"Cerberus itu berasal dari dataran Yunhan, tetapi bagaimana caranya roh siluman itu bisa menetap pada tubuh Panglima Howechung?" tanya Guru Yeom kepada dua panglima yang menaruh kebingungan sama besar.
Sekembalinya Raja ke Geumjung—kediaman utama Raja, Guru Yeom beserta kedua pangilma tersebut tetap berada di paviliun tamu di tengah sisa kekacauan yang masih terpampang nyata. Mereka bertiga membentuk suatu lingkaran yang menutupi meja sepinggang dari pandangan Muhan.Muhan mengembuskan napas perlahan. Selepas keterkejutan yang menghampirinya berangsur merendah, pemuda itu berdiri di ambang pintu sembari memandang sepasang telapak tangannya. Siapa yang mengira bila dia memiliki kemampuan seorang Gyeonggukdae?Belum lagi, Raja langsung menyuruh Kasim Heo untuk mengikutsertakan namanya sebagai calon peserta Pasukan Pemburu Naga yang akan diseleksi sebentar lagi. Mengetahui dirinya diperbolehkan memegang salah satu pedang saja sudah sangat membahagiakan. Lalu menjadi calon peserta? Entah kepada siapa Muhan harus bersyukur.Kenyataan yang setara mimpi indah ini menyergapnya tanpa pemberitahuan. Melampaui logikanya sendiri yang sedari dulu ditandai sebagai manusia biasa dengan jiwa yang tak mengikat kekuatan sedikit pun."Tapi, kenapa aku langsung memuntahkan cairan kehitaman lagi setelah memegang pedang tadi ya?" Muhan melangkah keluar, berderap pelan menuju sisi lain paviliun tamu tempatnya muntah tadi. Dan benar saja, bekasnya yang kehitaman itu mulai memudar seakan turut tersapu angin."Memudar?" Muhan memiringkan kepala. "Kenapa bisa berwarna hitam, tapi sekarang ... memudar?"Baru saja larut dalam kebingungan baru, tiba-tiba saja Guru Yeom keluar dari paviliun tamu. Muhan cepat-cepat mengekori, tetapi dia menyadari sebuah kecanggugan yang terpancar. Teringat pula bahwa Guru Yeom merupakan orang pertama yang menolak keikutsertaan Muhan untuk menjadi bagian dari calon peserta Pasukan Pemburu Naga.Sepanjang perjalanan dari Istana hingga ke Perguruan, Guru Yeom tak membuka suara sekecap pun. Namun anehnya, Guru Yeom membiarkan tandu yang membawanya melangkah jauh di belakang. Sedangkan Guru Yeom berjalan di depan Muhan yang tidak paham akan situasi saat ini.Begitu memasuki Perguruan, Guru Yeom menarik ujung baju lusuh Muhan dan membawa pemuda itu ke ruangannya. Bukan pertama kali Muhan memasuki ruangan tersebut. Dia sudah memasuki berbagai ruangan di Perguruan guna membersihkan tiap debu yang ada. Namun Muhan tak diperbolehkan melangkah lebih jauh ke pintu lainnya yang berada di ruangan Guru Yeom.Secara mengejutkan, Guru Yeom membuka pintu tersebut tanpa mengatakan sepatah kata pun. Muhan terhenyak, apakah pantas baginya untuk diam di tempat dan melihat isi dari ruangan tersebut?Guru Yeom menyerahkan sebuah pedang yang terbungkus rapi dalam gulungan kain hitam. "Gunakan pedang ini dulu, Muhan.""Sa-saya?""Aku tidak tau bagaimana kau bisa mendapatkan kekuatan baru yang cukup mengejutkan itu, Muhan." Ucap Guru Yeom. "Sejak bayi, baik aku ataupun pengajar lain di Perguruan ini bisa mengatakan seyakin-yakinnya jika kau tidak mempunyai Him apa pun. Tetapi yang terjadi di Istana tadi, aku tidak bisa menampiknya begitu saja. Ada keanehan dalam dirimu yang tidak bisa kujabarkan detik ini juga."Jangankan Guru Yeom, Muhan sendiri saja tidak mengerti mengapa dia bisa membuat pedang Gyeonggukdae milik mendiang Kim Joon bercahaya."Satu-satunya cara untuk mencari tau jawabannya ialah dengan berlatih." Guru Yeom mengarahkan dagunya ke luar. "Aku akan melatihmu secara langsung, tapi tidak di sini.""Ha? Lalu di mana, Guru?""Sebelum matahari menampakkan diri, aku tunggu di depan gerbang, Muhan. Tidak ada keterlambatan, atau kau tidak akan berlatih sama sekali.""Eh? Sepagi itu? Bukankah saya harus membersihkan—""Tidak ada alasan, Muhan. Sekarang, keluar dan bawa pergi pedangmu itu. Oh iya, jangan sampai terlihat oleh siapa pun."