“Apa? Tidak mungkin.” Fletcher terkejut setengah menahan malu setelah tahu rekaman video itu bukan Levon dan wanita jal*ng, melainkan video p*rno. Semua pengunjung yang mendengar, menertawakan Fletcher.
“Diam!” teriak Fletcher sambil mematikan hp itu. Fletcher menatap tajam Levon sambil menelepon seseorang.
“Kau salah mengirim video, sialan!” umpat Fletcher pada sesorang yang diteleponnya.
“Maaf Tuan, sepertinya ada yang menghack isi rekaman itu,” jawab seseorang yang ditelepon Fletcher.
“Bangsat!” kesal Fletcher sambil mematikan teleponnya dan menghampiri Levon penuh amarah.
“Siapa dibalik semua ini, Sampah? Siapa yang kau suruh untuk menghack isi rekaman video bejatmu bersama wanita jal*ng itu?” hardik Fletcher sambil menarik kerah baju setengah mencekik Levon.
“Apa kau sudah gila , Fletcher?” murka Rose sambil melepaskan cengkeraman tangan Fletcher pada Levon.
“Aku tidak mengerti apa maksudmu, Tuan?” Levon memasang wajah sedih sambil membenarkan kerah bajunya.
“Jangan berpura-pura sok polos, Sampah ... dibalik wajah polosmu itu, kau sangat licik.” Nada suara Fletcher meninggi sehingga terdengar ke luar restoran. Satpam datang menghampiri mereka, tetapi ia tidak berani berbuat banyak karena disana ada sosok Fletcher dan Rose. Alasannya mereka adalah staf perusahaan terbesar di Amerika. Bukan hanya itu, restoran RDO dengan LEO Group mempunyai hubungan yang kuat.
“Mengapa Tuan sangat membenciku? Mengapa Tuan selalu menuduhku?” tanya Levon menatap Fletcher dengan mata sayu.
“Jangan kau dengarkan ucapannya, Lev. Dia seorang bajingan!” tegas Rose, sementara Fletcher semakin geram kepada Levon.
“Sampah!” Fletcher memaki Levon sambil memukul keras pipi Levon sampai berubah warna. Levon memegang pipinya dan merintih kesakitan.
Plak ... Rose refleks menampar Fletcher sebagai balasan perbuatannya pada Levon.
“Rose?” Fletcher terkejut dengan tamparan Rose.
“Sebaiknya kau pergi, bajingan!” seru Rose pada Fletcher sambil menunjuk arah pintu.
Levon tersenyum dalam hati menyaksikan tamparan Rose pada Fletcher, “Senjata makan tuan, bodoh! Bukan orang lain yang menghack cctv yang ada di ruangan itu, melainkan diriku sendiri.” Levon memang pandai dalam segala hal, termasuk teknologi. Ia mampu menghack cctv dalam waktu yang sangat singkat. Ia menjalankan aksinya di mobil, saat perjalanan dari bar menuju restoran RDO.
Di detik ini, manajer restoran RDO, Tuan Ethan keluar dari dalam dan menghampiri mereka, “Tuan Fletcher? Nona Rose?” sapa Ethan ramah yang sudah sangat mengenal mereka.
“Aku ingin kau mengusirnya dari sini!” Fletcher tanpa basa-basi langsung menyuruh Ethan yang baru datang untuk mengusir Levon.
“Kau bukan pemilik restoran ini, bajingan!” Rose mengingatkan Fletcher.
“Aku tahu! Pemilik restoran ini dan perusahaan LEO Group sama, yakni Tuan Leo dari Turki. Dan aku memegang peranan penting di perusahaan LEO Group,” ucap Fletcher menyombongkan diri.
“Tidak ada hubungannya,” sahut Rose dengan tatapan jengkel pada Fletcher.
“Jelas ada hubungannya! Perusahaan LEO Group dan restoran RDO memiliki image yang bagus ... Dan kita sudah tahu bahwa restoran RDO terkenal dengan kemewahannya. Yang datang ke restoran ini hanya dari kalangan atas. Aku khawatir jika ada gelandangan yang masuk ke dalam restoran ini, image dari restoran RDO akan hancur,” jelas Fletcher memanas-manasi Ethan sambil melirik sinis ke arah Levon.
“Otakmu sudah konslet, Fletcher. Bicaramu semakin tidak nyambung sama sekali ... Ow ya, dia Levon, bukan gelandangan. Dia juga berkerja di LEO Group.” Rose membela Levon. Ia sangat kesal pada Fletcher.
