“Coba dipercepat sedikit!” pinta Rose terus menerus mengetukkan jari pada meja komputer.
“Baik, Nona.” Ronald mengangguk dan mempercepat rekaman cctv.
“Stop!” perintah Rose melebarkan mata ketika isi rekaman menunjukkan seseorang yang mencurigakan.
Orang yang dimaksud adalah Jackson. Ia mengendap-endap penuh hati-hati memasuki ruangan cleaning service. Di tangan Jackson terlihat sedang memegang sebuah jam tangan.
“Tuan Jackson?” semua orang mulai bertanya-tanya keheranan pada Jackson.
“Orang itu bukan aku!” kilah Jackson ragu-ragu membuka mulut dan kaki bergerak-gerak tidak tenang.
“Untuk memperjelas, coba di zoom, Tuan,” pinta Levon dengan pandangan tidak terlepas dari layar komputer yang berisi rekaman cctv di depan pintu cleaning service.
“Kamu benar, Lev. Cepat, Tuan Ronald!” Rose mempertegas ucapan Levon.
“Baik.” Ronald mengezoom tangan Jackson. Semua orang lebih mencondongkan tubuh ke depan dengan melebarkan mata menatap layar komputer. Sementara itu, Jackson semakin berkeringat dan salah tingkah.
Dan ternyata benar, Jackson mengendap-endap masuk ruangan cleaning service dengan membawa jam tangan milik Fletcher. Semua orang melongo, tidak menyangka pelakunya bukan Levon, melainkan supervisior cleaning service.
“Aku tidak menyangka, Tuan,” ucap Levon memasang wajah sedih menatap Jackson.
“Sekarang sudah jelas siapa pelakunya!” sambung Rose tersenyum miring ke arah Jackson. Rose juga menyipitkan mata ke arah Fletcher. Rose curiga pada Fletcher yang telah menyuruh Jackson untuk menjebak Levon.
“Kurang ajar! Rupanya kau yang telah mencuri jam tanganku!” gertak Fletcher sambil meraih kasar kerah baju Jackson.
“Tapi Tuan sendiri yang menyu—”
Bukk ...! Ucapan Jackson terpotong karena Fletcher memukul keras tepat di arah pipinya. Fletcher tidak ingin Jackson membuka mulut kepada semua orang bahwa dia yang menyuruhnya unyuk menjebak Levon.
Fletcher mendekatkan wajahnya kepada wajah Jackson, “Aku tidak menyangka, kau menjadikan Levon sebagai alat kriminalmu!” raung Fletcher meraih lagi kerah baju baju Jakson dengan kasar, tetapi matanya seakan memberikan kode mata kepada Jackson.
Levon tersenyum miring dan berkata dalam hati, “Kau memang biadab, Fletcher! Kau menutupi kejahatanmu dengan menusuk temanmu sendiri.”
Bersamaan dengan itu, tak disangka, Tuan Pulisic datang ke ruangan IT. Semua orang langsung setengah membungkuk dan memasang wajah hormat. “Tuan?” sapa semua orang pada Tuan Pulisic.
“Ada apa? Mengapa kalian berkumpul disini? Bukankah ini sudah waktunya kalian bekerja?” tanya Tuan Pulisic dingin menunjukkan gestur tidak suka.
“Maaf, Tuan. Kami sedang melihat rekaman cctv untuk mengetahui pencuri jam tanganku. Dan sekarang pencurinya tertangkap,” jawab Fletcher sambil menunjuk Jackson.
“Dia bukan hanya mencuri, Tuan, tetapi juga menjebak Levon. Ia meletakkan jam tangan itu di loker pakaian milik Levon,” tambah Rose sambil menatap geram ke arah Jackson.
“Apa?” Ketika mendengar nama Levon, Tuan Pulisic langsung memutar bola mata kepada sosok Levon. Awalnya ia tidak begitu tertarik dengan masalah ini, tetapi karena ada nama Levon, ia langsung marah menoleh ke arah Jackson.
“Kau biadab! Perilakumu itu lebih rendah dari binatang! Kau tidak pantas berada di perusahaan ini! Kau bukan hanya mencuri, tetapi kau telah menjebak orang lain. Mulai hari ini, kau dipecat!” raung Tuan Pulisic dengan tatapan iblis yang sangat menyeramkan pada Jackson yang tengah menunduk di hadaoannya.
Semua orang mematung tak percaya, Baru kali ini Tuan Pulisic menampakkan kemarahan begitu menakutkan.
“Ampun, Tuan. Saya—”
“Kau banyak bicara!” sela Fletcher dengan nada tinggi sambjl menyeret Jackson keluar dari ruangan.
Kemarahan Tuan Pulisic mereda, “Silahkan kembali bekerja.”
