“Pak…” Miss Hecty masih mencoba untuk meminta belas kasihan kepada ketua Rektor.
“Saya akan membayarnya.”
Kalimat Edward yang begitu sarat akan keyakinan membuat Miss Hacty dan juga Ketua Rektor melihat ke arahnya.
“Hari ini! Aku tidak bisa memberimu tenggat waktu.”
Miss Hecty menatap nyalang pada anak muridnya. “Edward… jangan impulsive!”
Menurutnya, Edward terlalu berani. Dia kenal betul bagaimana watak rektor. Namun, lihatlah yang dilakukan Edward. Di saat dia tengah mencoba mengais belas kasih rektor untuk Edward, anak tersebut malah menyanggupi permintaan rektor dengan mudah.
“Miss Hecty tenang saja.” Edward berusaha menenangkan Miss Hecty. Dia kemudian menatap penuh pada rektor. “Di mana aku harus membayar?”
Setelahnya, Edward menunjukkan sebuah kartu bank berwarna hitam.
“Tunggu.”
Ketua Rektor mengangkat gagang telepon yang ada di mejanya dan kemudian menelepon seseorang.
Ketua Rektor menyuruh orang seseorang untuk datang ke dalam ruangannya dengan membawa alat EDC untuk menggesek kartu milik Edward.
“Tidak tahu, di mana kamu menemukan kartu itu. Tapi Aku yakin jika kartu itu kosong!” Ketua Rektor dengan begitu arogan berbicara kepada Edward. “Kita akan lihat, apa yang kamu punya untuk membayarnya nanti. Karena, kalau tidak… hari ini juga kamu akan di-DO dengan tidak hormat.”
Edward hanya tersenyum. Edward benar-benar merasa keberuntungan menyertai dirinya.
Di mana, tepat satu hari setelah dia kembali bertemu dengan kakeknya, dia mengalami hal seperti ini.
Jika tidak, dia tidak tahu, di mana dia harus mencari uang lima juta dolar itu.
Miss Hecty masih mencoba membuat Edward tersadar. Dia berbisik, “Edward. Sebaiknya kamu tidak bercanda. Ini menyangkut kelangsungan kuliahmu.”
“Miss Hecty tenang saja. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang jelas aku sendiri tidak bisa melakukannya.”
Tidak lama kemudian, datang seorang wanita tua. Dia adalah bagian administrasi keuangan di Nach University.
Ketua Rektor meminta kartu bank yang dipegang oleh Edward. “Lima Juta!” ucap ketua Rektor saat menyerahkan kartu bank kepada si wanita tua.
Wanita tua itu kemudian menggesekan kartu Edward.
Di sisi lain kini ketua Rektor sedang melihat Edward dengan tatapan mata yang mengintimidasi.
Ketua Rektor yakin jika Edward tidak akan bisa membayar uang kuliahnya. Dengan begitu, dia berpikir jika dirinya bisa mengeluarkan Edward dari kampus.
“Kali ini kamu tidak akan bisa–”
“Pembayaran lima juta berhasil.” Suara mesin EDC, memotong ucapan ketua rektor, membuat ketua rektor terkaget.
Dia tidak menyangka jika Edward akan berhasil membayar lima juta dolarnya. “Ber–berhasil??” Dia tidak percaya. Bagaimana pun, ini tidak mungkin! “Tidak! Ini pasti salah
“Kenapa?” Edward tersenyum saat dirinya kembali mengambil kartu bank miliknya setelah digunakan.
Bagaimanapun juga, uang yang dia punya sangat banyak. Uang awal yang diberikan kakeknya saja seratus juta dollar, jelas nominal lima juta dollar tidak berarti apa-apa.
“Karena sudah berhasil membayar, berarti aku masih bisa berkuliah dengan sewajarnya bukan?” tanya Edward kepada miss Hecty.
Miss Hecty yang juga merasa kaget hanya bisa mengangguk, refleks.
Miss Hecty tidak menyangka jika Edward akan berhasil membayar tagihan lima juta dari ketua rektor detik itu juga.
Sebagai perbandingan, gaji miss Hecty sendiri hanya 500 ribu dolar setiap bulannya. Sementara yang diketahui mereka, Edward hanyalah seorang pelajar dengan pekerjaan paruh waktu.
Perhitungan mereka, seharusnya, gaji yang diterima oleh Edward tidak lebih dari sepuluh dolar setiap hari. Lantas, dari mana Edward memiliki uang sebanyak itu?
“Kalau begitu, aku permisi mau kembali ke kelas dulu.” Edward melenggang keluar ruang rektor, meninggalkan sang rektor dan Miss Hecty yang hanya bisa terdiam.
Saat melangkah menuju kelas, terasa beban di pundaknya telah hilang. Sebuah senyum bangga muncul di bibir Edward. “Akhirnya aku bisa fokus untuk menempuh Pendidikan.”
Saat Edward hampir saja memasuki ruang kelas, teriakan seorang wanita menghentikannya.
