“Ya...?” Rose tidak mengedipkan mata menatap Levon. Ia tidak sabar menunggu jawaban dari Levon.
“Saya hanya menebak saja sosok Tuan Leo, setengah memberikan sedikit ancaman kepada Tuan Ethan agar sikapnya tidak semena-mena... tapi mereka justru tertawa dan mengangap ucapanku sebagai lelucon. Saya memang bodoh, tidak pandai mengarang cerita,” jelas Levon menyengir sambil memiringkan kepala menyipitkan mata.
Rose menghela napas dan beberapa detik kemudian, ia tertawa sambil menepuk paha Levon, “Rupanya kau sedikit berani juga, Lev. Kau harus belajar lagi untuk meyakinkan sesorang bahwa ucapanmu itu fakta.”
“Hehehe”
“Aku tahu, kau melakukannya karena dirimu merasa kesal dan—” Rose tiba-tiba berhenti berkata dan bagai mikir seharusnya ia tak mengatakan ini pada Levon.
“Dan selalu dihina oleh orang lain ... saya sudah terbiasa dengan itu,” sambung Levon tersenyum menatap Rose.
“Semangat, Lev. Dan berdoalah pada Tuhan, semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan untukmu ,” ucap Rose tersenyum menatap Levon. Kini mereka saling berpandangan begitu dekat.
“Kau sangat tampan, Lev,” ujar Rose tiba-tiba.
“Nona terlalu berlebihan,” balas Levon menunduk dan dada mengempis.
Rose tiba-tiba mencium pipi Levon, “aku berkata jujur, kau sangat tampan.”
Levon mematung, ia tak percaya mendapat ciuman dari wanita cantik yang menjadi rebutan para lelaki.
Rose tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada Levon. Rose mendongakkan wajah Levon, sehingga kedua wajah itu saling memandang. Rose sedikit mengangkat tubuh dan menggerakkan mulut ke arah mulut Levon, tetapi Levon memundurkan kepala sebagai tanda penolakan.
“Jangan Nona ... Saya hanya seorang cleaning service. Dan ini tempat umum, banyak orang yang melihat,” tegur Levon megernyitkan dahi.
“Sungguh! Kau pria yang sangat baik, Lev. Aku semakin kagum padamu, kau berbeda dengan pria lainnya.” Mata Rose berkunang menatap Levon. Ia semakin yakin, Levon bukan pria bajingan yang mempunyai otak mesum saat dekat dengan seorang wanita.
“Oke, lebih baik kita pergi ke restoran lain ... Kau tunggu disini, aku mau mengambil mobilku dulu,” ucap Rose sambil berdiri dan berjalan menuju arah restoran RDO, mobilnya masih terparkir disana.
Setelah Rose berjalan jauh, Levon tersenyum kecut dan memasang aura bak seorang penguasa, “Hm kau nakal juga, Rose ... Aku bisa saja menerima ciumanmu itu, tetapi aku tidak ingin melakukannya.”
Levon masih duduk di bangku jalan, pikirannya berjalan maju ke depan. Ia memikirkan kapan waktu yang tepat untuk membongkar identitasnya? Ia bisa saja memberitahu identitasnya malam ini, tetapi dirinya masih ingin menikmati hidup sebagai cleaning service.
Beberapa menit kemudian, Rose datang dengan mobil lamborghini berwarna merah miliknya, “Ayo Lev, naik.” Awalnya Levon ingin duduk di kursi belakang, tetapi Rose menyuruh duduk disampingnya.
“Mobil Nona sangat keren, pasti mahal harganya,” kata Levon melirik-lirik bagian dalam mobil seakan-akan baru pertama kali menaiki mobil mewah. Padahal jika dibandingkan dengan mobil Bugatti miliknya, mobil Rose tidak ada apa-apanya.
“Hem ini pemberian Papaku, Lev,” respon Rose sambil tetap melajukan mobilnya.
“Pasti dia sangat menyayangi Nona.”
“Aku juga sangat menyayanginya,” senyum Rose menoleh ke arah Levon. “ow ya ceritakan tentang dirimu, Lev.”
“Saya?” tanya Levon mengerutkan hidunh menoleh ke arah Rose.
“Iya, Lev ... Dan bahasamu jangan terlalu baku,” pinta Rose.
“Tapi Nona—”
“Lev!” Rose menyela dan menoleh ke arah Levon dengan tatapan tajam.
“Baik, Nona.” Levon mengangguk.
“Panggil Rose saja.”
“Tapi—” Levon tidak berani meneruskan ucapannya karena Rose menoleh lagi dengan tatapan tajam.
“Oke, ceritakan tentang dirimu,” desak Rose mengingatkan kembali pada Levon.
“Aku bingung mau dimulai darimana, tidak ada yang menarik dari cerita hidupku,” kilah Levon tertawa kecil sambil menadahkan kepala.