“Baik, Tuan,” jawab para karyawan mengangguk.
“Dan untukmu, Levon, sekarang pergi ke ruanganku,” ucap Tuan Pulisic tersenyum menatap Levon.
Semua orang yang masih berada di ruangan IT, tampak dibuat melongo kembali setengah tidak percaya. Bagaimana mungkin, Tuan Pulisic yang dikenal datar dan mahal senyum, kini ia justru tersenyum pada staf rendahan seperti Levon. Bukan hanya itu, selama ini jarang ada staf yang diperintahkan masuk ke dalam ruangan Tuan Pulisic.
“Baik, Tuan,” jawab Levon mengangguk.
Levon mengikuti Tuan Pulisic yang keluar terlebih dahulu dari ruangan IT. Ia tersenyum miring, tetapi di detik selanjutnya ia kembali menampilkan wajah konyol ke arah staf yang masih ada di sana.
Semua mata tertuju pada Levon. Mereka menatap iri dan dengki pada Levon yang selama ini dianggap sampah di perusahaan. Hanya ada satu orang yang senang atas sikap yang ditunjukkan Tuan Pulisic kepada Levon, yakni Rose.
Levon mengikuti Tuan Pulisic masuk ke dalam lift. Setelah masuk dan menekan angka sepuluh, keadaan berubah drastis. Kini terlihat jelas, siapa atasan dan bawahan yang sebenarnya. Pulisic langsung menciut mengempiskan dada, dan membungkukan badan di samping Levon yang memperlihat aura Sang Penguasa.
“Kerjamu hari ini sangat buruk, Pulisic!” seru Levon menghembuskan napas kasar tanpa menoleh ke arah Pulisic yang tampak gemetar.
“Ampun, Tuan.”
“Hari ini kau benar-benar bodoh! Sikapmu hari ini terlalu berlebihan di hadapan orang banyak. Yang pertama, kau tidak mengontrol emosimu saat kau mendengar namaku dijebak oleh Jackson. Yang kedua, kau tersenyum padaku, padahal kau jarang tersenyum pada orang lain. Sikapmu hari ini pasti menimbulkan kecurigaan di mata mereka ... Aku tidak mau sikap bodohmu terulang kembali. Belum waktunya orang lain tahu identitasku. Ingat itu!” tegas Levon memperingatkan Pulisic tanpa melirik ke arahnya
“Ba—baik, Tuan. La—lain kali, saya akan lebih hati-hati dalam bertindak,” jawab Pulisic dengan napas dan detak jantung menjadi cepat. Ia seperti mencoba bersembunyi dari tatapan menyala milik Levon.
“Bagus! Lalu bagaimana dengan Ethan?” tanya Levon mengalihkan pembahasan.
“Sekarang dia pasti sudah menunggu di luar ruangan CEO, Tuan,” jawab Pulisic masih tetap menunduk.
Pintu lift terbuka, Levon kembali menampilkan wajah konyol dan mengikuti Pulisic dari belakang. Di depan pintu ruangan CEO, Ethan sudah berdiri setengah membungkuk memberi hormat kepada Pulisic.
“Selamat pagi, Tuan,” sapa Ethan tersenyum.
Pulisic tidak menjawab Ethan, ia terus melewati Ethan dan membuka pintu ruangan CEO.
“Tuan Ethan? Mengapa Tuan berada disini?” tanya Levon seolah-olah tidak tahu tujuan Ethan datang ke perusahaan LEO Group. Ethan tidak menjawab Levon, ia justru menunjukkan wajah geram pada Levon.
“Mengapa Tuan menatapku seperti ini?” tanya Levon berpura-pura sedikit takut dengan tatapan Ethan.
“Apakah kau datang kesini hanya untuk berdiri di sana?” tanya datar Pulisic yang sudah duduk di sofa ruangan CEO.
“Baik, Tuan,” jawab Ethan sambil masuk ke dalam ruangan dan berdiri sejauh satu meter menghadap Pulisic. Levon pun demikian, ia berdiri di samping Ethan.
“Kau sudah tahu, mengapa aku memanggilmu kesini?” tanya Pulisic pada Ethan dengan ekpresi marah.
“Iya, Tuan,” jawab Ethan menunduk.
“Kau tahu? Akibat perbuatanmu yang menghina pengunjung tadi malam, kau telah mencoreng nama restoran RDO!” Nada bicara Pulisic semakin meninggi. “Memalukan!”
“Tuan tahu darimana?” tanya Ethan penasaran, meski ia yakin Levon sudah melaporkan kejadian tadi malam.
“Tuan Leo sendiri yang memberitahuku!” Pulisic menghentakkan kakinya sambil berdiri menatap marah pada Ethan.
