"SIALAN KAUUU!!!!"Brakk!!Seisi kantin yang tadinya mulai berdengung untuk mengata-ngatai kehadiran Muhan di aula makan, langsung terpaku setelah seruan penuh keterkejutan mengudara.Bukan—bukan disebabkan oleh Muhan yang terlempar ke salah satu meja dengan wajah sebagai tumpuan, tetapi sebaliknya. Muhan yang melempar Woon begitu mudah, seolah-olah perundungnya itu seringan kapas.Muhan berdiri dengan napas terengah-engah, memindai sekeliling yang menganga. Bahkan dia mendapati Shim Gyeong yang mengerutkan kening, tak menduga akan keberanian serta kekuatan yang Muhan miliki.Semua orang mengetahui betapa lemahnya Muhan. Disenggol sedikit saja oleh anak yang memiliki Him, pemuda itu bisa oleng sampai berciuman dengan tanah. Tetapi sekarang, Muhan mampu melempar Woon yang tentunya skenario semacam itu tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun."Sial! Apa yang baru saja kaulakukan, hah?!" Salah satu anggota perundung melontarkan sepasang sumpit yang tiba-tiba saja berubah menjadi dua
"Salah satu permata naga yang disimpan oleh Raja dicuri oleh seseorang!""Apa? Yang benar saja? Bagaimana bisa? Bukannya tempat penyimpanan permata naga berada di Geumjung?""Sepagian ini, Raja mengamuk dan membunuh salah satu penjaga langsung di tempat." Seorang kurir berpakaian compang-camping menyerahkan gulungan sutra terakhir pada Guru Yeom. "Maka dari itu, Selir Seo sedang berusaha untuk menenangkan Raja sekarang ini. Beliau meminta maaf sebab tidak bisa mengobrol dengan Guru Yeom."Guru Yeom manggut-manggut. Hari ini, dikarenakan kondisi Muhan masih terlalu lemah, Guru Yeom tetap berada di Perguruan. Begitu juga dengan Muhan yang berolahraga kecil-kecilan di depan kamar kecilnya.Selepas menerima sutra kiriman Selir Seo sebagai bentuk terima kasih yang senantiasa diterima setiap bulannya, Guru Yeom mendatangi Muhan. Sama seperti semalam, wajah pemuda itu terlihat pucat dan menyedihkan."Apakah ini yang dilakukan oleh seorang Gyeonggukdae, Muhan? Bermalas-malasan? Tidakkah kau m
"Ya, kau akan mengikuti latihan perburuan pertama pada malam hari ini, Muhan."Bagai mendapatkan sekarung penuh koin, Muhan terlonjak dari duduknya. Pemuda itu mendekati Guru Yeom dengan mata berbinar cerah. "Benarkah, Guru? Apa itu artinya saya akan mulai menggunakan pedang? Selama ini saya belum memegang pedang yang Guru berikan.""Setelah menguasai bela diri dan Him yang ada dalam tubuhmu, kau akan andal menggunakan pedang dengan sendirinya, Muhan. Memang tidak secara instan, tetapi kau bisa mengendalikan kekuatan itu melalui pergerakan pedangmu." Jelas Guru Yeom. "Jadi, semisal nanti malam kau tetap bersikeras membawa pedang, bawa saja! Tapi aku tidak yakin kau bisa menggunakannya dengan baik nanti.""Ah, itu tenang saja, Guru!" Muhan melirik Yidan yang duduk bersila di bawah pohon sembari mengelap tongkat kebanggaannya. "Yidan sudah mengajari saya beberapa hal yang bisa saya lakukan dengan pedang, Guru. Yah, walaupun kami berlatih menggunakan ranting."Guru Yeom menggelengkan kep
Raja, Ratu, Selir Seo beserta petinggi Kerajaan lainnya telah menempatkan diri di singgahsana yang telah dipersiapkan. Mereka duduk tepat di atas lembah, yang mana dapat melihat beberapa tim berpapasan atau berkeliaran. Berkat selubung pelindung yang Guru Yeom dengungkan, mereka akan aman dari radar para penjaga hutan yang semestinya sudah bergerak ke sana-kemari.Sementara sekumpulan orang penuh kuasa menikmati kursi terdepan mereka di atas lembah, anak-anak didik yang akan melangsungkan latihan berburu itu tiba di titik masing-masing. Seperti halnya Tim 10, yang secara otomatis diketuai oleh Shim Gyeong. Muhan berjalan di urutan paling belakang. Saat tiba di posisi awal pun, rekan-rekannya langsung bercakap sendiri, mengabaikan eksistensi Muhan. Dalam hati, diam-diam Muhan mendambakan sosok Yidan atau Roah yang setidaknya bisa menjadi teman mengobrol."Sekarang, mari kita kumpulkan kayu bakar untuk membuat api unggun. Dan juga, setidaknya kita harus menangkap kelinci atau ikan untu