•••••Pagi-pagi buta, Muhan menuruti perkataan Guru Yeom untuk bergegas pergi ke gerbang utama sembari membawa pedang pemberian pria itu. Semalam, Muhan tidak bisa berhenti tersenyum. Kenyataan bahwa dia akan dilatih oleh Guru Yeom membangkitkan semangat hidup yang tak pernah bertandang.Ketika Muhan melewati asrama laki-laki, dia tidak menyadari jika seseorang telah berada di paviliun asrama untuk mencari udara segar. Melihat sosok Muhan yang berlari kecil seolah pergi secara diam-diam, mengundang segurat keheranan pada kening orang tersebut.Tetapi dikarenakan orang itu tidak terlalu peduli, maka diabaikannya kepergian Muhan lantaran tak penting sama sekali.Muhan tidak kesusahan sedikit pun saat harus melewati medan berbahaya yang kerap dilaluinya setiap hari. Berbeda dengan Guru Yeom, dikarenakan usia dan ketangguhan tubuh yang sudah tidak seperti dulu, pria itu agak kepayahan.Mereka tiba di atas lembah yang senantiasa menjadi titik peristirahatan Muhan. "Wah! Indah sekali pemandangannya!"Guru Yeom mendongakkan kepala, turut memandang matahari terbit yang berkilauan di ufuk timur sana. "Ya, indah. Tapi tidak ada waktu bagimu untuk terus-terusan menikmati keindahan ini, Muhan. Ingat apa yang akan kita lakukan hari ini?""Baik, Guru." Muhan tersenyum cerah, lantas meletakkan pedang yang masih terbungkus rapi di atas batu besar. Beberapa detik kemudian, Muhan mengacungkan pedang tersebut ke arah Guru Yeom."Apa yang kaulakukan?" tanya Guru Yeom."Berlatih, Guru!""Siapa yang mengizinkanmu untuk berlatih menggunakan pedang, hah?""Eh? La-lalu? Saya harus berlatih menggunakan apa?"Guru Yeom mendesah pelan, nyaris melupakan kenyataan bahwa Muhan merupakan seseorang yang sangat baru dalam dunianya. Senjata, Him, keterampilan bela diri, Muhan ibarat daun muda yang baru terlihat setelah ditanam bertahun-tahun lamanya."Putari lembah ini, dari ujung timur sampai ujung barat. Aku tau kau pasti sudah mengenal bagaimana seluk-beluk hutan ini.""Oh, itu mudah!" Muhan tersenyum senang, berpikir jika latihan pertamanya tidak berat-berat amat."Ya, memang mudah. Kau sendiri sudah bertahun-tahun mencari sesuatu di hutan ini tanpa kesulitan apa pun. Tapi ingat, ini masih pagi—terlalu pagi bagi penghuni hutan.""Ah, itu mudah, Guru!" Muhan meregangkan tubuhnya, bersiap berlari memutari lembah seperti yang diperintahkan."Jangan sampai tengah hari!""Hah?" Muhan mengernyit bingung. "Memutari lembah yang tidak seberapa ini, tentunya dalam dua jam saya sudah kembali, Guru."Guru Yeom tersenyum timpang. "Kalau begitu, mulailah!"Penuh semangat, Muhan berlari meninggalkan Guru Yeom ditemani senandung riangnya. Tanpa mengulang ucapan Guru Yeom yang bermakna sebuah peringatan, Muhan melaju secepat yang dia bisa.Pada sisi lain lembah yang dipenuhi oleh berbagai macam jamur beracun, pergerakan tungkai Muhan memelan. Mengikuti asal suara asing yang menyapa telinga secara mendadak, terdapat sebuah batang pohon besar yang berlubang. Tertutupi oleh semak belukar, membelakangi sinar matahari.Muahn mendekat, terdengar geraman lemah yang membuat bulu kuduknya berdiri. Memicingkan mata, kepala pemuda itu hendak melongok ke dalam lubang tersebut. Akan tetapi—"AKHHH!!!! TOLONG!!! ADA SERIGALAAA!!!"Sekumpulan burung terbang mendengar teriakan Muhan di atas sana. Dari tempat Guru Yeom terduduk saat ini, pria itu mendengus pelan."Sudah kuduga. Kalau memang dia seorang Gyeonggukdae, maka dia adalah Gyeonggukdae yang bodoh."Latihan hari pertama, diawali oleh Muhan yang dikejar oleh binatang buas panjaga hutan.