Erangan keras yang keluar dari mulut Riri, dibungkam langsung oleh Angga. Dia melumat bibir Riri dengan ciuman yang ganas dan penuh dengan gairah. Lidahnya menusuk dalam, melilit lidah wanita itu dan melahapnya dengan ganas. Namun Riri yang terlalu terbuai tidak menyadari bahwa pria yang sedang mencumbunya kini punya akal-akalan sendiri. Sebab tanpa aba-aba saat mereka sibuk berbagi saliva. Angga tiba-tiba saja memasukan dirinya ke dalam vagina Riri.Kekuatan dari dorong pria itu kepadanya berikut pula ciumannya mengirimkan sensasi tersengat listrik ke seluruh tubuh mereka ketika mereka telah saling bertautan. Dinding dalam vagina wanita itu hangat menyambut kejantanan Angga. Memicu kenikmatan baru yang lebih intens terbentuk di dalam diri masing-masing.Sambil mempertahankan ciumannya, Angga mengubah sudut tusukannya. Posisi baru yang memungkinkannya untuk bisa menusuk jauh lebih dalam. Kepala penisnya menyentuh dinding terdalam Riri dengan setiap tusukan yang kuat.Menjauh dari cium
“Eh… apa yang kau lakukan?” Tubuh Riri bergerak gelisah ketika dia diikat oleh tali yang entah sejak kapan telah pemuda itu siapkan. Kemudian kedua matanya terbelalak ketika Angga meraih kuas bersih dan menjilat bulu-bulu tersebut sambil menatapnya. Dengan gerakan cepat, dia mengitari puncak payudara Riri menggunakan kuas tersebut dengan gerakan lambat yang disengaja. Kuas dengan bulu-bulu yang sedikit basah karena saliva menggelitik bagian sensitif membuat Riri hanya bisa mengerang. “Ahh … jangan … ini geli!”“Hmmm… lihatlah dirimu, Riri. Putingmu jadi keras cuma gara-gara kuas,” bisik pria itu dengan suara yang rendah dan serak. Sambil memutar-mutar kuas di salah satu puncak payudaranya, sebelah tangan pria itu menjepit puncak yang lain dengan jarinya. Menggulungnya dengan lembut.“Jangan berkata seperti itu… ahhh….” Riri terus mendesah ketika benda lembut itu bergerak-gerak di atas permukaan kulitnya.Perlahan pemuda itu melepaskan puncak payudara Riri dan memilih menggerakan kuas
Riri merasa dirinya nyaris meledak setiap kali dia melihat Angga. Sebab dia kerap kali harus menahan keinginannya untuk menangkap pria itu lagi dan mengulang apa yang sudah pernah mereka lakukan berminggu-minggu lalu. Entah bagaimana pemuda itu tampak selalu sibuk akhir-akhir ini sehingga dia tidak bisa punya kesempatan untuk mendekatinya. Dan kini ketegangan di dalam dirinya sudah terlalu sulit untuk dapat dia tangani. Dia sudah tidak dapat lagi menahannya.Dan untung saja kali ini pemuda itu sedang sendirian di kediamannya dan tampak sibuk dengan kanvas di depan mukanya. Dia terus memperhatikan Angga yang kala itu sedang membuat sebuah sketsa di sana. Perempuan itu menyadari sesuatu saat dia mengagumi pemuda itu.‘Wow, dia ternyata seniman yang cukup hebat!’ imajiner di dalam hatinya berbisik saat pria itu mulai menyapukan kuasnya ke atas kanvas dan memberi sketsa tersebut warna-warna. Dia tidak tahu pernah tahu soal kehebatan Angga dalam hal seni, tetapi sekarang dia bisa melihat b
Tak ingin merusak suasana, Angga meremas pantat Bunga dan dengan lembut membukanya, memperlihatkan bibir bawah sang gadis yang berkilauan dengan cairan cintanya. Bunga mengerang ketika Angga dengan lembut mengusap kepala kejantanannya ke bagian bawah tubuhnya, menggoda sesaat lubang basahnya.“Ahhh!” Bunga mengerang saat merasakan Angga secara perlahan mulai melakukan penetrasi terhadapnya. Dinding bagian dalamnya secara alamiah mulai menyambut masuk milik pria itu.Angga mencondongkan tubuhnya ke depan, menekan dadanya ke punggung Bunga saat dirinya berhasil menenggelamkan dirinya di bawah sana hingga ke pangkalnya. Dia berhenti sejenak, menikmati kekencangan luar biasa dari dinding vagina sang gadis disekelilingnya. Kedua tangan pria itu terangkat untuk meraih kedua buah dada sang gadis yang tergantung bebas di depan sana, meremasnya ketika dia mencapai dasar vagina gadis itu. Bunga mencengkram meja dengan kuat, erangan parau lagi-lagi dengan bebas keluar dari bibirnya. Sejatinya di
Pandangan mata pria itu mulai mengitari seluruh penjuru dan perhatiannya tertuju pada sebuah meja kayu di ujung ruangan. Pria itu menyeringai seraya mengangkat tubuh Bunga dan membawanya kesana. Dia mendudukan gadis itu di ujung meja dan kembali menatap kedua mata Bunga sebelum akhirnya mengatur posisi.Dia mulai berlutut di depan kedua kaki gadis itu, dan secara perlahan membuka kedua kakinya. Angga menjilat bibirnya begitu dihadapan matanya telah terdapat lipatan menggoda yang berkilauan. Napasnya yang panas menerpa bagian inti Bunga ketika tubuh pria itu mulai condong ke depan untuk merealisasikan apa yang dia katakan sebelumnya.“Selamat makan,” kata Angga yang mulai menggunakan lidahnya untuk menjilati bagian terluar.Kedua tangan bunga langsung berpegangan pada ujung meja seraya melenguh ketika lidah pria itu mulai menggali ke dalam lubangnya. Menjilati sisa cairan klimaks di sana dengan nikmat. Dia menjelajah lebih dalam lagi dengan mengeluar masukan lidahnya dari vagina Bunga.
Cengkraman Angga di pinggang Bunga sedikit mengencang ketika dia merasakan gadis itu bersandar padanya. Jari-jarinya lebih mengerat pada kain gaun yang Bunga kenakan. Lalu mengarahkan si gadis untuk menarik mengikuti alunan lagu dengan gerakan yang halus dan terkendali.“Tidak masalah. Lagipula pergerakanmu juga lumayan untuk seorang pemula. Jelas kau punya potensi,” kata Angga dengan suara rendah dan serak.Bunga merasa sedikit ada rasa geli yang menggelitik ketika pria itu dengan sengaja mendekatkan bibirnya ke telinga. Hangat napasnya mengirimkan getaran ke tulang belakang gadis itu, dia jadi sadar betul pada setiap titik kontak antara tubuh mereka berdua.“Begitukah?” sahut Bunga yang berjuang untuk mempertahankan dirinya dari godaan Angga.“Ya, tapi jangan harap kau bisa memikatku dengan beberapa gerakan manis dan rayuan polos. Aku bukan tipe pria yang mudah terpengaruh,” timpal Angga lagi yang meski berkata demikian tangannya yang bebas menemukan jalan untuk menyentuh punggung B