“Hey!! Hentikan!”
“Ada apa itu?” pikir Edward dalam hatinya.
Di dalam kelas, ada beberapa orang yang sedang terlibat masalah. Di sana ada seorang wanita yang sedang melindungi seseorang.
Setelah dilihat lagi, laki-laki yang dilindungi oleh wanita itu adalah Richie, sahabat Edward.
Richie adalah seorang laki-laki kebangsaan china, Richie Wong. Postur tubuhnya tidaklah tinggi, dia hanya setinggi telinga Edward. Wajah oriental khas keturunan China begitu melekat jelas pada Richie.
Mereka bersahabat, atau berteman baik karena mereka memiliki kesamaan, di mana mereka adalah dua orang mahasiswa termiskin di Nach University. Mereka juga sering mendapat hinaan dan bully-an dari mahasiswa yang lain. Karena mengalami penderitaan yang sama itulah yang membuat mereka menjadi teman baik.
Satu-satunya yang terkadang membela mereka adalah Dhisa, seorang anak angkat dari pengusaha.
Dhisa juga mempunyai seorang adik bernama Whiny. Dulu, orang tua Dhisa mengadopsi Dhisa karena mereka tak kunjung punya anak. Karena itu, mereka pergi ke panti asuhan dan bertemu Dhisa kecil di sana. Waktu itu Dhisa masih balita berusia belum genap satu tahun.
Setelah itu, di usianya yang genap 2 tahun, adiknya, Winny, lahir. Bagai sebuah pancingan untuk kehamilan, Dhisa dapat membuat anggota keluarga Pearl benar-benar memiliki seorang anak kandung.
Sayangnya, setelah kelahiran Whiny, sikap mereka kepada Dhisa kurang baik. Sampai sekarang, adiknya masih bersikap semena-mena kepadanya. Bahkan Dhisa harus selalu mengikuti adiknya, termasuk pada saat berkuliah. Dhisa terpaksa memasuki bangku kuliah telat karena menunggu adiknya untuk berkuliah bareng.
Orang tua mereka memerintahkan kepada Dhisa untuk selalu mengalah dan menjaga Whiny. Jika tidak begitu mereka akan marah kepada Dhisa, dan tidak jarang memukulnya.
“Ada apa ini?” tanya Edward yang hadir di kerumunan. “Tolong hentikan.”
Wanita yang tengah menjadi pusat dari segala keributan itu menatap nyalang dan jijik ke arah Edward. Dia menggulung lengannya bak jagoan. “Ini dia satu lagi pecundang yang siap untuk di-bully.”
***Keesokan harinya.Dhisa dan Varra sudah mau berangkat ke universitas. Sesuai dengan apa yang di bilang sebelumnya oleh Varra, mereka terlebih dahulu pergi ke perusahaan Grade.Varra membawa Dhisa ke perusahaan Grade karena dia menuruti perintah dari Edward.Edward ingin agar Dhisa punya penghasilan sendiri,mengingat sekarang gadis itu telah hidup sendiri bersama dengan Varra.Mengingat kepribadian Dhisa, Edward tahu jika Dhisa tidak akan membiarkan siapapun repot hanya karena dirinya. Dhisa adalah seorang gadis dengan pendirian teguh, Dia tidak ingin jika dirinya merepotkan, atau menjadi beban untuk orang lain.“Grade sangat besar.” Ucap Dhisa Kepada Varra saat mereka berdua berada di depan perusahan Grade.“Kamu benar, ini adalah perusahaan terbesar di negara kita.” “Selain itu, latar belakang pemimpin perusahaan perusahaan Grade adalah keluarga Hovd, keluarga yang sangat berkuasa.” Varra menjelaskan kepada Dhisa, seperti seorang kakak yang sedang menjelaskan kepada adiknya.“K
Varra terdiam, Dia mulai berpikir bagaimana meluruskan keadaan ini kedepannya. Dia kini mulai ingat jika Edward pernah berkata kepada dirinya untuk menyembunyikan identitasnya dari siapapun“Apa Kamu akan percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Varra?”Edward yang mengetahui dilema Varra kini mencoba untuk meluruskan hal itu sendiri.“Huehehe” Varra tersenyum kepada Dhisa untuk sekedar membantu Edward menyembunyikan statusnya.Sejujurnya Varra benar-benar tidak tahu bagaimana caranya untuk memulai, meyakinkan Dhisa jika dirinya berbohong. Mengingat semua yang Dia ucapkan sebenarnya adalah sebuah kebenaran.“Tapi, Benarkah itu?” Tanya Dhisa dengan menunjukkan sedikit keraguan.Sejujurnya, memang Dhisa tidak suka dengan para orang-orang kaya dan orang kelas atas karena dirinya merasa mereka semua sering merendahkan orang lain yang mereka anggap lemah.Namun, yang tidak diketahui oleh Edward dan Varra adalah, Dhisa mulai berpikir akan sesuatu,“Mungkin jika Mereka adalah Edwar
“Varra. Ayo kita pergi.”Ucap Dhisa yang disambut dengan senyum manis oleh oleh Varra.Tidak lupa Varra masih mendengus ke arah Whiny, seolah menghina Whiny sebelum akhirnya dia berpaling muka.“Aku pergi Ayah, Ibu.”“Whiny juga, jaga kesehatanmu, kita masih akan bertemu di universitas.”Dhisa berpamitan kepada anggota keluarganya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Aku berharap kalian tidak akan mengganggu Dhisa lagi.”Edward berbicara untuk terakhir kali, sebelum akhirnya mereka pergi.Setelah kepergian mereka, kini Pearl beserta anak istrinya mulai mengeluarkan sumpah serapah.Cacian dan makian keluar dari mulut mereka.Setelah mereka tenang, mereka kini memilih untuk di duduk bersama dan berunding.Pearl memikirkan bagaimana caranya untuk menghadapi Owl, sementara sebelumnya dirinya sudah menjanjikan Dhisa untuk Owl, sebagai bentuk “pelancar” urusan bisnis diantara keduanya.“Apa yang harus Kita lakukan sekarang suamiku?” Nessy bertanya kepada sang suami.“Aku juga tidak tahu.”
