menunjukkan ketakutan sedikitpun. "Belum ada satu negara bagianpun yang bisa menahan kekuatan Pasukan Qin."

Mereka yang mendengar ucapan Qin Guan tertawa. "Pangeran Qin sudah lama mati. Raja Militer seperti Qin Huang mana mau mengurusi kami?"

"Dia akan maju jika tahu kalian mengusik anaknya."

"Anaknya? Jangan bilang kau ingin mengaku sebagai Pangeran Qin?" Orang itu tertawa. "Jika kau adalah Pangeran Qin, maka aku adalah Qin Huang!"

Mereka semua tertawa terbahak-bahak. Ekspresi Qin Guan berubah kelam. Hawa membunuh keluar begitu saja yang membuat pria di hadapannya menggigil ketakutan. Seperti ada hawa dingin yang menjalari tulang belakangnya.

Qin Guan berdiri, tubuhnya yang tinggi dan tatapan matanya yang mengintimidasi membuatnya terlihat seperti naga yang sedang mengamuk.

Tangan Qin Guan bergerak cepat, meraih leher pria di depannya dan meremasnya. Suata tulang yang berderak segera terdengar. Tubuh pria itu mengejang sesaat sebelum berhenti dan terkulai.

Bruk!

Qin Guan melempar tubuh tak bernyawa itu ke sembarang arah. Tatapannya jatuh kepada setiap orang dari kelompok Naga Hitam yang berada di ruangan ini.

Sementara itu, gerakannya yang terlalu cepat membuat mereka terdiam selama beberapa saat sebelum bisa bereaksi. Ketika suara tubrukan terdengat, barulah mereka tersadar dan menarik senjata.

"Serang!"

Semua orang maju dan menyerang Qin Guan.

Gerakan Qin Guan tajam dan membumi. Dia tidak bergerak terlalu banyak tetapi setiap gerakan yang dia lakukan begitu efisien.

Lawan yang maju akan dia tangkap. Serangan yang efektif dan perbedaan kekuatan membuat Qin Guan berhasil membunuhnya dalam satu serangan. Sebagian besar dari mereka yang mati di tangan Qin Guan mengalami patah tulang leher atau jantung yang meledak.

Dalam beberapa waktu, seluruh orang dari kelompok Naga Hitam telah tewas di tangan Qin Guan. Qin Guan tetap tenang, seperti tidak melakukan apa-apa. Dia mendekati Mei Ling dan mengajaknya keluar.

"Ayo kita pergi."

Meski telah membunuh sebanyak itu, pakaian Qin Guan tetap rapi, tidak ada darah yang menempel di pakaiannya satu tetes pun.

Mei Ling tidak bisa menolak dan hanya bisa mengangguk. Saat mereka keluar, mereka mengambil dua ekor kedua terbaik milik Kelompok Naga Hitam dan menggunakannya.

Mereka berdua belum makan apapun dari pagi. Ketika mereka melewati sebuah hutan, Qin Guan menarik tali kekang kudanya. Kuda itu berhenti.

"Kita harus mencari makanan terlebih dahulu."

Mei Ling sudah mengetahui kemampuan pemuda itu. Dia mengangguk. "Aku akan membuat api unggun."

Qin Guan mengangguk. "Aku tidak akan lama."

Qin Guan menggunakan ilmu meringankan tubuh dan memasuki hutan dengan cepat. Mei Ling mengumpulkan ranting pohon dan menyusunnya.

Api mulai menyala setelah Mei Ling mencoba memantik dua buah batu. Senyum gadis itu melebar.

Qin Guan sudah kembali dan membawa dua ekor ayam hutan yang sudah dibersihkan.

"Aku kembali."

Senyuman di wajah Mei Ling merekah dengan indah. Tangannya menyambar kedua ekor ayam itu. "Aku yang akan mengurusnya."

Qin Guan mengangguk setuju. Mei Ling memiliki keterampilan memasak yang lebih baik darinya.

Dua ekor ayam itu dilumuri garam di bagian luar. Mei Ling sudah memetik beberapa tumbuhan liar yang bisa digunakan sebagai bumbu dan memasukannya ke perut ayam. Gadis itu menusuk kerongkongan ayam hingga menembus bagian bawahnya kemudia mulai membakarnga.

Aroma harum segera tercium dari sana.