•••••Mengitari lembah dari barat ke timur maupun sebaliknya, ternyata tidak semudah itu. Terdapat alasan mengapa hutan yang dijejakinya itu rawan saat malam. Di dalamnya dihuni begitu banyak binatang buas yang bertugas menjaga hutan dari terkaman musuh. Kabarnya para penjaga hutan itu mampu mengenali para kesatria yang berperan besar bagi kerajaan.Mereka tidak akan menyerang Pasukan Pemburu Naga, lantaran mengenali aura hanya berdasarkan derap langkah yang terdengar. Muhan bukanlah salah satu anggota Pasukan Pemburu Naga. Kebetulan yang membuatnya dapat mengeluarkan kemampuan seorang Gyeonggukdae saja masih dipertanyakan. Itulah mengapa, para penjaga hutan masih menganggap Muhan sebagai gangguan atau mangsa empuk.Hari pertama tidak berjalan baik. Muhan kembali ke titik di mana Guru Yeom duduk bersila sesaat setelah terbenamnya matahari. Penjaga hutan yang ganas-ganas itu tidak akan melepaskan satu target yang sudah mereka putuskan. Maka saat matahari telah memperlihatkan diri sepenuhnya,
"SIALAN KAUUU!!!!"Brakk!!Seisi kantin yang tadinya mulai berdengung untuk mengata-ngatai kehadiran Muhan di aula makan, langsung terpaku setelah seruan penuh keterkejutan mengudara.Bukan—bukan disebabkan oleh Muhan yang terlempar ke salah satu meja dengan wajah sebagai tumpuan, tetapi sebaliknya. Muhan yang melempar Woon begitu mudah, seolah-olah perundungnya itu seringan kapas.Muhan berdiri dengan napas terengah-engah, memindai sekeliling yang menganga. Bahkan dia mendapati Shim Gyeong yang mengerutkan kening, tak menduga akan keberanian serta kekuatan yang Muhan miliki.Semua orang mengetahui betapa lemahnya Muhan. Disenggol sedikit saja oleh anak yang memiliki Him, pemuda itu bisa oleng sampai berciuman dengan tanah. Tetapi sekarang, Muhan mampu melempar Woon yang tentunya skenario semacam itu tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun."Sial! Apa yang baru saja kaulakukan, hah?!" Salah satu anggota perundung melontarkan sepasang sumpit yang tiba-tiba saja berubah menjadi dua
"Salah satu permata naga yang disimpan oleh Raja dicuri oleh seseorang!""Apa? Yang benar saja? Bagaimana bisa? Bukannya tempat penyimpanan permata naga berada di Geumjung?""Sepagian ini, Raja mengamuk dan membunuh salah satu penjaga langsung di tempat." Seorang kurir berpakaian compang-camping menyerahkan gulungan sutra terakhir pada Guru Yeom. "Maka dari itu, Selir Seo sedang berusaha untuk menenangkan Raja sekarang ini. Beliau meminta maaf sebab tidak bisa mengobrol dengan Guru Yeom."Guru Yeom manggut-manggut. Hari ini, dikarenakan kondisi Muhan masih terlalu lemah, Guru Yeom tetap berada di Perguruan. Begitu juga dengan Muhan yang berolahraga kecil-kecilan di depan kamar kecilnya.Selepas menerima sutra kiriman Selir Seo sebagai bentuk terima kasih yang senantiasa diterima setiap bulannya, Guru Yeom mendatangi Muhan. Sama seperti semalam, wajah pemuda itu terlihat pucat dan menyedihkan."Apakah ini yang dilakukan oleh seorang Gyeonggukdae, Muhan? Bermalas-malasan? Tidakkah kau m
"Ya, kau akan mengikuti latihan perburuan pertama pada malam hari ini, Muhan."Bagai mendapatkan sekarung penuh koin, Muhan terlonjak dari duduknya. Pemuda itu mendekati Guru Yeom dengan mata berbinar cerah. "Benarkah, Guru? Apa itu artinya saya akan mulai menggunakan pedang? Selama ini saya belum memegang pedang yang Guru berikan.""Setelah menguasai bela diri dan Him yang ada dalam tubuhmu, kau akan andal menggunakan pedang dengan sendirinya, Muhan. Memang tidak secara instan, tetapi kau bisa mengendalikan kekuatan itu melalui pergerakan pedangmu." Jelas Guru Yeom. "Jadi, semisal nanti malam kau tetap bersikeras membawa pedang, bawa saja! Tapi aku tidak yakin kau bisa menggunakannya dengan baik nanti.""Ah, itu tenang saja, Guru!" Muhan melirik Yidan yang duduk bersila di bawah pohon sembari mengelap tongkat kebanggaannya. "Yidan sudah mengajari saya beberapa hal yang bisa saya lakukan dengan pedang, Guru. Yah, walaupun kami berlatih menggunakan ranting."Guru Yeom menggelengkan kep
