Home / Fantasi / Sang Penjaga Pajajaran / Bab 99. Suara yang Kembali ke Dalam Diri

Share

Bab 99. Suara yang Kembali ke Dalam Diri

last update Last Updated: 2025-12-11 08:44:53

Pagi datang dengan tenang dan langit Bandung masih berwarna keemasan lembut, seperti sisa doa dari malam panjang yang baru saja berlalu.

Saat itu Arjuna terlihat berdiri di halaman rumah panggungnya, menatap kabut tipis yang turun perlahan di atas lembah.

Kujang Layung di tangannya berpendar halus, tidak lagi memancarkan cahaya terang seperti semalam, tapi berdenyut lembut seperti jantung yang tenang.

Tidak berselang lama Larisa tampak berjalan keluar, membawa secangkir teh hangat. Wajahnya masih tampak lelah, namun matanya menyimpan sesuatu yang baru: kedamaian.

“Juna,” katanya perlahan, “dunia kembali tenang.”

Ia menggeser layar kecil dari gelang komunikasinya, menampilkan laporan global. “Fenomena sinkronisasi rasa berangsur mereda. Orang-orang kembali bekerja, tapi… mereka semua mengatakan hal yang sama.”

Arjuna menatapnya. “Apa itu?”

Larisa menatap layar itu dengan senyum samar. “Mereka mengatakan bahwa dunia terasa… lebih hidup.”

Arjuna tersenyum. “Itu karena mereka baru saja me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang Penjaga Pajajaran   Bab 108. Ombak yang Mengingat

    Langit pagi di barat tampak tenang,namun di balik garis cakrawala, laut tampak berkilau dengan warna yang tidak biasa. Bukan biru, bukan hijau,melainkan campuran cahaya jingga dan keemasan yang bergerak seperti napas.Larisa berdiri di tepi pantai, alat pemindainya bergetar tanpa henti.“Juna,” katanya dengan nada cemas, “laut ini… tidak normal.”Arjuna berjalan mendekat. Ia menatap ombak yang datang perlahan, lalu surut kembali. Tapi setiap kali ombak menyentuh pasir, ia meninggalkan cahaya halus yang berdenyut seperti urat nadi.“Ini bukan laut yang marah,” kata Arjuna pelan. “Ini laut yang sedang mengingat.”Raksa mengerutkan kening. “Mengingat apa?”Arjuna menunduk kemudianmencelupkan jarinya ke dalam air. Begitu disentuh, suara-suara lembut muncul di udara. Suara itu bukan dari ombak, tapi dari dalam air itu sendiri. Bisikan dalam berbagai bahasa, dari masa dan tempat yang berbeda. Tangisan, tawa, doa dan sumpah bercampur jadi satu.Ratih menutup mulutnya, matanya berkaca. “Jun

  • Sang Penjaga Pajajaran   Bab 107– Sisa Cahaya di Langit Barat

    Sore turun perlahan di dunia yang baru.Langit di atas lembah Sukma Niskala tampak berwarna keemasan, tapi di ujung barat, ada garis jingga pekat yang tidak pernah muncul sebelumnya, seolah cahaya itu menyimpan rahasia yang tak terucap.Larisa menatap ke arah itu dari atas batu tinggi. “Juna… kenapa warnanya berbeda?”Arjuna berdiri di sampingnya, tangan bersedekap, mata menatap ufuk. “Itu bukan warna langit, Larisa,” katanya perlahan. “Itu pantulan dari rasa manusia yang mulai tumbuh lagi. Cahaya dan bayangan selalu datang bersamaan.”Raksa datang membawa kabar dari lembah. “Juna, ada yang aneh. Beberapa orang di bawah sana… mulai mendengar suara-suara yang tidak bisa dijelaskan.”Ratih menatapnya khawatir. “Suara seperti apa?”Raksa menatap mereka satu per satu. “Suara dari dalam diri mereka sendiri.Ada yang menangis tanpa sebab, ada yang tertawa tiba-tiba, ada pula yang berteriak karena katanya, bumi berbicara terlalu keras.”Larisa menatap Arjuna, wajahnya cemas. “Apakah ini… efe