Ethan melongo setengah tidak percaya, “Tu—tuan Leo? Bukankah ia berada di Turki?” Ethan gemetar mendengar Tuan Leo, orang yang tahu kejadian tadi malam. Otaknya langsung berpikir keras, tidak mungkin Levon, Si cleaning service yang memberitahu Tuan Leo. Tidak mungkin Levon mengenal Tuan Leo dari Turki.
“Mengapa kau terkejut, Ethan? Tidak ada yang mustahil bagi Tuan Leo. Meski berada di Turki, ia tetap tahu pekerjaan anak buahnya disini!” geram Pulisic mengeraskan rahang memutari Ethan dengan tatapan iblis. “Tuan Leo sangat marah, ada pengunjungnya yang dihina oleh CEO restoran RDO sendiri.”“Ampun, Tuan. Sampaikan permintaan maafku pada Tuan Leo,” balas Ethan memelas sambil menurunkan badannya dan bersujud di kaki Pulisic.“Bukan kakiku yang harus kau cium, Ethan,” respon Pulisic tetap membiarkan Ethan mencium sepatu bersihnya.Ethan mengangkat alis, “Lalu? Siapa Tuan?”“Tuan Leo tidak akan memecatmu, asal kau mencium kaki pengunjung yang kau hina,” jelas Pulisic.Ethan membulatkan mata dan berdiri lagi, “Tidak mungkin, Tuan,” kata Ethan sambil melirik jijik ke arah Levon. Ethan semakin merasa jijik ketika melihat sepetu bekas yang melekat pada kaki Levon. “
Levon tidak segera merespon ucapan Pulisic. Ia melangkah pada sofa dan mendaratkan pantatnya pada permukaan sofa, “Ceritakan!” perintah Levon dengan tatapan dingin pada Pulisic yang berdiri di hadapannya. “Omset perusahaan LEO Group di bulan ini sedang mengalami penurunan, Tuan,” jawab Pulisic dengan posisi masih berdiri di hadapan Levon. Ia sudah siap mendengar amarah dari Sang Tuan. Biasanya, Levon sangat marah ketika mendengar omzet perusahaan menurun. tidak seperti biasanya, Levon justru menguap mendengar penjelasan Pulisic. Ia tidak menunjukkan amarah sedikit pun, “Aku sangat mengantuk,” ucap Levon santai, lalu menepuk-nepuk sofa kosong disampingnya, “Kemarilah Tuan Pulisic, duduklah disampingku.” Pulisic menurut, ia melangkah dengan rasa takut. Pulisic duduk di samping Levon dengan wajah penuh keringat, padahal di ruangan ini sudah sangat dingin. Levon memang tersenyum, tetapi Pulisic mengartikan senyuman Levon adalah bahaya bagi dirinya. “Menga
Pada jam istirahat, Levon bergegas pergi ke kantin khusus staf karyawan yang disediakan oleh perusahaan LEO Group yang berada di lantai empat. LEO Group menyediakan kantin agar semua staf karyawan tidak keluyuran pada jam istirahat. Menu di kantin perusahaan ada yang sederhana sampai harga mewah.Disana sudah ada staf karyawan yang lain. Levon disambut cibiran oleh Fletcher, “Wow lihatlah! Si Sampah sudah datang. Apakah kalian yakin mau makan disini? Pasti kalian muntah melihat Sampah ada di sini,”“Lebih baik kau pergi dari sini!” usir Eric dengan tatapan mata menghina. Beberapa hari ini, Eric memang tidak masuk kantor karena sakit.“Ya benar ....” yang lainnya menjawab.“Apa-apaan kalian. Kantin ini diperuntukkan semua staf karyawan tanpa kecuali!” Rose kesal dengan sikap mereka. Ia berdiri dan menghampiri Levon, “Ayo Lev, makan bersamaku.”Levon masih tak bergerak, ia melebarkan b
Levon melebarkan senyuman, “Terima kasih, Tuan, tetapi saya ingin masuk kesana.” Penolakan dari Levon menimbulkan berbagai reaksi dari semua orang. Ada yang punya harapan kembali untuk menemani Levon pergi ke ruangan bawah tanah secara gratis. Ada juga yang tak sedikit mengatakan Levon adalah manusia bodoh karena menolak uang sebanyak itu.“Sudahlah, Lev. Saya yakin orang miskin sepertimu lebih membutuhkan uang daripada hiburan. Bayangkan! Dengan uang sebanyak 25 juta dolar bisa merubah hidupmu. Kau juga bisa berhenti dari perusahaan ini untuk menikmati uang sebanyak itu.” Fletcher memutari Levon untuk memanas-manasinya.“Maaf, Tuan ... Sekali lagi, terima kasih atas penawarannya. Uang 25 ribu dolar itu sangat banyak, tetapi saya ingin menikmati keindahan di ruangan bawah tanah restoran RDO.” Levon menolak secara halus. Ia tampak sama sekali tidak goyah dengan uang sebanyak 25 ribu dollar.“Aku bangga padamu, Lev,”
“Ya! Siapa dirimu yang membuatku semakin kagum?” tanya Rose melebarkan senyuman.Levon menghembuskan nafas pelan sambil mengerutkan hidung, “Aku manusia.”“Hahahaha ... Dan kau juga seorang laki-laki.”“Bukan ... aku seorang pria.”“Hahahaha ... kau sangat manis sekali.”“Apakah kita gagal?” tanya Levon sambil tangannya mengekspresikan seperti orang yang sedang makan.“Hahahaha ... baiklah.” Levon dan Rose pergi ke restoran sederhana di samping perusahaan LEO Group.Ketika Levon dan Rose selesai makan, mereka kembali untuk melanjutkan pekerjaan. Di detik itu juga, Levon penasaran pergi ke ruangan P3K perusahaan yang berada di lantai dua.Levon mengintip di balik pintu yang sedikit terbuka. Dia tersenyum miring melihat Fletcher sudah bangun dari pinsannya dan sedang berbicara dengan Eric yang sudah duduk di kursi sebelah ranjang pasien.