Raja, Ratu, Selir Seo beserta petinggi Kerajaan lainnya telah menempatkan diri di singgahsana yang telah dipersiapkan. Mereka duduk tepat di atas lembah, yang mana dapat melihat beberapa tim berpapasan atau berkeliaran. Berkat selubung pelindung yang Guru Yeom dengungkan, mereka akan aman dari radar para penjaga hutan yang semestinya sudah bergerak ke sana-kemari.Sementara sekumpulan orang penuh kuasa menikmati kursi terdepan mereka di atas lembah, anak-anak didik yang akan melangsungkan latihan berburu itu tiba di titik masing-masing. Seperti halnya Tim 10, yang secara otomatis diketuai oleh Shim Gyeong. Muhan berjalan di urutan paling belakang. Saat tiba di posisi awal pun, rekan-rekannya langsung bercakap sendiri, mengabaikan eksistensi Muhan. Dalam hati, diam-diam Muhan mendambakan sosok Yidan atau Roah yang setidaknya bisa menjadi teman mengobrol."Sekarang, mari kita kumpulkan kayu bakar untuk membuat api unggun. Dan juga, setidaknya kita harus menangkap kelinci atau ikan untu
Tim 10 yang belum merencanakan strategi apa pun itu berlari tunggang langgang, menghindari uluran tangan sang beruang hitam sebisa mungkin. Termasuk Shim Gyeong, walaupun di tengah jalan bertanya-tanya pada diri sendiri mengapa harus turut berlari.Kala itu, Shim Gyeong baru menyadari jika keadaan Muhan dan Woon jauh berbeda. Muhan memiliki luka di pelipisnya, sehingga memperlihatkan darah yang mengalir pelan. Tetapi, Woon terlihat luar biasa babak belur. Hanya dengan melihatnya, Shim Gyeong mengetahui akhir dari pertempuran keduanya tadi."Bagaimana bisa beruang hitam itu mengejar kalian, hah?!" tanya Taejun pada Muhan dan Woon.Woon menyahut dengan wajah ngerinya, "Gara-gara budak yang satu ini! Dia melemparku ke salah satu pohon besar, yang tidak taunya ada celah pohon tempat persembunyian beruang hitam itu.""Aku kan tidak sengaja! Lagi pula itu refleks!" Elak Muhan.Woon ingin sekali melayangkan tinju ke arah Muhan. Kendati berada dalam keadaan berbahaya, dia hanya bisa menahanny
"Hei! Ternyata beruang hitam itu tidak sebodoh yang kupikirkan," celetuk Taejun di tengah-tengah lompatannya ke batang pohon lain.Memastikan kembali, Muhan berhenti sejenak untuk menengok ke bawah. Dan benar saja—terdapat alasan mengapa mereka dinamakan sebagai penjaga hutan. Mereka bisa mengendus manusia asing mana pun yang belum berstatus sebagai Pasukan Pemburu Naga.Mengejar, dan terus mengejar. Beruang hitam itu meraung-raung saat tidak sengaja menabrakkan diri pada salah satu pohon. Muhan kembali melompat begitu mendapatkan tepukan dari Hyunmi. Memang bukan waktu yang tepat untuk mengagumi kegigihan para penjaga hutan."Apa kelemahan serigala tutul, Muhan?" tanya Shim Gyeong dengan napas terengah-engah. "Bunga melati.""APA?!"Rekan setimnya mendadak berhenti, bahkan Woon nyaris tergelincir dan jatuh ke genggaman beruang hitam yang berada tepat di bawahnya. Kihong menyahut jengkel, "Hei, Budak! Untuk kali ini kami memang mengikutimu karena kau mengaku sudah belasan kali dikej
"Kau?!"Muhan menghentikan langkah sejenak, lantas menghadap seseorang yang rupanya merupakan sang pangeran. "Kupikir kau atau rekan setim yang lain tidak akan sudi mengikuti budak rendahan sepertiku ini. Ternyata, kalian hanya beberapa langkah dariku saja."Shim Gyeong berdecak kesal, mengabaikan ucapan Muhan dengan menghampiri selajur kecil yang dipenuhi oleh bunga melati. Muhan mendengus lelah. Selamanya, manusia seperti Shim Gyeong mana mau mengakui keterampilan Muhan meskipun sudah diikuti sampai ke ujung selatan lembah pun.Dalam diam, keduanya meraup senganggam bunga melati yang disembunyikan di balik pakaian masing-masing. Kali itu, Muhan sangat berterimakasih pada Guru Yeom yang sudah memberinya pakaian baru. Berbeda dari pakaian lamanya yang lusuh, pakaiannya yang baru mampu menyimpan sesuatu tanpa ketahuan oleh orang luar."Omong-omong," Muhan memicingkan mata ke arah Shim Gyeong setelah menilik sekeliling. "Di mana yang lainnya?""Mereka sedang mengalihkan fokus si beruang