“Ya cerita masa kecil kamu. Masa sekolahmu, orang tua kamu, dan cerita saat kamu melamar pekerjaan di LEO Group,” usul Rose sambil tetap fokus menyetir.
“Ow ya sebelum aku bercerita, kita mau kemana?” tanya Levon penasaran.
“Ini sudah sampai, Lev,” jawab Rose menghentikan laju mobilnya di depan restoran bernama American Food. “Ayo Lev.”
Mereka berdua turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran yang terkesan sederhana. Mereka duduk saling berhadapan di meja makan bagian tengah dan memesan makanan. Sedari tadi, Levon nampak memperhatikan setiap sudut restoran. Rose tersenyum sekaligus sedikit penasaran dengan tingkah Levon yang terlihat bingung melihat satu per satu yang ada di restoran.
“Ada apa, Lev?” tanya Rose mencondongkan tubuh ke depan.
“Aku bingung, Rose. Dari tadi aku mencoba membandingkan restoran ini dengan restoran RDO. Aku rasa restoran ini tidak kalah dengan restoran RDO, tetapi memgapa restoran RDO terkenal dengan restoran termewah di Amerika?” tanya Levon menggerakan kepala dengan bola mata bergerak cepat memperhatikan isi restoran ini.
“Kau benar sekali! Jika dilihat dari luar restoran RDO terkesan sederhana, tetapi jika kau masuk ke dalam ruangan yang ada disana, maka dirimu tidak lagi penasaran.” Rose juga ikut memperhatikan isi yang berada di dalam restoran ini.
“Maksudnya?” Levon berhenti menggerakkan kepala dengan bola mata hanya tertuju pada Rose.
“Restoran RDO terkenal dengan restoran mewah karena memiliki ruangan bawah tanah yang sangat luas dan dibagi menjadi beberapa bagian. Siapa pun yang masuk ke ruangan bawah tanah, orang itu pasti takjub dan tak ingin pulang. Di ruangan bawah tanah seperti masuk ke dalam dunia fantasi, seperti masuk ke dimensi lain. Kita tinggal memilih mau masuk ke dunia fantasi mana? Ada dunia fantasi kerajaan dan masa purba, ada dunia fantasi kerajaan langit, dan ada dunia fantasi peri dan sihir. Di tiga dunia fantasi itu sangat luas dan seperti tak berujung. Disana juga terdapat benda-benda kuno yang tak ternilai harganya. Dan janngan ditanya, makanan dan minumannya didapat dari bahan yang super langka sekali.” Rose menegakkan punggung memulai menjelaskan restoram RDO. Ia menghentikan sejenak karena pesanan makanan mereka diantar oleh pelayan.
“Wow sulit dibayangkan.” Levon takjub, mulutnya menganga dan tak berkedip.
“Apakah kau benar tidak tahu tentang restoran RDO, Lev?” tanya Rose mengernyitkan dahi.
“Tidak, Rose. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri. Dan baru kali ini aku diceritakan oleh seseorang, karena tidak ada yang mau berteman denganku,” jawab Levon tersenyum.
“Dan kau tahu tiket masuk ke ruangan bawah tanah? Tiket masuknya seharga 20 ribu dollar per orang. Itu belum termasuk biaya makan dan minumnya. Kau tahu harga makanan dan minuman di ruangan bawah tanah? Harga satu porsinya bisa mencapai 9 ribu dollar. Dan di sana untuk bisa mengabadikan momen berupa foto atau video harus membayar biaya tambahan sebesar 2 ribu dollar.” Panjang lebar Rose menjelaskan kembali tentang restoran RDO itu sambil membayangkan kemegahan yang ada di ruangan bawah tanah.
Lagi-lagi Levon dibuat takjub dengan cerita kemegahan ruangan bawah tanah restoran RDO. Ia bahkan seperti patung, melamun terbawa arus cerita Rose. Namun, sebenarnya Levon hanya pura-pura karena ia adalah pemilik restoran RDO.
“Lev?” Rose tersenyum membuyarkan lamunan Levon.
“Apakah Rose pernah kesana?” tanya Levon terlihat masih setengah melamun membayangkan restoran RDO.
“Satu kali, dan itu benar-benar isi dompetku ... hanya golongan bangsawan yang sering datang ke sana,” balas Rose tertawa kecil.
“Apakah cleaning service sepertiku tidak bisa ke sana?” tanya Levon begitu datar.
Rose terdiam sejenak, ia mencerna pertanyaan dari Levon. Rose memikirkan jawaban dari pertanyaan Levon agar tidak menyinggung hatinya.
“Tentu bisa.” Jawaban muncul dari mulut Rose yang terkesan berhati-hati.
“Ya pasti aku bisa kesana,” ucap Levon menegakkan punggung dan membusungkan dada dengan penuh keyakinan, tetapi tak berselang lama, ia berkata lagi. “dalam mimpi.”
