Matahari perlahan mulai tenggelam saat Jiro melangkah semakin jauh. Ia memutuskan untuk beristirahat di balik salah satu bukit pasir yang cukup tinggi, untuk menghindari badai pasir yang bisa datang kapan saja.Jiro mengeluarkan tenda dari dalam gelang kosmik, juga mengeluarkan beberapa kayu bakar serta daging kalajengking yang telah diambil sebelumnya.Jiro membuat api unggun dan mulai membakar daging kalajengking itu untuk dimakan. Dalam kesendirian di bawah gelapnya langit malam, Jiro menengadah ke langit dan menatap bintang-bintang yang berkilauan.Semakin lama, ia merasa bahwa hatinya seperti membeku. Setelah hampir kehilangan segalanya, Jiro tidak memiliki alasan untuk tetap tersenyum. Tatapannya semakin dingin, yang ada dipikirannya hanyalah tanggung jawab dan balas dendam.Dalam lamunannya yang menyesakkan, aroma gosong tercium oleh hidungnya hingga membuatnya tersadar. Ia menatap daging yang telah gosong dengan tanpa ekspresi, lalu membuangnya begitu saja.“Aku yang sekarang
Lima hari berlalu sejak kejadian itu ….Pagi hari, di salah satu rumah kayu yang berada di sebuah perkampungan.Jiro terbaring diatas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh tikar anyaman berbahan dasar bambu.Sudah lima hari ia terbaring di tempat itu tanpa sadarkan diri. Hampir seluruh tubuhnya dibalut dengan perban, terutama pada bagian dadanya yang mengalami luka paling parah.Saat ini, seorang pria tua masuk ke dalam kamar Jiro sambil membawa nampan yang berisikan perban dan ramuan untuk luka Jiro.“Sudah lima hari berlalu. Entah kejadian apa yang kau alami hingga membuatmu menjadi seperti ini, Jiro!” gumam pria tua itu sembari meletakkan nampan di meja batu dan duduk di kursi untuk membuka perban Jiro.Saat pria tua itu hendak membuka perbannya, ia melihat jari tangan Jiro yang perlahan mulai bergerak diikuti dengan kelopak matanya yang bergetar.Hingga sesaat kemudian, mata Jiro tiba-tiba terbuka dan ia langsung terduduk dengan napas memburu, membuat pria tua itu hampir terjatuh d
Di dalam ruang dimensi yang sangat jauh.“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya pria dewasa yang berpakaian serba putih.Rekannya yang berpakaian biru menggelengkan kepalanya. “Bagaimana denganmu?” tanyanya.“Aku sudah mencoba untuk melihatnya dengan mata waktu, namun energiku tidak sanggup untuk menampilkan semuanya!” Pria dewasa itu terduduk di ruang hampa sembari menyerap energi kosmik di sekitar.“Mungkin kita harus menyerahkannya pada anakmu saja.” ujar rekannya.Pria itu kembali menggelengkan kepala. “Dia sudah menanggung beban yang terlalu berat! Sebagai orang tua, aku harus bisa membantunya, walau hanya sedikit!” Terlihat ketegasan di matanya.Pria dewasa itu kembali berdiri dan bergerak menjauh dari wilayah yang dipenuhi oleh ruang rubek itu, diikuti oleh rekannya. Ia memfokuskan penglihatannya, lalu mengumpulkan energi kosmik di kedua matanya, hingga pupil matanya berubah menjadi kuning.“Aktifkan!”Setelah kata-kata itu keluar, sebuah gambaran tentang kejadian di masa lalu terc
“Tenanglah, Kak!” Seorang pria kekar berkata dengan tenang.“Bagaimana aku bisa tenang, saat rencana yang telah ku persiapkan selama bertahun-tahun, dirusak oleh seorang bocah yang datang entah dari mana!” ucapnya dengan penuh kemarahan.Ia mengalihkan pandangannya pada adiknya yang masih bersikap tenang. “Apa kau memiliki rencana?” tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.Pria kekar itu tersenyum. “Tentu saja, Kak! Jika tidak, mana mungkin aku bisa setenang ini.”“Oh, apa rencanamu?”“Kita … akan memanfaatkannya.” Pria itu tersenyum dingin.Kembali ke tempat Jiro.Saat ini Jiro berada di dalam kamarnya, atau lebih tepatnya di rumah milik pria tua yang menyelamatkannya. Ia duduk di atas tempat tidur sembari memegangi bongkahan batu yang telah ia pilih sebagai hadiah.“Aneh sekali. Awalnya aku merasakan tekanan pada batu ini, namun sekarang tekanan itu menghilang begitu saja.” Jiro memikirkan kejadian saat di gudang. Saat itu, Jiro merasakan roh pada tubuhnya seakan ditekan ketika i