“Kau. Berhenti di tempatmu sekarang!” Hardik Pearl.Edward terus berjalan tanpa menghiraukan peringatan dari Pearl, sampai akhirnya kini dirinya sudah sangat dekat dengan Pearl, tanpa sadar hal itu membuat Pearl mengambil beberapa langkah ke belakang dan mengakibatkan dirinya terjatuh karena kehilangan keseimbangan.“Kenapa Kau begitu lemah?”Edward mulai menghina Pearl dengan tatapan yang sangat meremehkan.“Biarkan Dhisa pergi,” Ucap Edward yang kemudian membungkukan bada mendekatkan wajahnya ke wajah Pearl.“Atau Kau ingin bernasib sama dengan Owl?” Ancam Edward, tanpa diketahui oleh yang lain Edward berbicara dengan sorot matanya menjadi begitu tajam menantang.“Dhisa, lebih baik kamu bereskan barangmu, Kami akan menunggumu.” Dengan menoleh serta tersenyum manis Edward berkata kepada Dhisa yang sedari tadi masih terpaku melihat dirinya.“Iya.” Jawab Dhisa singkat dengan ekspresi wajahnya yang terlihat sangat hangat. Untuk sekilas, terlihat senyum Dhisa yang penuh akan kebahagiaan
Pearl bermaksud mendekat ke arah Dhisa yang sepertinya memiliki tujuan untuk memukul atau sekedar mengasari Dhisa yang menurut Dirinya sudah membuat masalah.Namun, hal itu ia urungkan saat Dia melihat ada seseornag yang masuk ke dalam rumah, mengekor Dhisa.Itu adalah Edward.“Ka–kau! Kenapa Kau disini?”Pearl seketika menjadi gagap saat dirinya melihat hadirnya Edward disana.Masih tergambar jelas di benak Pearl apa yang sudah Dia lihat tadi malam.Pemuda di hadapan-nya sekilas seperti pemuda pada umumnya, akan tetapi Pemuda itu juga yang seketika menjadi ganas tak bisa dikendalikan saat dalam kondisi marah.“Kenapa?” tanya Edward dengan sorot matanya yang begitu mengintimidasi Pearl.“Tidak apa-ap–”“Tunggu” Pikir Pearl menghentikan ucapanya sebelumnya dengan berbicara kepada dirinya sendiri.“Bukankah ini di rumahku?” Ucap Pearl masih dalam hatinya.“Seharusnya Dia tidak berani macam-macam di rumahku,” Pikir Pearl dengan satu tangan memegang dagu miliknya.“Apa yang kau lakukan di
Edward dan kedua wanita itu kini sedang berjalan hendak pergi dari hotel,tempat mereka beristirahat. Kini sedang di dalam lift menuju basement parkir.Tidak lupa Edward memberikan kabar kepada Warden, perihal beberapa perintah.Pertama Edward minta kepada Warden untuk dicarikan satu kondominium untuk tempat tinggal Varra dan juga Dhisa, Edward meminta yang tidak terlalu jauh dari kampus mereka belajar. Yang kedua Eddward memberikan perintah kepada Warden untuk mengambil mobil miliknya di basement parkir hotel, karena dia akan ikut bersama dengan Dhisa di mobil Varra.Tidak menunggu waktu lama, sebelum mereka sampai di mobil milik Varra, satu notifikasi masuk di ponsel Varra.Itu adalah titik alamat kondominium apartemen untuk nya, beserta dengan aksesnya.Setelah membaca pesan di ponselnya Varra segera menghadap ke Edward dan mengangguk, sebagai tanda sudah diketahuinya letak kondominium untuk tempat tinggal baru Dia dan juga Dhisa.“Sebaiknya Aku kembali kerumah dulu untuk mengambil