Siwi mendekati suaminya yang duduk di bangku taman dengan wajah terpaku. Ketika istrinya duduk di samping, Genta buru-buru menyeka air matanya.
“Kenapa, Gen? Nggak seharusnya kamu pergi. Bukan ini cara kita.”
“Kita membesarkan dia dengan sebaik mungkin dan masih aja hasilnya mengecewakan.”
Siwi berkerut dan menatap Genta dengan wajah mulai tidak suka.
“Ignar adalah siswa berprestasi dan pribadi yang berhati baik. Kalo kamu menilai dia dengan apa yang baru aja dia ungkapan sama kita tadi, kamu salah besar!”
“Kebanggaan macam apa yang bisa simpan di sini, Wi?” Genta menepuk dadanya dengan keras. “Anak kita lesbian dan itu nggak mengganggumu sedikit pun?!”
“Enggak!” Siwi menjawab dengan tegas.
“Lesbian atau bukan, Ignar tetap anakku. Pilihan yang dia ungkapan itu nunjukin kalo dia percaya sama kita, orang tuanya! Dia butuh bimbingan dan mungkin dengan penerimaa
Renzo tampak kelelahan dan akhirnya memutuskan duduk di bawah pohon rindang yang ada di tengah kampus. Silka menemani kakaknya mencari Ignar.Sudah dua hari sepupu mereka tidak pulang. Konflik yang terjadi setelah pengakuan pada kedua orang tuanya itu membuat Ignar pergi.Ayahnya menyatakan penolakan pada jati diri Ignar. Mungkin itu yang paling menyakitkan bagi Ignar hingga ia memutuskan meninggalkan rumah.“Udah muter-muter kita seharian. Ignar kayaknya bolos kuliah dan mustahil dateng hari ini. Kayaknya mendingan kita tanya sama temen basketnya deh.” Silka mengatakan seraya memandang kakaknya.Renzo menghela napas dan mengusap peluh di pelipisnya.“Aku nanya ke beberapa orang, kamu nemuin temannya. Ok?” tanggap Renzo.Silka mengangguk dengan lesu dan keduanya berpisah.**Ignar masih termenung di kamar hotel, tempat dia melarikan diri selama ini. Beberapa sahabatnya mengirim pesan tentang kedua sepupu
Raya menyiapkan obat untuk ibunya minum malam itu dan lima menit kemudian, ibunya mulai terlihat mengantuk.Selama dua tahun belakangan ini Raya harus mengurus ibunya sendiri. Meski tidak memiliki ayah lagi, ibunya telah menyiapkan masa depan Raya dengan sebaik-baiknya.Usaha yang telah ibunya rintis selama puluhan tahun, bisa menghidupi mereka bahkan membiayai pengobatan yang tidak murah.Tidak ada hal yang bisa Raya lakukan selain menerima situasi ini dan dewasa sebelum waktunya. Dirinya baru berusia enam belas tahun saat ibunya divonis kanker. Dua tahun kemudian, dia sudah ada di bangku kuliah dan setiap hari meminta pada Tuhan supaya memberi waktu yang cukup agar dia lulus dan mengambil spesialis.Raya ingin merawat ibunya sebaik mungkin dan menjadi dokter ibunya sendiri.Dua tahun lalu, Raya juga mengungkapkan mengenai dirinya yang menyukai wanita dibandingkan pria. Ibunya syok dan mengurung diri selama berminggu-minggu.Ketika akhirnya
Ignar memejamkan mata sejenak dan akhirnya melangkah keluar dari kamar hotel. Kakinya terlihat mantap menapaki lorong gedung hotel, masuk lift kemudian turun, seterusnya menuju lobi dan memanggil taksi.Tujuannya adalah kampus. Dia tidak bisa selamanya bersembunyi dan takut menghadapi kenyataan. Semalam suntuk dia mulai berpikir jika tidak akan membiarkan dirinya terkungkung dalam terali yang orang lain ciptakan untuknya.Begitu sampai di depan kampus, ia melihat ke arah kantin yang ada di gedung pertama kawasan universitasnya. Hatinya mulai berdebar dan nuraninya berjuang untuk mendorong mentalnya kembali kokoh.Dengan helaan napas kasar, Ignar memanggul ransel dan berjalan masuk.Dia tahu jika Silka dan Renzo duduk di kantin pada jam-jam begini. Tempat itulah yang Ignar tuju pertama. Benar, begitu ia melihat dua sosok yang duduk di ujung, Ignar mendekati dan tidak lagi ragu.“Pagi,” sapa Ignar.Baik Renzo dan Silka menengok lal