Fletcher menghiraukan ucapan Rose dan menatap Ethan, “Bayangkan, Tuan Ethan.”
“Kau benar, Tuan Fletcher. Yang boleh datang ke restoran ini hanya dari kalangan atas. Aku tidak mau ada orang rendah seperti dirinya mengotori tempat ini,” ucap Ethan menatap dengan tatapan hina pada Levon. Fletcher menyeringai, ia puas Ethan menuruti kemauannya.
“Saya pikir, Tuan adalah orang terhormat yang tidak mengenal sistem kasta.” Levon kali ini bersuara. Yang tadinya ia menunduk, kini terpaksa mendongak dan menatap kecewa pada Ethan.
"Hahaha...." Justru Ethan dan Fletcher tertawa mendengar ucapan Levon.
“Mengapa kalian tertawa? Ucapan Levon itu benar! Malam ini aku juga kecewa dengan sikapmu, Tuan Ethan,” ucap Rose mengangkat dagu . Ethan dan Fletcher berhenti tertawa.
“Maaf Nona, saya hanya ingin menjaga image restoran ini saja,” kata Ethan ramah pada Rose.
“Saya rasa anda salah menilai Tuan Leo. Saya yakin, Tuan Leo orang yang sangat baik dan tidak mengenal sistem kasta ... saya yakin jika Tuan Leo tahu sifat Tuan Ethan, ia pasti memecat anda,” ucap Levon menatap kecewa Ethan, tetapi lagi-lagi Ethan dan Fletcher tertawa.
“Haha siapa dirimu, Sampah? Aku saja yang menjabat sebagai direktur keuangan sampai detik ini belum tahu sosok Tuan Leo, apalagi dirimu si cleaning service,” tanggap Fletcher sambil tertawa terbahak-bahak.
“Sampah sepertimu memang pandai mengarang cerita,” sambung Ethan sambil menahan tawa.
“Ingat ucapanku, Tuan Ethan. Jika Tuan Leo tahu, ia pasti memecat Tuan!” tegas Levon, tetapi Ethan dan Fletcher menganggap ucapan Levon sebagai lelucon saja. Levon menghiraukannya, ia memilih untuk pergi dari restoran. Rose juga kesal kepada Ethan dan Fletcher, ia mengikuti Levon keluar.
“Mengapa kau ikut keluar, Rose?” tanya Fletcher dengan mata melebar dan menyatukan alis, tetapi Rose menghiraukan dan tetap melangkah keluar. Fletcher tentu semakin kesal dan dendam kepada Levon.
Levon keluar dengan senyuman, ia memikirkan nasib Ethan. Ia ingin tahu, apakah hari esok Ethan masih tertawa terbahak-bahak atau justru akan berlutut di kakinya. Levon juga memikirkan Fletcher, ia tak sabar menunggu permainan selanjutnya dari Fletcher. Sekitar 30 meter dari restoran RDO, Levon berhenti dan duduk di bangku jalan di bawah pohon besar pinggir jalan.
“Jalanmu sangat cepat, Lev,” ujar Rose sedikit ngos-ngos an yang sedari tadi mengikuti Levon.
“Mengapa Nona mengikutiku?” Levon berdiri.
“Aku juga kesal kepada mereka ... Mengapa berdiri? Duduklah!” perintah Rose sambil duduk dan mengatur napasnya. Levon juga duduk disamping Rose.
“Lev?” Rose menoleh ke samping.
“Ya, Nona?” Levon menoleh ke arah Rose.
“Aku sedikit penasaran dengan ucapanmu mengenai Tuan Leo di restoran barusan ... Kau sangat yakin Tuan Leo itu orang yang baik, padahal sampai detik ini tidak ada satu pun yang tahu tentang sosok Tuan Leo,” kata Rose memasang wajah serius setengah penasaran.
“Apakah sosok Tuan Leo sangat misterius? Apakah di internet tidak ada beritanya?” Levon justru juga sangat penasaran dengan sosok Tuan Leo, meskipun ia tahu Tuan Leo adalah dirinya sendiri.
“Hanya berita saja, tidak ada satu pun foto dan video tentang dirinya ... karena jika ada yang berani memasang foto atau video tentang dirinya, maka orang itu akan celaka ... kejam bukan?”
“Benarkah?” respon Levon setengah tidak percaya.
“Yaa ... Makanya, aku penasaran ... mengapa dirimu mengatakan Tuan Leo itu sangat baik. Apakah kau mengenal sosok Tuan Leo?” Rose menatap tajam Levon.