Mei Ling teringat dengan kejadian di kedai arak. Rasa penasaran memenuhi hatinya. "Qin Gege, apa yang kamu katakan di kedai arak itu benar?"

Qin Guan tidak langsung menjawab. Pemuda itu masih termenung menatap kobaran api unggun di depannya. "Jika itu benar, apa kau akan meninggalkanku?"

Mei Ling menatap wajah Qin Guan dengan penuh cinta. Awalnya dia tidak menyadari jika perasaan yang selama ini tumbuh di antara mereka berdua adalah cinta. Namun, kejadian malam tadi membuatnya memahami perasaan ini.

Ketika Mei Ling melihat tumpukan mayat di depannya, dia begitu sedih. Namun, saat melihat Qin Guan yang masih berdiri di sisinya, ada secuil kebahagiaan yang hadir. Dia bersyukur jika pemuda itu tidak menjadi korban pembantaian.

Mei Ling sudah membuka mulutnya. Namun, sebelum dia menjawab pertanyaan pemuda itu, derap langkah kuda mendekati mereka dengan kecepatan tinggi.

"Siapa yang berani mengusik Kelompok Naga Hitam!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Naga Bumi   Bab 45

    Bab 45 Li Jinpeng mengangguk. “Sementara ini, ya. Putra Mahkota ingin pasukan kecil, gesit, dan mudah diatur. Selain itu, terlalu banyak pasukan justru bisa memancing curiga atau dianggap sebagai intimidasi militer oleh para pejabat lokal.”Qin Guan mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan dua jarinya, perlahan. “Dan bagaimana dengan sisa kekuatan penjagaan di ibu kota?”“Kami tetap menempatkan pasukan cadangan. Tapi yang paling penting adalah memastikan keberhasilan misi ini.” Li Jinpeng menatap Qin Guan serius. “Itu sebabnya kami menempatkanmu di sisi Putra Mahkota.”Qin Guan diam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baik. Kalau begitu, aku akan mulai menghubungi mereka besok pagi.”Li Jinpeng menggulung kembali kertas itu, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu aku mempercayakan tugas ini pada orang yang tepat.”Wang Lingling yang sejak tadi duduk diam, hanya mendesah kecil dan berkata dingin, “Orang yang tepat? Orang ini bahkan belum sembuh total. Dan besok pagi sudah mau berangkat berkuda.”

  • Sang Naga Bumi   Bab 44

    Bab 44 Li Jinpeng baru saja duduk ketika suara kursi berderit terdengar dari sisi lain. Qin Guan menurunkan tubuhnya perlahan ke atas kursi berlapis beludru, namun tak bisa menahan desahan tertahan dari mulutnya, sebuah erangan kecil yang lolos saat punggungnya menyentuh sandaran.Li Jinpeng langsung melirik tajam. “Lukamu belum sembuh betul rupanya.”Qin Guan menarik napas panjang, mencoba menahan rasa berdenyut yang menusuk dari bawah tulang rusuknya. “Hanya sedikit terbuka karena terlalu lama berdiri di istana. Namun, ini bukan masalah besar."Li Jinpeng menghela napas, ekspresinya mencampur antara prihatin dan kagum. “Kau memang keras kepala sejak dulu. Kalau orang lain, mereka pasti sudah minta izin beristirahat dan menyerahkan tugasnya pada orang lain. Tapi kau justru mendampingi Putra Mahkota, minum bersamanya, lalu pulang dengan luka yang kembali terbuka.”Qin Guan tersenyum samar. “Terkadang, musuh bukan hanya yang membawa pedang. Diam di sisi Putra Mahkota pun bisa terasa

  • Sang Naga Bumi   Bab 43

    Qin Guan mengatur napas, lalu membuka mata perlahan. Rasa perih di pinggang kini tak tertahankan, seolah luka itu kembali terbuka lebar. Pandangannya menyapu sekeliling ruangan, lalu jatuh pada Wang Tian Xin yang sedang berdiskusi singkat dengan tabib di dekat meja obat.Suara Qin Guan terdengar pelan, namun cukup jelas.“Kenapa... lukanya kembali berdarah?”Wang Tian Xin menghampirinya, lalu duduk di sisi ranjang menggantikan Wang Lingling yang masih berdiri memunggungi mereka. Ia memandang perban yang kini dibuka sebagian, lalu melirik noda merah yang merembes keluar dari lapisan dalam."Seharusnya aku yang bertanya padamu." Wang Tian Xin mengembuskan napas pelan. “Lukamu belum sepenuhnya pulih, tapi kau paksakan diri untuk menghadiri rapat istana, lalu minum arak, semua itu hanya memperparah kondisi tubuhmu. Dan kalau aku tidak salah lihat...” Wang Tian Xin menyentuh bagian luka dengan sangat hati-hati, “...beberapa jahitanmu terlepas. Mungkin karena terlalu banyak bergerak atau..

