Home / Urban / Sang Penguasa, Mr. Levon / Adegan di Dalam Ruangan

Share

Adegan di Dalam Ruangan

Author: imam Bustomi
last update Last Updated: 2021-08-26 15:42:12

Berselang beberapa menit, Levon dan wanita itu sudah berada di ruangan VVIP dan menuntun Levon menuju kasur. Kurang beberapa langkah, Levon mendorong keras wanita itu sampai terpental ke atas kasur.

“Hei pemuda tampan, bersabarlah dan jangan bermain kasar,” ketus wanita itu kesakitan.

“Siapa namamu, wanita jal*ng?” tanya Levon mempertebal ucapannya.

“Brenda.”

“Oke, Brenda. Malam ini kamu milikku!” seru Levon dengan tatapan menyeramkan sambil berjalan menghampiri Brenda dan menjambak rambutnya.

“Sakit, Tuan. Jangan bermain kasar!” pinta Brenda menahan sakit.

“Bukankah kamu sudah dibayar oleh Fletcher? Jadi aku berhak atas dirimu dan sesuka hatiku melakukan apa saja.”

“Anda sangat mabuk be—berat,” rintih Brenda karena Levon semakin menekan rambutnya.

Levon membanting tubuh Brenda, “Mabuk ataupun tidak, itu bukan urusanmu!” seru Levon sambil dengan tatapan mata seorang penjahat pada Brenda.

Brenda ketakutan, “Dengar, Tuan! Malam ini tubuhku milikmu, aku akan memuaskanmu dengan satu syarat ... jangan bermain kasar.” Ucapan Brenda sangat lembut. Ia berharap Levon luluh.

“Apakah aku tidak salah dengar? Anda tidak berhak memberi syarat apapun karena anda sudah dibayar!” Levon mengangkat dagu dan melebarkan matanya sebagai isyarat akan bermain kasar kepada Brenda.

“Baiklah, Tuan. Lakukan sesuka hatimu,” balas Brenda pasrah dengan gerakan gelisah dan menelan ludahnya sendiri.

Levon membuka pengait ikat pinggang dan menariknya. Kemudian  mencambukkan hingga memunculkan suara tertentu.

“Apa yang akan Tuan lakukan?” tanya Brenda gemetar dengan napas memburu.

“Untuk memukuli tubuhmu sampai memar,” jawab Levon menatap bringas kepada Brenda.

“Ma-maaf, Tuan. Sepertinya anda sudah kelewatan. Aku dibayar untuk memuaskan birahimu, bukan untuk disiksa,” kesal Brenda  dengan menatap arah lain sambil bangkit dari kasur, tetapi Levon segera menghempaskan tubuhnya lagi dengan keras.

“Justru birahiku akan puas ketika menyiksa wanita murahan seperti dirimu!” teriak Levon membuat Brenda merasa terancam.

“Tuan! Aku akan kembalikan uangnya padamu, tapi biarkan aku pergi dari sini.” Brenda memelas dengan mengatupkan kedua tangan di depan dada.

“Baiklah kalau begitu, berikan uangnya dan kamu boleh pergi.” Levon menurunkan suaranya.

Brenda bangun dan berjalan menuju sofa di sebelah kasur. “Ini uangnya, Tuan.” Brenda menyodorkan uang 500 dolar yang diambil dalam tasnya.

“Rupanya sebelum membawaku kesini, anda sudah kesini terlebih dahulu,” singgung Levon tersenyum kecut melihat tas Brenda berada di dalam ruangan.

Brenda tidak merespon ucapan Levon, ia segera pergi. Di depan pintu ruangan, ia berhenti dan menoleh ke belakang dengan ekspresi sangat kesal, “Orang miskin seperti dirimu memang lebih tertarik pada uang daripada keindahan tubuh seorang wanita.”

Levon menyengir, “Brenda! Dirimu sangat cantik. Aku yakin kamu akan mudah mendapatkan pekerjaan yang terhormat daripada pekerjaan murahan ini,” nasihat Levon sambil memasang ikat pinggangnya kembali. Brenda berpikir sejenak, lalu pergi meninggalkan ruangan.

Setelah selesai memakai ikat pinggang, Levon mengambil hp di dalam kantong celana dan menelpon Pulisic “Tunggu di depan bar!” perintah Levon dan langsung menutup teleponnya tanpa mendengar jawaban Pulisic.

Levon pun bergegas meninggalkan ruangan, di luar bar Pulisic sudah menunggu. Levon masuk ke dalam mobil bagian belakang dan langsung mengambil laptop di sampingnya.

“Apa yang dilakukan si bajingan itu kepada Tuan?” tanya Pulisic sambil melajukan mobilnya.

“Sedikit bersenang-senang. Dia mengira aku masuk ke dalam jebakannya. Dia mengira aku terpengaruh oleh minuman beralkohol. Dia mengira aku mabuk berat, padahal aku hanya berpura-pura saja. Dia mengira aku tidak sadar dengan kalimat terakhir darinya.” Levon menyengir sambil mengutak-atik laptopnya.

“Lalu, apa langkah selanjutnya yang akan Tuan lakukan?” tanya Pulisic penasaran.

“Mencari tahu rencananya,” ucap Levon sambil tetap mengotak-atik laptopnya.

Beberapa lama kemudian, Levon menyeringai menatap layar laptopnya, “Kamu memang pintar, tapi sayang kepintaranmu belum seberapa. Kamu pikir aku sebodoh yang kamu lihat? Kamu pikir akan bisa menghancurkanku? Kamu salah besar!”