“Aku ....” Levon menghela napas dan juga menatap tajam Rose. Matanya seakan memberi isyarat bahwa ia akan memberitahu sesuatu pada Rose.
“Ya...?” Rose tidak mengedipkan mata menatap Levon. Ia tidak sabar menunggu jawaban dari Levon.“Saya hanya menebak saja sosok Tuan Leo, setengah memberikan sedikit ancaman kepada Tuan Ethan agar sikapnya tidak semena-mena... tapi mereka justru tertawa dan mengangap ucapanku sebagai lelucon. Saya memang bodoh, tidak pandai mengarang cerita,” jelas Levon menyengir sambil memiringkan kepala menyipitkan mata.Rose menghela napas dan beberapa detik kemudian, ia tertawa sambil menepuk paha Levon, “Rupanya kau sedikit berani juga, Lev. Kau harus belajar lagi untuk meyakinkan sesorang bahwa ucapanmu itu fakta.”“Hehehe”“Aku tahu, kau melakukannya karena dirimu merasa kesal dan—” Rose tiba-tiba berhenti berkata dan bagai mikir seharusnya ia tak mengatakan ini pada Levon.“Dan selalu dihina oleh orang lain ... saya sudah terbiasa dengan itu,” sambung Levon tersenyum menatap
“Kau ...?” Rose dan Levon terperangah melihat kehadiran Fletcher, tanpa disadari ia sudah ada di meja makan sebelah.“Dasar Sampah tidak berguna! Bisanya hanya mengkhayal ... Mana mungkin orang miskin sepertimu bisa datang ke ruangan bawah tanah? Alam mimpi pun tidak sudi menerima orang kotor sepertimu!” sindir Fletcher di tempat duduk meja makannya. Ia tertawa sinis pada Levon.“Mengapa kau mengikuti kami, bajingan?” Rose spontan berdiri dan melotot pada Fletcher. Hal itu membuat para pengunjung melirik ke arah mereka.Fletcher berdiri menghampiri mereka, “Duduklah sayang ... Aku mengikutimu karena ingin menjagamu dari niat tangan kotor itu,” pungkas Fletcher lembut sambil melirik Levon dengan mata menyempit.“Ayo kita pergi dari tempat ini, Lev,” kesal Rose pada Fletcher sambil menarik tangan Levon, tetapi Levon tidak berdiri menuruti kemauan Rose.“Nona, makanannya dihabiskan dulu
“Maafkan aku, Rose. Maafkan jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu.” Levon langsung menunduk dan mengatupkan tangan di depan dada. Rose terlihat marah, tetapi detik berikutnya berubah tertawa keras sampai memegangi perut, “Hahaha kau lucu, Lev. Kau seperti mobil tanpa rem.” “Hehehe.” Levon hanya bisa menyengir sambil menggaruk kepala. “Oke! Berhubung kau bertanya banyak sekaligus dengan super cepat maka kujawab juga dengan super cepat ... nama Papaku, Frankie. Nama Mamaku, Evelyn. Papa mempunyai perusahaan industri kimia di Washington. Dan mereka tinggal di rumah Washington agar lebih dekat dengan perusahaan. Seminggu sekali, Papa dan Mama mengunjungiku kesini.” Rose membalas Levon dengan menjawab pertanyaan dengan super cepat. “Oke! Kalau Papamu punya perusahaan, mengapa Rose tidak bekerja disana?” Levon tak mau kalah, ia bertanya lagi dengan super cepat. “Karena aku ingin mandiri dan untuk mencapai terget hidup.” Rose masih men
Keesokan hari, Levon berangkat ke kantor dengan peran seperti biasa. Levon langsung pergi menuju ruangan cleaning service untuk mengganti pakaian lusuhnya dengan seragam khusus cleaning service.Saat Levon membuka loker pakaian miliknya, ia kaget dan tak percaya. Di dalam loker ada jam tangan mahal merk Rolex. Beberapa detik, kekagetan Levon berubah menjadi sengiran, “Kau masih ingin bermain denganku? Sepertinya aku harus memberikan pelajaran padamu.” Yang dimaksud Levon adalah Fletcher. Ia tahu, jam tangan mahal yang ada di loker pakaian adalah milik Fletcher. Otak Levon bekerja, ia mengerti jam tangan ini dijadikan alat untuk menjebak dirinya.“Kau licik, Fletcher. Dan sedikit pintar,” gerutu Levon menyeringai sambil mengambil jam tangan.Bersamaan dengan itu, Fletcher, Jackson, dan beberapa staf lainnya datang ke ruangan Levon.“DASAR MALING!” teriak Fletcher menatap marah pada Levon yang sedang mem