  • Sang Naga Bumi   Bab 42

    Bab 42 Angin berhembus pelan namun menusuk, membawa hawa dingin yang menyelinap di balik jubah.Qin Guan melangkah keluar dari aula kediaman Putra Mahkota dengan langkah tenang. Namun begitu mencapai pelataran tempat kereta kuda menunggu, tubuhnya seketika oleng.Penglihatannya bergetar, dan dunia terasa berputar sesaat. Rasa nyeri yang samar di pinggangnya, perlahan tapi pasti rasa sakit tersebut semakin intens. Kakinya terhuyung.“Tuan Muda!” seru Lu Tao, yang sudah berdiri menunggu di samping kereta. Ia segera melompat maju dan menangkap tubuh tuannya sebelum jatuh sepenuhnya.Qin Guan menahan napas, berusaha mengatur ulang keseimbangannya. Tangan kirinya mencengkeram lengan Lu Tao erat.“Tak apa,” katanya pelan, namun keringat dingin mulai membasahi pelipis. “Pinggangku sedikit sakit … terlalu lama duduk.”Lu Tao memandangi wajah pucat tuannya dengan khawatir. “Tuan harus beristirahat. Ini tidak bisa diabaikan.”Qin Guan mengangguk lemah, lalu dengan bantuan Lu Tao, ia naik ke d

  • Sang Naga Bumi   Bab 41

    Bab 41Setelah upacara penghargaan dan pembahasan urusan kenegaraan selesai, Kaisar Yin meninggalkan Aula Perunggu diiringi para kasim dan pengawal istana. Suara lonceng kecil dari pintu utama menandakan bahwa pertemuan resmi hari itu telah berakhir.Para pejabat mulai bergerak meninggalkan barisan masing-masing, beberapa di antaranya segera menghampiri Qin Guan yang masih berdiri dengan tenang di dekat pilar utama. Satu per satu mereka memberi salam hormat, sebagian dengan tulus, sebagian lainnya dengan senyum penuh perhitungan.“Jenderal Qin, selamat atas anugerah dari Yang Mulia. Pangkat baru dan tanah di Lembah Hua, sungguh pantas untuk keberanian Anda.”“Kami semua mendengar keteguhanmu di medan perang. Kini nama keluarga Qin bersinar kembali.”“Jika Anda ada waktu, malam ini kami akan berkumpul di kediaman Menteri Liu. Sedikit jamuan ringan, bukan acara resmi. Apa Jendral Qin berkenan minum teh bersama kami?" Qin Guan membalas setiap sapaan dengan anggukan sopan dan senyum yang

  • Sang Naga Bumi   Bab 40

    Bab 40“Dengan ini Kaisar menganugerahi ....”Kasim utama membuka gulungan di tangannya dengan gerakan perlahan namun anggun, suaranya lantang dan jelas:“Gelar kehormatan Jenderal Pemberani kepada Qin Guan, sebagai pengakuan atas keberanian dan pengorbanannya dalam pertempuran di perbatasan utara.”Terdengar bisik-bisik kecil dari para menteri. Gelar itu bukan sembarangan. Jenderal Pemberani hanya diberikan kepada panglima perang yang berjasa besar dan menunjukkan keberanian luar biasa di medan tempur.Kasim itu melanjutkan. “Selain itu, Yang Mulia Kaisar juga menganugerahkan sebidang tanah di Lembah Hua, seratus peti emas, tiga puluh gulung kain sutra dari istana, serta satu pedang warisan dari gudang senjata kerajaan.”Mata beberapa pejabat melebar. Sebidang tanah kerajaan dan pedang warisan adalah hadiah yang sangat prestisius. Itu bukan hanya simbol kekayaan, tapi juga kepercayaan penuh dari Kaisar.Kaisar Yin akhirnya bersuara sendiri, nada suaranya dalam dan tegas.“Qin Guan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status