Setelah sampai di depan pintu ruangan Rose, Levon menyengir mendengar perselisihan antara Rose dan Fletcher. Ia mengerti, Fletcher sedang melancarkan aksinya untuk mendapatkan cinta Rose.Pintu ruangan Rose terbuka lebar, sehingga Levon masuk begitu saja dan berpura-pura tidak tahu ada Fletcher di dalam, “Permisi, Nona— Tuan Fletcher?” Levon berpura-pura menghentikan langkah dan sedikit terkejut dengan keberadaan Fletcher.“Kebetulan sekali kau ada disini, Sampah!” pekik Fletcher dengan tatapan mata merendahkan Levon.“Levon?” sapa Rose lembut.“Sepertinya aku menganggu waktu kalian,” balas Levon sambil memutar badannya.“Tunggu, Levon.” Fletcher berkata lembut tersenyum palsu sambil menghampiri Levon. “Apakah kau lupa, kau telah memukulku di kantin? Kau bisa saja kulaporkan pada polisi atas tuduhan penganiayaan kepadaku, tetapi kau tak perlu khawatir. Kau tidak akan kulaporkan
“Hahahaha,” Levon justru tertawa menatap Fltecher.“Mengapa kau tertawa, Bodoh?” tanya Fletcher dengan senyuman miring. Ia menganggap Levon sudah gila.“Tuan, saya mengejarmu bukan untuk memohon padamu agar tidak melaporkanku pada polisi. Apalagi memberikan dua tiket itu secara sia-sia kepada Tuan,” jelas Levon menertawakan Fletcher.Fletcher menampar keras Levon dengan tatapan marah, “Lalu untuk apa kau mengejarku kalau bukan untuk itu?”“Untuk ini.” Levon tersenyum seperti tidak merasakan adanya tamparan. Ia mengambil hp di kantong celana dan memberikan pada Fletcher.“Kau sepertinya sudah gila!” Fletcher tidak mau mengambil hp itu, tapi beberapa detik kemudian ia menyengir dan tertawa keras, “Kau memang benar-benar sudah gila karena takut masuk penjara.”Levon tak mau kalah, ia juga tertawa keras seirama dengan Fletcher. Dan itu justru membuat Fletch
“Aku sang penguasa!” Levon menyeringai dan hanya menjawab dari dalam hatinya. Ia terus tetap melangkah meninggalkan Fletcher.Levon mengambil peralatan cleaning service di ruangan lantai satu. Levon tak langsung pergi ke ruangan Rose. Ia pergi ke ruangan CEO terlebih dahulu.Melihat pintu bergerak, Pulisic spontan berdiri dari meja kerjanya. Ia tahu siapa yang membuka pintu itu. Hanya Sang Tuan dan dirinya yang dapat membuka pintu ruangan CEO.“Tuan?” sapa ramah Pulisic dengan posisi setenga membungkuk tanda hormat.“Ada tugas untukmu,” ucap Levon tanpa basa-basi. Tatapannya begitu dingin dan sangat serius.“Siap, Tuan. Saya akan menjalankan tugas itu!” respon cepat Pulisic dengan sikap sempurna seperti seorang prajurit yang siap menerima tugas dari komandan perang.“Cepat kau hapus permanen rekaman cctv yang mengarah pada lift. Sebelum ada yang tahu, hapus rekaman yang memper