Share

Bab 361.

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-05-12 17:09:25

"Kalau begitu ya sudah tak apa-apa. Aku percaya sama kamu, Prasti. Kata orangtua, wanita lebih bisa menyimpan uang dibanding lelaki," sahut Elang enteng.

Baginya uang memang bukan masalah besar.

'Kalau kepepet, mudah saja bagiku mencuri seperlunya dari pejabat korup, atau orang kaya yang kikir', pikir Elang.

Malam harinya seperti rencana semula, mereka bermalam di bawah sebuah pohon rindang, di dalam hutan di bawah bukit Rajawali itu.

Terdapat pula sebuah sendang kecil, dengan mata air yang cukup jernih di dekat tempat mereka bermalam. Api unggun juga sudah dinyalakan oleh Elang, seraya menunggu Prasti selesai mandi di sendang.

Prasti berkata akan berburu kelinci atau ayam hutan, yang bisa mereka makan malam itu.

Taph..! Brugh..!!

"Itu makanan kita malam ini, Yoga," ucap Prasti, yang datang tiba-tiba dsn menjatuhkan hasil buruannya di dekat Elang.

Sementara Elang saat itu sedang menambahkan kayu, pada api unggun yang dibuatnya.

Nampak dua ekor ayam hutan dan seekor kelinci, y
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 625.

    'Mas Yoga, kau adalah cahaya bagi banyak orang. Sementara aku hanyalah wanita yang bersandar di terangnya cahayamu itu', bisik hati Prasti terharu. *** Seminggu kemudian, perhelatan besar di istana kerajaan Belupang pun berlangsung sakral, meriah, dan semarak. Acara pernikahan serta penobatan Elang Prayoga menjadi Raja Belupang, yang berlangsung di istana Belupang itu meluber. Hingga memenuhi alun-alun istana. Lingkungan istana sampai tak mampu, untuk menampung membludaknya para tamu yang hadir di acara itu. Hingga akhirnya atas inisiatif Elang dan Prasti, maka digelarlah perhelatan itu hingga alun-alun istana. Ya, tentu saja para tamu yang hadir pasti membanjir. Karena Elang adalah teman dan sahabat dari kedua Tlatah yang berdampingan itu, yaitu tlatah Kalpataru dan Palapa. Elang bisa dikatakan adalah 'simbol' perdamaian dan penengah, di antara dua Tlatah tersebut. Nampak para pendekar kedua tlatah berkumpul ria, dalam suasana hangat dan penuh keakraban. Dan yang istimewa ad

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 624.

    "Selamat datang Tuan dan Nona. Silahkan duduk dulu," ucap sang pelayan yang tak lain adalah Pudji. Pudji menundukkan wajahnya saat menyapa mereka, sehingga dia tak memperhatikan wajah pengunjung rumah makannya itu. Namun Elang masih mengenali wanita itu, senyum kecil seketika menghias wajah Elang. 'Syukurlah Pudji, sepertinya kau telah keluar dari rumah kembang itu', bisik hati Elang senang. Elang dan Prasti pun segera memilih meja mereka. Saat itu pengunjung memang cukup ramai, karena masuk waktunya makan siang. Mereka menunggu sejenak Pudji melayani pengunjung lainnya. Hingga akhirnya sosok wanita cukup sepuh datang, menghampiri meja mereka. "Maaf menunggu Tuan. Tu ... tuan ma ... mau pe-san a-ap .. Ahhh..! Mas Elang kaukah itu Nak..?!" sang Ibu sepuh, yang ternyata Bu Laras itu tak dapat menahan seruan kagetnya. Saat lamat-lamat dia mulai mengenali pengunjungnya, yang berambut putih agak gondrong itu. Ya, karena wajah Elang adalah wajah yang selalu ada dalam do'anya. Mana b

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 623.