Levon tertawa, dan Rose pun spontan tertawa keras sampai pengunjung lainnya terganggu.
“Hei! Jangan berisik,” protes salah satu pengunjung.
“Kami minta maaf,” jawab Rose mengatupkan kedua tangan di depan mata.
Di detik ini juga, tiba-tiba ada sumber tawa selain dari Levon dan Rose. Orang itu ada di meja makan sebelah Levon dan Rose.
“Kau?” Rose dan Levon terperangah melihat ke arahnya.
“Kau ...?” Rose dan Levon terperangah melihat kehadiran Fletcher, tanpa disadari ia sudah ada di meja makan sebelah.“Dasar Sampah tidak berguna! Bisanya hanya mengkhayal ... Mana mungkin orang miskin sepertimu bisa datang ke ruangan bawah tanah? Alam mimpi pun tidak sudi menerima orang kotor sepertimu!” sindir Fletcher di tempat duduk meja makannya. Ia tertawa sinis pada Levon.“Mengapa kau mengikuti kami, bajingan?” Rose spontan berdiri dan melotot pada Fletcher. Hal itu membuat para pengunjung melirik ke arah mereka.Fletcher berdiri menghampiri mereka, “Duduklah sayang ... Aku mengikutimu karena ingin menjagamu dari niat tangan kotor itu,” pungkas Fletcher lembut sambil melirik Levon dengan mata menyempit.“Ayo kita pergi dari tempat ini, Lev,” kesal Rose pada Fletcher sambil menarik tangan Levon, tetapi Levon tidak berdiri menuruti kemauan Rose.“Nona, makanannya dihabiskan dulu
“Maafkan aku, Rose. Maafkan jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu.” Levon langsung menunduk dan mengatupkan tangan di depan dada. Rose terlihat marah, tetapi detik berikutnya berubah tertawa keras sampai memegangi perut, “Hahaha kau lucu, Lev. Kau seperti mobil tanpa rem.” “Hehehe.” Levon hanya bisa menyengir sambil menggaruk kepala. “Oke! Berhubung kau bertanya banyak sekaligus dengan super cepat maka kujawab juga dengan super cepat ... nama Papaku, Frankie. Nama Mamaku, Evelyn. Papa mempunyai perusahaan industri kimia di Washington. Dan mereka tinggal di rumah Washington agar lebih dekat dengan perusahaan. Seminggu sekali, Papa dan Mama mengunjungiku kesini.” Rose membalas Levon dengan menjawab pertanyaan dengan super cepat. “Oke! Kalau Papamu punya perusahaan, mengapa Rose tidak bekerja disana?” Levon tak mau kalah, ia bertanya lagi dengan super cepat. “Karena aku ingin mandiri dan untuk mencapai terget hidup.” Rose masih men
Keesokan hari, Levon berangkat ke kantor dengan peran seperti biasa. Levon langsung pergi menuju ruangan cleaning service untuk mengganti pakaian lusuhnya dengan seragam khusus cleaning service.Saat Levon membuka loker pakaian miliknya, ia kaget dan tak percaya. Di dalam loker ada jam tangan mahal merk Rolex. Beberapa detik, kekagetan Levon berubah menjadi sengiran, “Kau masih ingin bermain denganku? Sepertinya aku harus memberikan pelajaran padamu.” Yang dimaksud Levon adalah Fletcher. Ia tahu, jam tangan mahal yang ada di loker pakaian adalah milik Fletcher. Otak Levon bekerja, ia mengerti jam tangan ini dijadikan alat untuk menjebak dirinya.“Kau licik, Fletcher. Dan sedikit pintar,” gerutu Levon menyeringai sambil mengambil jam tangan.Bersamaan dengan itu, Fletcher, Jackson, dan beberapa staf lainnya datang ke ruangan Levon.“DASAR MALING!” teriak Fletcher menatap marah pada Levon yang sedang mem
“Coba dipercepat sedikit!” pinta Rose terus menerus mengetukkan jari pada meja komputer.“Baik, Nona.” Ronald mengangguk dan mempercepat rekaman cctv.“Stop!” perintah Rose melebarkan mata ketika isi rekaman menunjukkan seseorang yang mencurigakan.Orang yang dimaksud adalah Jackson. Ia mengendap-endap penuh hati-hati memasuki ruangan cleaning service. Di tangan Jackson terlihat sedang memegang sebuah jam tangan.“Tuan Jackson?” semua orang mulai bertanya-tanya keheranan pada Jackson.“Orang itu bukan aku!” kilah Jackson ragu-ragu membuka mulut dan kaki bergerak-gerak tidak tenang.“Untuk memperjelas, coba di zoom, Tuan,” pinta Levon dengan pandangan tidak terlepas dari layar komputer yang berisi rekaman cctv di depan pintu cleaning service.“Kamu benar, Lev. Cepat, Tuan Ronald!” Rose mempertegas ucapan Levon.“Baik.&rdqu