Tim 10 yang belum merencanakan strategi apa pun itu berlari tunggang langgang, menghindari uluran tangan sang beruang hitam sebisa mungkin. Termasuk Shim Gyeong, walaupun di tengah jalan bertanya-tanya pada diri sendiri mengapa harus turut berlari.Kala itu, Shim Gyeong baru menyadari jika keadaan Muhan dan Woon jauh berbeda. Muhan memiliki luka di pelipisnya, sehingga memperlihatkan darah yang mengalir pelan. Tetapi, Woon terlihat luar biasa babak belur. Hanya dengan melihatnya, Shim Gyeong mengetahui akhir dari pertempuran keduanya tadi."Bagaimana bisa beruang hitam itu mengejar kalian, hah?!" tanya Taejun pada Muhan dan Woon.Woon menyahut dengan wajah ngerinya, "Gara-gara budak yang satu ini! Dia melemparku ke salah satu pohon besar, yang tidak taunya ada celah pohon tempat persembunyian beruang hitam itu.""Aku kan tidak sengaja! Lagi pula itu refleks!" Elak Muhan.Woon ingin sekali melayangkan tinju ke arah Muhan. Kendati berada dalam keadaan berbahaya, dia hanya bisa menahanny
"Hei! Ternyata beruang hitam itu tidak sebodoh yang kupikirkan," celetuk Taejun di tengah-tengah lompatannya ke batang pohon lain.Memastikan kembali, Muhan berhenti sejenak untuk menengok ke bawah. Dan benar saja—terdapat alasan mengapa mereka dinamakan sebagai penjaga hutan. Mereka bisa mengendus manusia asing mana pun yang belum berstatus sebagai Pasukan Pemburu Naga.Mengejar, dan terus mengejar. Beruang hitam itu meraung-raung saat tidak sengaja menabrakkan diri pada salah satu pohon. Muhan kembali melompat begitu mendapatkan tepukan dari Hyunmi. Memang bukan waktu yang tepat untuk mengagumi kegigihan para penjaga hutan."Apa kelemahan serigala tutul, Muhan?" tanya Shim Gyeong dengan napas terengah-engah. "Bunga melati.""APA?!"Rekan setimnya mendadak berhenti, bahkan Woon nyaris tergelincir dan jatuh ke genggaman beruang hitam yang berada tepat di bawahnya. Kihong menyahut jengkel, "Hei, Budak! Untuk kali ini kami memang mengikutimu karena kau mengaku sudah belasan kali dikej
"Kau?!"Muhan menghentikan langkah sejenak, lantas menghadap seseorang yang rupanya merupakan sang pangeran. "Kupikir kau atau rekan setim yang lain tidak akan sudi mengikuti budak rendahan sepertiku ini. Ternyata, kalian hanya beberapa langkah dariku saja."Shim Gyeong berdecak kesal, mengabaikan ucapan Muhan dengan menghampiri selajur kecil yang dipenuhi oleh bunga melati. Muhan mendengus lelah. Selamanya, manusia seperti Shim Gyeong mana mau mengakui keterampilan Muhan meskipun sudah diikuti sampai ke ujung selatan lembah pun.Dalam diam, keduanya meraup senganggam bunga melati yang disembunyikan di balik pakaian masing-masing. Kali itu, Muhan sangat berterimakasih pada Guru Yeom yang sudah memberinya pakaian baru. Berbeda dari pakaian lamanya yang lusuh, pakaiannya yang baru mampu menyimpan sesuatu tanpa ketahuan oleh orang luar."Omong-omong," Muhan memicingkan mata ke arah Shim Gyeong setelah menilik sekeliling. "Di mana yang lainnya?""Mereka sedang mengalihkan fokus si beruang
Muhan menghentikan jeritannya saat serigala tutul itu tiba-tiba saja mundur dengan sepasang mata bundar yang berkaca-kaca. "Eh? Ada apa ini? Ke-kenapa dia ...."Detik itu, Muhan menyadari munculnya sebuah sinar dari balik pakaiannya. Ketika mencari asalnya, rupanya dari belati yang selama ini disembunyikan sebaik mungkin itu.Muhan mengeluarkan belati tersebut secara perlahan, kemudian disodorkan ke hadapan serigala tutul. Ajaibnya, makhluk itu beringsut mundur. Belati yang berada dalam genggaman Muhan memberi gelombang takut dalam sorot mata sang serigala tutul."Apa mungkin karena belati ini merupakan milik mendiang Kim Joon?" Muhan berdiri seraya mendekati si serigala tutul. "Hei! Aku tidak akan menyakitimu, Teman! Aku hanya ingin menangkapmu sebentar untuk diperlihatkan di hadapan Raja dan Guru Yeom. Setelah itu, kau akan kulepaskan."'Kau tidak akan menyakitiku, Tuan?'Muhan menggeleng santai, "Tidak! Aku ha—eh? Siapa yang barusan berbicara padaku?!"'Aku, Tuan!'Secara perlahan,