“Coba dipercepat sedikit!” pinta Rose terus menerus mengetukkan jari pada meja komputer.“Baik, Nona.” Ronald mengangguk dan mempercepat rekaman cctv.“Stop!” perintah Rose melebarkan mata ketika isi rekaman menunjukkan seseorang yang mencurigakan.Orang yang dimaksud adalah Jackson. Ia mengendap-endap penuh hati-hati memasuki ruangan cleaning service. Di tangan Jackson terlihat sedang memegang sebuah jam tangan.“Tuan Jackson?” semua orang mulai bertanya-tanya keheranan pada Jackson.“Orang itu bukan aku!” kilah Jackson ragu-ragu membuka mulut dan kaki bergerak-gerak tidak tenang.“Untuk memperjelas, coba di zoom, Tuan,” pinta Levon dengan pandangan tidak terlepas dari layar komputer yang berisi rekaman cctv di depan pintu cleaning service.“Kamu benar, Lev. Cepat, Tuan Ronald!” Rose mempertegas ucapan Levon.“Baik.&rdqu
“Mengapa kau terkejut, Ethan? Tidak ada yang mustahil bagi Tuan Leo. Meski berada di Turki, ia tetap tahu pekerjaan anak buahnya disini!” geram Pulisic mengeraskan rahang memutari Ethan dengan tatapan iblis. “Tuan Leo sangat marah, ada pengunjungnya yang dihina oleh CEO restoran RDO sendiri.”“Ampun, Tuan. Sampaikan permintaan maafku pada Tuan Leo,” balas Ethan memelas sambil menurunkan badannya dan bersujud di kaki Pulisic.“Bukan kakiku yang harus kau cium, Ethan,” respon Pulisic tetap membiarkan Ethan mencium sepatu bersihnya.Ethan mengangkat alis, “Lalu? Siapa Tuan?”“Tuan Leo tidak akan memecatmu, asal kau mencium kaki pengunjung yang kau hina,” jelas Pulisic.Ethan membulatkan mata dan berdiri lagi, “Tidak mungkin, Tuan,” kata Ethan sambil melirik jijik ke arah Levon. Ethan semakin merasa jijik ketika melihat sepetu bekas yang melekat pada kaki Levon. “
Levon tidak segera merespon ucapan Pulisic. Ia melangkah pada sofa dan mendaratkan pantatnya pada permukaan sofa, “Ceritakan!” perintah Levon dengan tatapan dingin pada Pulisic yang berdiri di hadapannya. “Omset perusahaan LEO Group di bulan ini sedang mengalami penurunan, Tuan,” jawab Pulisic dengan posisi masih berdiri di hadapan Levon. Ia sudah siap mendengar amarah dari Sang Tuan. Biasanya, Levon sangat marah ketika mendengar omzet perusahaan menurun. tidak seperti biasanya, Levon justru menguap mendengar penjelasan Pulisic. Ia tidak menunjukkan amarah sedikit pun, “Aku sangat mengantuk,” ucap Levon santai, lalu menepuk-nepuk sofa kosong disampingnya, “Kemarilah Tuan Pulisic, duduklah disampingku.” Pulisic menurut, ia melangkah dengan rasa takut. Pulisic duduk di samping Levon dengan wajah penuh keringat, padahal di ruangan ini sudah sangat dingin. Levon memang tersenyum, tetapi Pulisic mengartikan senyuman Levon adalah bahaya bagi dirinya. “Menga
Pada jam istirahat, Levon bergegas pergi ke kantin khusus staf karyawan yang disediakan oleh perusahaan LEO Group yang berada di lantai empat. LEO Group menyediakan kantin agar semua staf karyawan tidak keluyuran pada jam istirahat. Menu di kantin perusahaan ada yang sederhana sampai harga mewah.Disana sudah ada staf karyawan yang lain. Levon disambut cibiran oleh Fletcher, “Wow lihatlah! Si Sampah sudah datang. Apakah kalian yakin mau makan disini? Pasti kalian muntah melihat Sampah ada di sini,”“Lebih baik kau pergi dari sini!” usir Eric dengan tatapan mata menghina. Beberapa hari ini, Eric memang tidak masuk kantor karena sakit.“Ya benar ....” yang lainnya menjawab.“Apa-apaan kalian. Kantin ini diperuntukkan semua staf karyawan tanpa kecuali!” Rose kesal dengan sikap mereka. Ia berdiri dan menghampiri Levon, “Ayo Lev, makan bersamaku.”Levon masih tak bergerak, ia melebarkan b