    "Hahahaa..! Kalian ini..! Bagaimana kalian bisa saling berbicara, jika kalian berdua sama-sama menunduk seperti itu..?!" seru sang Maharaja terbahak geli. Melihat cara Elang dan Putrinya bertanya jawab. "Ahh..!" seru Elang terkejut, mendengar tawa terbahak sang Maharaja. Segera dia angkat wajahnya, sementara raut tegang di wajahnya belum juga hilang. "Ehh..!" Prasti juga berseru kaget, seraya angkat wajahnya yang tertunduk sejak tadi. Dalam hati dia merasa malu sekali di tertawakan oleh sang Ayahnya itu."Elang, sekarang ulangi pertanyaanmu dan tatap wajah Prasti," ucap sang Maharaja tegas. Sontak wajah Elang tambah bersemu merah 'tengsin'. Namun segera dilakukannya ucapan calon ayah mertuanya itu. "Prasti. Maukah kau menikah dan menjadi istriku..?" tanya Elang seraya menatap wajah Prasti, yang hari itu nampak sangat jelita. Ya, berdandan seadanya saja, sudah membuat gadis itu sedemikian cantiknya. Dan kembali Prasti menunduk, seraya menganggukkan pelan kepalanya. Hal yang kin

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 622.

    "Kakek itu adalah Guru dari Panglima Bagus Tuah dan Bayang Mentari dari Tlatah Saradwipa. Dua Panglima yang dulu tewas di tanganku, saat perang di Tlatah Kalpataru, Paman. Dia datang hendak membalaskan dendam, atas kematian dua muridnya itu padaku," jelas Elang. "Hmm. Pantas saja dia sepertinya sengaja mencari kerusuhan di Kotaraja. Rupanya dia hendak memancing Paduka Elang keluar dari istana," ujar sang Patih. "Mungkin juga seperti itu Paman." "Paduka Elang. Baru saja seorang utusan dari sang Maharaja Danuthama Syailendra datang. Dia menitipkan pesan pada hamba, saat Paduka tengah sibuk dengan Kakek pembunuh itu," ucap sang Patih memberitahukan. "O ya Paman? Kabar apa yang dibawa utusan sang Maharaja Danuthama itu..?" tanya Elang tertarik. "Utusan itu menyampaikan kabar, bahwa beliau menunggu kedatangan Paduka Elang ke istana Palapa hari ini," sahut sang Patih. "Baiklah Paman. Memang sebenarnya aku juga berniat menemui sang Maharaja, siang hari ini di kerajaan Palapa." "Ba

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 621.

    'Gilaa..! Semua unsur semesta telah tertutup oleh cahaya emas 'power'nya..! B-bagaimana mungkin dalam usia semuda itu..?!' sentak sang Resi, dalam keterkejutan yang luar biasa. Dia merasa tak mungkin percaya, dengan tingkat 'power' yang telah dicapai Elang. Jika tak menyaksikannya sendiri, bukti yang terpampang di depan matanya saat itu. 'Dia telah mencapai tingkat Ksatria Semesta Sempurna..!' seru bathinnya, terkesima tak percaya.'Apa boleh buat..! Aku akan mengadu jiwa dengannya..!' seru bathinnya nekat. Sang Resi pun segera bersiap memanggil senjata pamungkasnya. "Trisula Langit..!!" seru lantang sang Resi. Splaarthk..!! Weersshk..!! Seketika ada sebuah gerbang langit yang terbuka, yang bergemuruh menggetarkan. Disusul dengan melesatnya sebuah Trisula berwarna perak, menyilaukan mata. Trisula itu melesat cepat ke arah sang Resi. Taph..! Scraatzsk..!! Kilatan-kilatan petir merah nampak menyelimuti 'Trisula langit', dalam genggaman sang Resi. Ya, trisula di genggaman sang

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 620.

    "Hmm..! Jika Resi menantangku itu lain masalah. Mari kita ke tempat yang pantas untuk bertarung..!" Slaph..! Akhirnya Elang tercubit 'per'nya, mendengar ucapan-ucapan kasar sang Resi yang menantangnya itu. Segera dia melesat mendahului, menuju lokasi yang aman, dan tak membahayakan bagi penduduk Belupang. Slaph..! Sang Resi Salwaka juga melesat menyusul Elang begitu saja. Tanpa itikad 'membayar' lebih dulu makanan dan tuak, yang telah dipesannya..! Sungguh sang Resi sesat yang memuakkan..! Sementara orang-orang diluar rumah makan hanya bisa diam terpaku. Saat mereka melihat dua sosok manusia melesat tinggi ke angkasa, dan lenyap dari pandangan mereka semua. Mereka sudah menduga, itu pastilah Pendekar Penembus Batas dan sang Kakek pembunuh itu. Namun kemana mereka..?! Tak ada seorang pun di antara mereka yang tahu. Taphh..! Elang menghentikan lesatannya, dan mendarat di tengah-tengah Lembah Tengkorak. Lembah yang dulu pernah digunakan para pendekar Tlatah Palapa, untuk menga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status