“Serang!” Seorang pria tua berteriak dengan lantang. Ia bersama ratusan pejuang lainnya bergerak menuju ke salah satu kota di benua tengah. Kota itu dikelilingi oleh puluhan ribu ras iblis yang berusaha untuk menghancurkan segel pertahanan pada kota tersebut.Di bawah kegelapan langit yang telah berlangsung selama berhari-hari, jutaan ras iblis keluar dari tempat persembunyiannya dan membuat kekacauan dimana-mana, mengakibatkan banyaknya kehancuran dan kematian dari ras manusia.Di salah satu sisi pada kota lainnya, tampak ras iblis telah berhasil masuk ke dalam kota dengan membuat lubang besar pada segel pertahanan yang menyelimuti kota itu. Suara pertempuran terjadi dimana-mana, bahkan suara teriakan kesakitan dan kematian juga tak luput dari pendengaran.Sementara itu, di salah satu halaman rumah yang berada di pusat kota, benua tengah …."Berapa lama lagi, Zhio?" tanya seorang pria tua yang penampilannya terlihat seperti hologram.Pria paruh baya di belakangnya menatap dengan seri
Dua belas tahun kemudian ….Di ujung dunia pada benua timur, terdapat alam tersembunyi yang diisi oleh hutan dan pegunungan. Alam itu dikelilingi oleh sebuah segel yang menutupnya dari pandangan dunia luar. Di tengah-tengah pegunungan yang saling terhubung dan membentuk lingkaran, terdapat sebuah desa yang sangat damai. Orang-orang di desa itu hidup rukun dan saling menjaga satu sama lain. Sangat bertolak belakang dengan keadaan di dunia luar.Di dalam hutan."Kak Jiro, tunggu aku!" teriak Zia. Bocah berusia 10 tahun yang saat ini tengah berlari menuju desa bersama dengan Jiro yang berusia 12 tahun."Cepatlah, Zia! Jika tidak, kau akan dimakan oleh singa gila itu!" balas Jiro sembari melirik ke belakang.Perkataan itu sontak membuat Zia berhenti berlari. Ia melipat kedua tangannya kedepan dan memasang wajah cemberut, seraya berkata, "Kak Jiro, jahat! Ya sudah! Biarkan saja aku dimakan oleh singa itu!"Melihat Zia yang merajuk seperti itu, lantas membuat Jiro menghentikan langkahnya da
Di atas altar, sosok hitam pekat yang misterius terkurung di dalam sebuah peti mati cahaya. Ia menatap keempat bawahannya yang berlutut padanya di bawah altar."Aura ini … tidak salah lagi!" Sosok itu berkata dengan dingin."Apa yang harus kita lakukan, Kaisar? Apakah orang itu akan bangkit kembali?" Keempat bawahannya terlihat sangat panik."Dia tidak mungkin bangkit kembali! Sepertinya, itu hanyalah sisa-sisa jiwa yang sedang mencari seseorang sebagai penerusnya.” Sosok misterius itu menjelaskan.“ Tapi, aku rasa dia telah menemukan seorang penerus untuk menguasai elemen itu,” tambahnya.Keempat bawahannya yang awalnya menghela napas lega, kembali menegang dengan wajah yang tampak serius.“Kalau begitu, kita harus segera menemukannya dan membunuhnya sebelum orang itu berkembang menjadi lebih kuat!” usul salah satu bawahannya.Sosok misterius itu terdiam sejenak, lalu menatap salah satu bawahannya yang berpenampilan seperti hologram. “Ignatius! Berhubung letakmu berada di benua selat
Sore hari di dalam hutan."Sialan, jika saja aku tidak lupa untuk mengisi ulang anak panahku ke dalam gelang kosmik, mungkin aku tidak akan terpojok seperti ini!" geram Jiro, yang membawa busur panah di tangannya.Ia saat ini sedang berada dalam situasi antara hidup dan mati. Dikepung oleh puluhan serigala yang ganas, memaksanya untuk berjuang sekuat tenaga agar dapat kabur dari pengepungan.Salah satu serigala diam-diam menerjang Jiro dari belakang, namun berhasil dihindari oleh Jiro dengan melompat ke samping dan berguling di tanah. Ia lantas menarik tali busurnya dan langsung melepaskan satu satunya anak panah yang tersisa dengan kuat, tepat mengenai jantung hingga menembus perut serigala tersebut.Pemimpin serigala yang melihat hal itu, lantas melolong marah dan langsung menyerbu ke arah Jiro dan diikuti oleh serigala lainnya.Saat menyaksikan hal itu, Jiro hanya bisa pasrah dengan keadaan. Dia meletakkan busur panahnya di tanah dan menutup mata, menunggu kematian. Namun sesaat ke