"Wah..! Selamat datang Raja Elang sekeluarga..! Senang sekali menerima kehadiranmu dan keluarga di istana Kalpataru ini..!" sambut sang Maharaja, dengan wajah berseri gembira. Sang Maharaja bahkan anggukkan kepalanya, sebagai tanda hormat pada Elang. "Salam Paduka Maharaja Kalpataru. Senang rasanya, kami sekeluarga bisa memenuhi undangan Paduka Maharaja," sahut Elang tersenyum lebar, seraya balas memberi hormat. "Maaf Raja Elang, sebaiknya kita langsung saja menuju ke bukit Karang Waja. Karena ada yang hendak aku tunjukkan pada Raja, sebagai ungkapan rasa terimakasih dan penghargaan rakyat Tlatah Kalpataru. Karena jasa Pendekar Penembus Batas, yang tak mungkin kami sanggup membayarnya..!" ucap sang Maharaja, tersenyum penuh rasa terimakasih pada Elang. "Wah..! Tak perlu membesar-besarkan hal yang sudah berlalu, Paduka Maharaja. Hal itu sudah semestinya dilakukan, oleh penduduk yang tinggal di Kalpataru, termasuk Elang saat itu," sahut Elang agak rikuh. Namun akhirnya dia meng
"Bagus..! Jadi tepatnya 5 (lima) hari lagi. Maka pembangunan monumen itu telah selesai sempurna, juru bangun Glagah Amba..?!" seru sang Maharaja senang. "Benar Paduka Maharaja Yang Mulia," sahut sang Juru Bangun. "Baiklah, kau akan menerima penghargaan dari pihak kerajaan. Setelah monumen itu selesai dibangun. Sekarang kembalilah, dan selesaikan monumen itu dengan sempurna..!" ucap tegas sang Maharaja Mahendra. "Baik Paduka Maharaja Yang Mulia..! Hamba mohon diri..!" seru patuh sang Juru Bangun.Dia pun segera menghaturkan sembah, dan beranjak keluar dari ruang dalem istana Kalpataru. *** Akhirnya atas pertimbangan Elang, Nadya memutuskan ikut tinggal di istana Belupang selama setengah tahun. Itu sama dengan waktu setengah hari di dimensinya. Nantinya ganti Prasti dan Nadya kecil, yang akan ikut ke dimensi masa kini, dan tinggal bersama Nadya, saat Nadya kembali ke dimensinya.Sementara Elanglah yang akan sibuk mondar mandir ke dimensi masa kini dan dimensi lampau. Agar tugasn
Nadya segera melepaskan pelukkannya dari Prasti. Lalu dia menunduk, seraya memegang lembut kedua pundak Nadya kecil. Mata Nadya masih basah dengar air mata keharuan. Ikhlas sudah hatinya, melihat sambutan ramah dan bersahabat dari Prasti. Ditambah lagi dengan sikap polos Nadya kecil, yang menggemaskan hatinya itu. Suasana pun mencair seketika di ruangan itu. "Ihhh..! Nggak boleh begitu Bibi. Namaku Nadya, Bibi harus cari nama yang lain. Nama kita nggak boleh sama..!" seru Nadya kecil cemberut. Ya, si kecil rupanya tak mau namanya tersaingi oleh Nadya. "Hahahaa ...!! Hihihii..!!" bergemuruh sudah ruang dalem istana, dengan suara tawa mereka semua di dalamnya. Saat mendengar ucapan polos Nadya kecil itu. "Hihihii..! Ya sudah begini saja, panggil saja bibi Nadya besar, dan kalau kamu, bibi panggil Nadya kecil. Bagaimana..?" ucap Nadya tertawa geli, seraya bertanya pada si kecil. Hatinya seketika jatuh sayang, pada putri kecil suaminya dan Prasti itu. Nadya kecil terdiam, seolah b
"K-kenapa..?! Ram-rambutmu memutih Mas Elang..?! Tsk, tsk..!" Nadya berseru terbata, setelah dia telah bisa memastikan, jika pria itu adalah suami tercintanya. Seketika isak tangis pun tak terbendung, menyadari sosok itu bukanlah ilusi. Brughk..! Nadya pun menubruk dan memeluk Elang, dalam isak tangis haru dan kebahagiaan. Jemari Nadya tak lepas memegang dan memandangi, ujung rambut putih suaminya yang menjela dibahunya. 'Suamiku telah kembali..!' seru lirih bathinnya bahagia. Elang balas memeluk dan mencium kening istri tercintanya itu. "Maafkan aku Nadya sayang. Maafkan aku..! Takdir ini benar-benar diluar dugaanku," ucap Elang lembut di telinga Nadya. "Mas Elang. Mana wanita yang bernama Prasti itu..? Tidakkah dia Mas ajak serta ke sini..?" tanya Nadya, yang langsung teringat dengan wanita lain di kehidupan suami tercintanya itu. "Begitu aku menguasai aji 'Sabdo Jagat', aku langsung menemuimu di sini Nadya sayang. Prasti dan putri kita Nadya juga belum tahu, jika aku sud
Blashp..! Seketika muncul cahaya putih perak menyilaukan, di tengah ruang dalem istana Selaksa Naga itu. Dan saat perlahan cahaya perak itu memudar sirna. Kini nampaklah sosok Naga Perak, yang berdiri melayang tak menyentuh lantai, di tengah ruangan itu. "Hormat kami leluhur Naga Perak Yang Mulia," ucap Ki Naga Merah dan Nyi Naga Biru bersamaan. Pada saat mereka melihat kedatangan Naga Perak itu. "Salam hormat saya Ki Naga Perak," Elang turut memberi hormat. "Tidak..! Sayalah yang menghaturkan sembah hormat pada Paduka Elang Prayoga Yang Mulia," sahut Ki Naga Perak, seraya tundukkan kepala menghormat pada Elang. "Naga Merah, Naga Biru. Kalian harus ingat, bahwa akulah yang membuat 'sumpah', dengan Paduka Indra Prayoga dahulu kala. Dan itu adalah 'sumpah abadi'ku. Walau pemilik Cincin Naga Asmara ingin membebaskan kalian..! Apakah kalian memahami maksudku..?!" seru sang Naga Perak, pada Ki Naga Merah dan Nyi Naga Biru. "Kami paham dan kami patuh, pada leluhur Naga Perak..!" sa
"Ahh..! Sudahlah Ki Naga Merah. Nyatanya aku memang belum berbuat apapun, untuk negeri 'Selaksa Naga' ini," ucap Elang jujur apa adanya. Akhirnya mereka berdua beranjak, menuju ke ruang makan di istana itu. Seminggu kemudian di dimensi Selaksa Naga. Elang kembali berniat melakukan hening di air terjun Naga Moksa. Setelah dia merasa kebugaran dan powernya telah kembali 100 persen. Aura keemasan seperti sudah menyatu dengan Elang saat itu. Walau dia tak mengerahkan power sedikit pun. Bahkan orang awam akan bisa dengan mudah melihat, aura cahaya emas yang menyelimuti sosok Elang. Ya, sepertinya 'power' semesta Elang sudah pada taraf sempurna sekali saat itu. Power yang sudah menyatu dalam diam dan geraknya, dalam tidur dan terjaganya. Sungguh mengagumkan, namun juga sangat mengerikkan, bagi pihak yang menjadikan Elang sebagai musuhnya. Elang memulai heningnya sejak senja menjelang. Seperti biasanya ruang Naga Moksa dibalik air terjun itu seketika diterangi oleh cahaya keemasan,