“Bajingan itu memang sangat jahat,” geram Pulisic sambil menghentikan mobilnya yang sudah sampai di restoran RDO.

Sebelum Levon masuk ke dalam restoran, ia membagi-bagikan uang 500 dolar yang didapat dari Brenda kepada beberapa anak belasan tahun yang berkeliaran di area restoran. Levon berjalan lagi menuju ke dalam restoran, tetapi sebelum memasuki pintu otomatis, ia dihadang oleh satpam bertubuh besar.

“Maaf Pemuda, restoran ini tidak memberikan makanan gratis untuk seorang gelandangan.” Ucapan si satpam terlihat sopan, tapi tatapannya meremehkan penampilan Levon.

“Aku ingin makan di restoran ini,” ucap Levon lembut.

“Jangan bercanda, anak muda. Makanan dan minuman di restoran ini sangat mahal,” jawab si satpam sambil tertawa keras sampai didengar oleh pengunjung restoran.

“Aku benar-benar ingin makan disini, Tuan!” tegas Levon.

“Sepertinya anda sudah gila. Anda tahu harga satu minuman disini? Mungkin dirimu membutuhkan penghasilan satu tahun kerja untuk membeli satu minuman saja di restoran ini,” ucap si satpam sambil mendorong bahu Levon.

“Tuan! Aku berkata jujur. Di dalam sudah ada temanku yang menunggu. Izinkan aku masuk ke dalam,” ucap Levon memelas.

“Anda sudah melewati batas, membuat kesabaranku hilang. Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu.!” si satpam menggertakkan giginya untuk menakuti Levon.

“Nona Rose....” Levon justru berteriak sekencang mungkin. Si satpam semakin geram kepada Levon. Ia menghampiri dan mengayunkan tangan kanannya ke arah wajah Levon. Pukulan itu hanya sampai di depan wajah Levon karena dengan enteng tangan Levon menepisnya.

“Dengar Tuan! Aku sudah sabar dengan semua perlakuanmu padaku! Jangan membuatku marah dan memaksaku memukulmu!” Levon tiba-tiba memunculkan aura yang menakutkan kepada si satpam. Matanya tajam bak seekor elang membuat nyali si satpam menciut.

Di detik ini, Rose keluar dari restoran karena Levon berteriak memanggilnya. Levon langsung memasang aura orang biasa lagi.

“Levon?” sapa Rose.

“Maaf, Nona. Satpam ini tidak mengizinkanku masuk,” balas Levon sambil menunjuk si satpam.

“Mengapa anda tidak mengizinkan temanku masuk?” tanya Rose setengah memarahi si satpam di depannya.

“Maaf, Nona. Aku pikir dia berbohong.” 

Rose menarik tangan Levon dan membawanya masuk ke dalam. Pengunjung keheranan melihat ada wanita cantik memakai baju bermerk sedang menggandeng seorang yang terlihat gembel. Di dalam juga ada Fletcher yang sudah berada di meja makan. Hatinya langsung tersengat ketika melihat Levon digandeng oleh Rose.

“Levon sudah datang. Jadi silahkan kamu pergi dari sini,” kata Rose pada Fletcher yang sudah sampai dihadapannya sambil tetap menggandeng tangan Levon.

Fletcher marah, tapi beberapa detik kemudian ia tertawa keras, “Hahaha apakah setelah kamu puas bermain dengan Brenda, kamu masih berani datang kesini?”

“Apa maksudmu, Fletcher?” tanya Rose penasaran.

“Apakah kamu tahu, Sayangku. Dia sudah bercinta dengan seorang pelacur di ruangan bar,” jawab Fletcher sambil melirik dengan tatapan sindiran pada Levon.

“Apa yang kau katakan, Tuan?” tanya Levon sambil menggelengkan kepalanya.

“Kau benar-benar manusia sampah, Fletcher. Barusan kau datang kesini menemuiku dan mengatakan Levon menyuruhmu untuk menggantikannya. Dan sekarang kau menuduhnya!” Rose memarahi Fletcher sambil menunjuk-nunjuk dirinya.

“Aku tidak menuduh, Sayangku. Dan kamu akan percaya kepadaku setelah melihat rekaman menjijikkan ini. Rekaman ini akan menunjukkan betapa bejatnya Levon dibalik wajah polosnya itu,” ucap Fletcher tersenyum jahat sambil memberikan hpnya kepada Rose.

Rose mengambil hp dari tangan Fletcher dan membuka rekaman yang dimaksud. Betapa terkejutnya setelah ia memutar rekaman itu, “Dasar otak mesum!”

“Itulah sifat asli si sampah itu,” timpal Fletcher sambil tertawa keras sampai pengunjung restoran memperhatikan mereka dan ingin tahu rekaman apa yang diberikan Fletcher kepada Rose.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
edmapa Michael
gairah muda dalam cinta nan ceria
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang Penguasa, Mr. Levon   240. Akhir Cerita

    Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba

  • Sang Penguasa, Mr. Levon   239. Angelina Dalam Bahaya

    “Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela

  • Sang Penguasa, Mr. Levon   238. Angelina Masuk Sendirian

    “Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu

  • Sang Penguasa, Mr. Levon   237. Rencana Jahat Amelia

    Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se

  • Sang Penguasa, Mr. Levon   236. Wanita Itu Hanya Umpan

    Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent

  • Sang Penguasa, Mr. Levon   235. Bukan Sebuah Permainan

    Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status