Hari demi hari setiap manusia menjalani hidup yang tidak mudah. Ada satu hari kita merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna dan seakan dunia tunduk di kaki kita, namun hari berikutnya, semua hancur.Bisa jadi kemalangan itu adalah akibat dari tindakan seseorang, namun banyak juga yang asalnya dari perbuatan kita sendiri.Gya berpikir semuanya terlihat sempurna. Setidaknya hari di mana dirinya diterima dengan baik oleh keluarga Renzo dan bahkan teman-teman kerjanya, sesama dosen.Banyak yang mengatakan bahwa mendapatkan salah satu keturunan keluarga Aminata atau Ganendra adalah hal yang membawa keberuntungan seumur hidup.Gya mendengar banyak dari rekannya bahwa ayah dan paman Renzo selain berasal dari keluarga yang kaya raya, serta tidak mungkin habis hingga tujuh turunan, dua pria yang melegenda tersebut adalah pria-pria dengan kualitas yang terbaik.Meskipun dulu terkenal dengan kenakalan dan mendapat cap sebagai pria playboy, tapi keduanya ber
Sore itu Renzo sudah selesai meminta restu kedua orang tuanya untuk mendoakan dirinya yang akan menemui keluarga Gya.Ibunya berpesan dengan kalimat yang ditekankan dengan tegas, bahwa niatnya adalah untuk meminang Gya dengan norma dan cara yang benar. Renzo harus menyingkirkan semua ego dan rasa mudah tersinggung.Dirinya wajib menjunjung tinggi sopan santun dan tetap merendahkan diri serta tidak perlu membawa hal-hal yang membuatnya terkesan sombong.Semua pesan ibu dan ayahnya Renzo serap dengan baik dan dia berangkat sendiri menemui keluarga Gya.Saat ia melangkah masuk ke halaman yang pagarnya terbuka, semua orang yang sedang duduk di teras menoleh padanya. Leo, kakak Gya, segera mengenali Renzo dan segera bangkit berdiri.Pria itu bergegas mendekat dengan wajah tegang lalu menahan Renzo untuk mendekati teras.“Kamu kenapa ke sini?” bisik Leo dengan gugup.Renzo masih menunjukkan sikap yang tenang dan penguasaan dirin
“Saya ….” Dion berhenti sejenak dan memejamkan mata sekejap.“Kami, maksudnya, memiliki kesepakatan.” Akhirnya Dion menjawab dengan pernyataan diplomatis.“Jangan muter-muter kayak lagi bicara di depan wartawan, Dion! Aku ini nenekmu! Nggak perlu nyembunyiin fakta!” tukas Padmi.Alma makin terlihat gelisah.Dion menunduk, sementara Renzo mulai melihat ada yang tidak beres.“Iya, Nek. Kesepakatan kami adalah mengenai hubungan sebagai suami istri. Alma dan saya tidak pernah saling mengekang dan kami bebas melakukan apa saja.”“Dengan kata lain?” Padmi tampak tidak puas akan jawaban yang disamarkan tersebut.“Dengan kata lain, Alma masih melanjutkan hubungan dengan kekasihnya dan saya memilih sendiri.”“Apa?! Kalian berselingkuh satu sama lain?! Lalu Piandra itu anak siapa?!” pekik ayahnya syok.Ibu Dion terperangah dengan mata berkac
Sudah hampir pukul sebelas malam Gya belum juga tidur. Dia menunggu Renzo membawa kabar berita untuknya.Tidak ada telepon atau pesan yang pria itu kirimkan untuknya. Gya mulai resah.Usahanya menelepon Leo dan Dion juga sia-sia. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengangkat. Wanita itu mulai resah dan khawatir. Apakah ayahnya kembali memburuk? Apakah Renzo terluka dan kecewa?Berbagai kalimat dengan awalan apakah memenuhi benaknya. Bagaimana jika gagal?Ini adalah masa paling menjengkelkan dan menegangkan bgai Gya. Tidak ada satu pun yang bisa ia lakukan.Materi untuk mahasiswanya besok belum selesai dia baca ulang. Ada dua kuis yang juga belum dia persiapkan. Satu jam lagi menjelang tengah malam dan Gya mulai berada di ujung putus asa.Keresahannya mengunung dan menguasai dirinya saat ini.Dentang bel di pintu mengejutkan wanita itu dan hampir melonjak dari kursinya.Tidak lagi sabar, Gya setengah berlari menuju pintu depan
Silka duduk termenung di kantin sementara menunggu Ignar dan Renzo. Mereka berniat untuk kembali ke salatiga sore ini, setelah kuliah, karena ulang tahun perkawinan Shana dan Keenan akan dirayakan akhir pekan ini, hanya kalangan keluarga.Sementara dia masih bingung memilih kado untuk orang tuanya, benaknya juga memikirkan mengenai kekasih yang sepertinya tidak kunjung ia dapatkan.Para pria hanya sekedar menggodanya, tapi tidak ada yang melanjutkan untuk mengajak Silka keluar.Dirinya bukan gadis yang judes atau jual mahal. Kata-katanya memang kadang ketus saat ada cowok yang mulai kurang ajar, tapi Silka berusaha terbuka.‘Apakah normal umur hampir sembilan belas tahun masih jomblo dan nggak pernah ngerasain dicium cowok?’ batin Silka.Dia memang kurang berminat akan hal-hal itu. Tapi setiap melihat kemesraan Gya dan Renzo, kadang Silka iri. Dia ingin memiliki pria yang memanjakan dan memperhatikan dirinya.Pesan dari Renzo dan