  • Sang Penjaga Pajajaran   Bab 106. Dunia yang Bernafas

    Fajar di dunia baru datang tanpa suara, tanpa kilatan cahaya yang tiba-tiba, hanya kelembutan warna lembayung yang perlahan menyelimuti bumi.Udara di lembah Sukma Niskala bergetar tenang. Pohon-pohon tua memancarkan embun bercahaya, air di sungai mengalir dengan irama pelan, seperti sedang bernyanyi.Larisa menatap pemandangan itu dari tepi batu besar di punggung gunung.“Juna,” katanya dengan lembut, “ini… terasa berbeda.”Arjuna yang berdiri di sampingnya dengan mata menatap lembah di bawah, ketempat cahaya dan bayangan kini menari tanpa saling menelan.“Ya,” jawabnya tenang. “Dunia sedang belajar bernafas lagi.”Raksa datang membawa kendi berisi air dari sungai. Ia menuangkannya ke dalam wadah tanah liat di depan Arjuna.“Airnya berwarna jingga,” katanya pelan. “Seperti langit sore.”Arjuna menyentuh air itu. Terasa hangat dan hidup. “Bukan warna air yang berubah, Raksa. Tapi rasa kita yang kini bisa melihatnya.”Ratih duduk di atas batu datar, menatap langit yang perlahan membent

  • Sang Penjaga Pajajaran   Bab 105. Gerbang Waktu Rasa

    Lorong cahaya itu memanjang tanpa ujung, seperti perjalanan tanpa jarak, hanya perubahan warna, dari keemasan menjadi lembayung, lalu biru tua yang tenang. Udara di dalamnya tidak bergerak, namun setiap langkah terasa seperti melangkah di antara detak jantung dunia.Larisa menatap sekeliling, matanya terbelalak kagum. “Juna… di mana kita?”Arjuna berjalan di depan, langkahnya pelan tapi pasti. “Di antara waktu dan rasa, Larisa. Tempat ini bukan masa depan, bukan masa lalu, tapi jembatan di antara keduanya.”Raksa menatap sekeliling, wajahnya tegang. “Seperti mimpi yang sadar.”Ratih mengangguk pelan. “Atau seperti ketika kita bermimpi tentang sesuatu yang sudah terjadi, tapi belum selesai.”Arjuna tersenyum tipis. “Itu karena semua waktu sebenarnya tidak terpisah. Mereka hidup di dalam rasa yang sama.Cahaya di ujung lorong pun tampak mulai berubah. Kini warnanya seperti api lembut, bukan panas, tapi hidup. Di tengah cahaya itu, tampak gerbang raksasa dari energi murni, penuh dengan u

  • Sang Penjaga Pajajaran   Bab 104. Jantung Pajajaran

    Cahaya lembut menyelimuti tubuh mereka saat melangkah masuk ke dalam celah bercahaya itu. Udara di sekitar seketika terasa hangat namun tenang, seperti napas bumi yang mengalun di antara detik dan hening.Arjuna berjalan paling depan seraya membawa Kujang Layung yang berpendar perlahan. Setiap langkahnya tampak menimbulkan riak cahaya di lantai yang bukan tanah, melainkan semacam kristal tembus pandang, layaknya pijakan dari rasa itu sendiri.Raksa menatap sekeliling, matanya bergetar. “Jun… ini bukan gua.”Larisa mengangguk, suaranya nyaris berbisik. “Ini… seperti dunia lain.”Ratih menatap langit-langit di atas mereka, tak ada batu yang ada hanya hamparan cahaya yang bergerak seperti air. Dari kejauhan terdengar suara halus, seperti kidung kuno yang dinyanyikan ribuan suara, namun tidak berasal dari satu arah pun.Arjuna menutup mata sejenak, lalu berbisik, “Selamat datang di Pajajaran Sukma Niskala.”Larisa menatapnya tak percaya. “Juna… jadi kerajaan ini benar-benar ada?”Arjuna m

  • Sang Penjaga Pajajaran   Bab 103. Getar dari Dalam Bumi

    Malam turun perlahan di Neo-Galuh dan untuk pertama kalinya sejak berdirinya kota itu, langit tampak kembali memiliki warna. Semburat jingga keemasan terlihat berpadu dengan biru lembut, seolah bumi sedang bernafas lega setelah ratusan tahun menahan napas.Arjuna berdiri di tepi jembatan kaca yang membelah kota seraya melihat pantulan dirinya bersama Larisa, Raksa dan Ratih di bawah sinar bulan. Bayangan mereka kembali, tapi di antara pantulan itu, ada sesuatu yang berbeda, yaitu bayangan bumi yang bergerak sendiri.Larisa menatap pantulan itu, wajahnya tegang. “Juna… lihatlah. Bayangan kita bergetar.”Raksa menatap ke bawah. “Bukan kita yang bergetar, Larisa. Tapi tanah di bawah kota ini…”Bersamaan dengan itu, sebuah dentuman lembut terdengar, diikuti oleh getaran panjang dari arah selatan. Lampu-lampu kota bergoyang, dan air di sungai bawah jembatan membentuk pusaran aneh — berputar searah spiral Rahyang.Ratih menatap Arjuna. “Juna… apa yang terjadi?”Arjuna memejamkan mata. “Aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status