“Mengapa kau terkejut, Ethan? Tidak ada yang mustahil bagi Tuan Leo. Meski berada di Turki, ia tetap tahu pekerjaan anak buahnya disini!” geram Pulisic mengeraskan rahang memutari Ethan dengan tatapan iblis. “Tuan Leo sangat marah, ada pengunjungnya yang dihina oleh CEO restoran RDO sendiri.”“Ampun, Tuan. Sampaikan permintaan maafku pada Tuan Leo,” balas Ethan memelas sambil menurunkan badannya dan bersujud di kaki Pulisic.“Bukan kakiku yang harus kau cium, Ethan,” respon Pulisic tetap membiarkan Ethan mencium sepatu bersihnya.Ethan mengangkat alis, “Lalu? Siapa Tuan?”“Tuan Leo tidak akan memecatmu, asal kau mencium kaki pengunjung yang kau hina,” jelas Pulisic.Ethan membulatkan mata dan berdiri lagi, “Tidak mungkin, Tuan,” kata Ethan sambil melirik jijik ke arah Levon. Ethan semakin merasa jijik ketika melihat sepetu bekas yang melekat pada kaki Levon. “
Levon tidak segera merespon ucapan Pulisic. Ia melangkah pada sofa dan mendaratkan pantatnya pada permukaan sofa, “Ceritakan!” perintah Levon dengan tatapan dingin pada Pulisic yang berdiri di hadapannya. “Omset perusahaan LEO Group di bulan ini sedang mengalami penurunan, Tuan,” jawab Pulisic dengan posisi masih berdiri di hadapan Levon. Ia sudah siap mendengar amarah dari Sang Tuan. Biasanya, Levon sangat marah ketika mendengar omzet perusahaan menurun. tidak seperti biasanya, Levon justru menguap mendengar penjelasan Pulisic. Ia tidak menunjukkan amarah sedikit pun, “Aku sangat mengantuk,” ucap Levon santai, lalu menepuk-nepuk sofa kosong disampingnya, “Kemarilah Tuan Pulisic, duduklah disampingku.” Pulisic menurut, ia melangkah dengan rasa takut. Pulisic duduk di samping Levon dengan wajah penuh keringat, padahal di ruangan ini sudah sangat dingin. Levon memang tersenyum, tetapi Pulisic mengartikan senyuman Levon adalah bahaya bagi dirinya. “Menga
Pada jam istirahat, Levon bergegas pergi ke kantin khusus staf karyawan yang disediakan oleh perusahaan LEO Group yang berada di lantai empat. LEO Group menyediakan kantin agar semua staf karyawan tidak keluyuran pada jam istirahat. Menu di kantin perusahaan ada yang sederhana sampai harga mewah.Disana sudah ada staf karyawan yang lain. Levon disambut cibiran oleh Fletcher, “Wow lihatlah! Si Sampah sudah datang. Apakah kalian yakin mau makan disini? Pasti kalian muntah melihat Sampah ada di sini,”“Lebih baik kau pergi dari sini!” usir Eric dengan tatapan mata menghina. Beberapa hari ini, Eric memang tidak masuk kantor karena sakit.“Ya benar ....” yang lainnya menjawab.“Apa-apaan kalian. Kantin ini diperuntukkan semua staf karyawan tanpa kecuali!” Rose kesal dengan sikap mereka. Ia berdiri dan menghampiri Levon, “Ayo Lev, makan bersamaku.”Levon masih tak bergerak, ia melebarkan b
Levon melebarkan senyuman, “Terima kasih, Tuan, tetapi saya ingin masuk kesana.” Penolakan dari Levon menimbulkan berbagai reaksi dari semua orang. Ada yang punya harapan kembali untuk menemani Levon pergi ke ruangan bawah tanah secara gratis. Ada juga yang tak sedikit mengatakan Levon adalah manusia bodoh karena menolak uang sebanyak itu.“Sudahlah, Lev. Saya yakin orang miskin sepertimu lebih membutuhkan uang daripada hiburan. Bayangkan! Dengan uang sebanyak 25 juta dolar bisa merubah hidupmu. Kau juga bisa berhenti dari perusahaan ini untuk menikmati uang sebanyak itu.” Fletcher memutari Levon untuk memanas-manasinya.“Maaf, Tuan ... Sekali lagi, terima kasih atas penawarannya. Uang 25 ribu dolar itu sangat banyak, tetapi saya ingin menikmati keindahan di ruangan bawah tanah restoran RDO.” Levon menolak secara halus. Ia tampak sama sekali tidak goyah dengan uang sebanyak 25 ribu dollar.“Aku bangga padamu, Lev,”